Chereads / Fate x Danmachi: The Sword Prince / Chapter 73 - Chapter 73

Chapter 73 - Chapter 73

Setelah beberapa saat, Raul akhirnya tiba bersama kelompok anggota Loki Familia lainnya. Dia terlihat lelah tetapi tetap penuh semangat karena tahu mereka semakin dekat dengan sesuatu yang penting.

"Tch, aku benar-benar kalah cepat dari Bete kali ini," keluh Tiona, menyilangkan tangan di dadanya sambil menatap pintu besar dari Orichalcum dengan penuh rasa penasaran. "Padahal aku yakin jalan yang kami ambil tadi benar."

Bete menyeringai mendengar keluhannya. "Tentu saja kau kalah. Aku selalu lebih tajam darimu, Tiona."

"Hah, mimpi saja! Aku bisa lebih cepat kalau kita berlomba lagi!" balas Tiona dengan penuh semangat. Tetapi sebelum perdebatan mereka memanas, Finn mengangkat tangan untuk meminta perhatian.

"Riveria," panggil Finn, memandang ke arah penyihir High Elf itu. "Kau bisa membaca tulisan hieroglyph di pintu ini, bukan?"

Riveria melangkah maju, memperhatikan ukiran di permukaan pintu Orichalcum yang berkilauan di bawah cahaya obor. Dengan ketenangan khasnya, dia mulai menganalisis ukiran tersebut.

"Ini kuno sekali," kata Riveria, jemarinya menyentuh permukaan logam dingin itu. "Tulisan ini menyebutkan nama ruangan ini... Knossos. Dari hieroglyph ini, sepertinya Knossos adalah proyek asli yang dibuat oleh Daedalus pada zaman kuno. Bukan hanya jalan Daedalus Street yang rumit, tapi seluruh konstruksi ini adalah buah dari pikirannya."

"Knossos, ya?" gumam Finn, merenung sambil mengetukkan jari di dagunya. "Jika ini benar-benar proyek Daedalus, maka orang-orang yang mengurus Knossos saat ini pasti memiliki kaitan dengan Evilus."

"Dan itulah alasan mereka memiliki kunci untuk membuka pintu ini," tambah Gareth, suaranya berat dengan rasa khawatir. "Tak ada cara lain mereka bisa memiliki akses ke tempat seberharga ini tanpa kolaborasi yang kuat."

"Kalau begitu, semakin penting bagi kita untuk menyelidiki lebih dalam," Finn menyimpulkan, sorot matanya tajam. "Ini bukan sekadar tempat persembunyian biasa."

Sementara itu, Aiz berdiri di samping, memperhatikan pintu dengan tatapan serius. Dia merasakan ada sesuatu yang besar di balik pintu itu, sesuatu yang membuat bulu kuduknya berdiri.

"Kita harus hati-hati," gumam Aiz pelan, tetapi cukup keras untuk didengar oleh Lefiya di sebelahnya.

"Benar," jawab Lefiya, menggenggam tongkat sihirnya dengan erat. "Rasanya tempat ini menyembunyikan lebih dari yang terlihat."

Di tengah kerumunan, semua anggota Loki Familia bersiap menghadapi apa pun yang akan mereka temukan di balik pintu besar itu.

Aiz, yang sekarang sepenuhnya sadar akan perasaannya pada Shirou, merasa gelisah karena tidak menemukan sosok pemuda itu di mana pun. Dengan cepat, dia mendekati Finn yang berdiri di tengah kelompok mereka, mengatur rencana eksplorasi.

"Finn," panggil Aiz dengan nada lembut namun mendesak, "di mana Shirou? Bukankah dia seharusnya bersama kelompokmu?"

Finn menoleh, menatap Aiz dengan tenang namun serius. "Shirou sudah menyusup lebih dulu. Dia menawarkan diri untuk membersihkan pengintai di dalam Knossos."

Mata Aiz sedikit melebar, tetapi dia tetap diam, hanya menggenggam erat pedangnya. Namun, Lefiya, yang berdiri tidak jauh darinya, tak bisa menahan kekhawatirannya.

"Kapten Finn!" seru Lefiya, suaranya bergetar. "Kenapa kalian membiarkan Shirou pergi sendirian? Meski dia kuat, tempat ini terlalu berbahaya! Kita bahkan tidak tahu apa yang menunggu di dalam!"

Loki, yang mendengar protes Lefiya, berjalan mendekat dan menepuk pundaknya dengan ringan.

"Tenang, Lefiya," kata Loki dengan nada santai namun meyakinkan. "Shirou masih hidup. Aku tahu karena berkahnya masih terhubung denganku. Kalau sesuatu terjadi, aku pasti tahu."

Lefiya mundur perlahan, masih bergumam dengan cemas. "Tapi... dia sendirian..."

Melihat kondisi sahabatnya, Filvis berjalan mendekati Lefiya. Dengan suara yang lembut namun tegas, dia berkata, "Lefiya, Knossos adalah tempat yang berbahaya. Lebih baik kau tetap di belakang dan fokus mendukung kami dengan sihirmu."

Namun, Lefiya menggeleng keras, matanya menunjukkan tekad yang kuat. "Aku tidak bisa tinggal di belakang. Aku ingin membantu teman-temanku. Terutama Shirou, dia sudah masuk duluan!"

Filvis terdiam sejenak, melihat kegigihan Lefiya. Akhirnya, dia mengangguk perlahan. "Kalau begitu, aku akan melindungimu, Lefiya. Aku janji, apa pun yang terjadi, aku tidak akan membiarkan sesuatu melukaimu."

Dari kejauhan, Gareth, yang memperhatikan percakapan itu, mendekati Loki dengan ekspresi waspada.

"Loki," katanya pelan, "kau yakin Filvis bisa dipercaya? Kita tahu dia dari Dionysus Familia, tapi di tempat seperti ini, kita harus ekstra hati-hati."

Loki tersenyum kecil, menatap Gareth sambil menggeleng. "Jangan khawatir, Gareth. Aku tahu dia tulus. Sebagai dewi, aku bisa merasakan apakah seseorang sedang berbohong atau tidak. Filvis itu jujur dengan kata-katanya. Lagipula..." Loki menyeringai lebar sambil menunjuk ke arah Lefiya dan Filvis. "Kelihatannya Lefiya sudah menemukan ksatrianya sendiri untuk melindunginya. Bukankah itu manis?"

Gareth mendengus, setengah geli setengah cemas. "Aku harap kau benar, Loki."

Lefiya, yang mendengar percakapan mereka, menatap Filvis dengan rasa terima kasih di matanya. Meski khawatir, dia merasa sedikit lebih tenang mengetahui Filvis berada di sisinya. Namun, di dalam hatinya, dia terus berdoa agar Shirou tetap selamat.

Finn berdiri tegap di depan pintu Knossos, menatap satu per satu anggota Loki Familia dengan tatapan penuh keyakinan, tetapi juga kehati-hatian. Dengan suara lantang, dia memberi aba-aba. "Bersiap. Kita tidak tahu apa yang menunggu di dalam. Tetap waspada dan ikuti formasi yang sudah kita bicarakan."

Di sebelahnya, Bete, yang selalu blak-blakan, menggerutu dengan nada kasar. "Aku nggak suka ini. Rasanya nggak nyaman membawa orang-orang lemah masuk ke dalam. Mereka cuma akan jadi beban kalau keadaan memburuk. Lebih baik tinggalkan mereka di sini."

Mendengar itu, Tiona langsung memprotes sambil menyilangkan tangan di dadanya. "Hei, Bete! Jangan begitu! Kita butuh supporter untuk bawa item, senjata cadangan, dan semua hal yang mungkin kita perlukan. Mereka juga bagian dari tim kita, tahu!"

Bete mendengus kesal, tapi tak membalas. Finn, yang memperhatikan pertukaran itu, mengangguk memahami kedua sisi argumen tersebut. Dia tahu Bete tidak bermaksud mengecilkan para anggota level rendah, melainkan lebih khawatir akan keselamatan mereka jika menghadapi bahaya. Namun, dia memilih untuk menyetujui pendapat Tiona.

"Tiona benar," kata Finn dengan nada tegas. "Supporter adalah bagian penting dari tim. Mereka akan mendukung kita, memastikan kita tidak kekurangan apa pun selama eksplorasi. Jadi, mereka tetap bersama kita. Itu bukan pilihan."

Bete hanya mengangkat bahu, tak membantah lagi, meski wajahnya masih menunjukkan rasa tidak puas.

Setelah itu, Finn mengalihkan pandangannya ke Riveria, yang berdiri di antara para anggota Fairy Force. Mata mereka bertemu, dan dia memberi perintah. "Riveria, kau dan Fairy Force akan tetap di luar. Pastikan jalan keluar tetap aman. Jika sesuatu terjadi, kami akan butuh kalian untuk membuka jalur evakuasi."

Riveria mendengarkan dengan patuh, mengangguk tanpa ragu. "Dimengerti, Kapten." Namun, di dalam hatinya, dia merasakan sedikit kekecewaan. Dia ingin sekali menunjukkan hasil latihannya bersama Shirou, membuktikan bahwa dia bisa memadukan Magecraft dan sihir dengan sempurna. Tetapi sebagai salah satu anggota yang paling senior, dia tahu perintah Finn harus diikuti tanpa kompromi.

Di belakangnya, anggota Fairy Force seperti Alicia dan Sylvie bersiap dengan tongkat sihir mereka, memastikan mereka bisa melindungi wilayah mereka jika situasi menjadi genting. Lefiya, yang berdiri di dekat Aiz, menatap dengan rasa cemas, masih memikirkan Shirou yang telah menyusup lebih dulu.

Finn, setelah memastikan semuanya sudah siap, mengangkat tangannya sebagai tanda untuk maju. "Baiklah, kita bergerak." Dengan langkah tegas, mereka mulai masuk ke dalam Knossos, menyusuri jalan yang gelap dan penuh rahasia, meninggalkan Riveria dan timnya untuk berjaga di luar.

Arwen, salah satu anggota Fairy Force, melirik ke arah Lady Riveria, yang tampak berdiri tegak sambil memandang ke arah Finn dan anggota Loki Familia lainnya yang mulai memasuki Knossos. Raut wajah Riveria tampak tenang, tetapi ada kilatan keinginan yang tidak bisa ia sembunyikan sepenuhnya. Dengan nada hati-hati, Arwen bertanya, "Lady Riveria, apa Anda sangat ingin ikut masuk bersama mereka?"

Riveria, yang sadar dirinya tertangkap basah, merasakan sedikit rasa malu. Namun, dia segera menenangkan dirinya dan menjawab dengan anggun, "Aku baru mempelajari kemampuan baru. Rasanya akan sangat berguna jika aku bisa mencobanya dalam pertarungan nyata." Meski suaranya terdengar tenang, di dalam hatinya dia berharap bahwa jawaban itu cukup meyakinkan.

Namun, sebelum suasana menjadi serius, Loki, yang berdiri tidak jauh darinya, mendengar percakapan itu dan tidak melewatkan kesempatan untuk menggoda. Dengan senyum jahil, dia berkata, "Oh, kemampuan baru, ya? Apa itu benar-benar kemampuan baru, atau sebenarnya cuma alasan karena kamu sering 'belajar' berdua sama Shirou di gudang?"

Wajah Riveria memerah mendengar godaan itu, tetapi ia tidak membiarkannya menggoyahkan ketenangannya. Dengan tenang, dia membalas, "Shirou mengajarkanku Magecraft, dan jika kau mau, aku bisa menunjukkannya sekarang." Meski begitu, dalam hatinya ada sedikit keinginan bahwa waktunya bersama Shirou memang bisa lebih dari sekadar belajar.

Sylvia, yang mendengar percakapan itu, merasa semakin penasaran. "Magecraft? Lady Riveria, bisakah Anda menunjukkan kepada kami apa yang sudah Anda pelajari?" Matanya berbinar, seperti anak kecil yang ingin melihat keajaiban.

Melihat rasa antusias itu, Riveria tersenyum kecil. Ini adalah alasan yang baik baginya untuk akhirnya menunjukkan hasil latihannya. Dia meluruskan punggungnya, mengangkat tangan kanannya, lalu dengan pelan mengaktifkan Magic Circuit-nya. Sinar samar berwarna biru kehijauan mulai bersinar dari kulitnya, menjalar hingga ujung jari. Ia mengalirkan Prana melalui tangannya, menggunakan kemampuan Reinforcement yang diajarkan oleh Shirou.

Arwen dan anggota lainnya tertegun. Cahaya itu memancar lembut tetapi penuh energi. Sylvia tak bisa menyembunyikan rasa takjubnya. "Tangan Anda bersinar... Luar biasa! Apa fungsinya, Lady Riveria?"

Riveria menatap mereka dengan mata serius namun lembut, merasa bangga bisa berbagi ilmu ini. "Ini adalah Reinforcement Magecraft. Dengan kemampuan ini, aku bisa memperkuat bagian tubuhku atau benda tertentu, membuatnya lebih kokoh, lebih kuat, dan lebih tahan terhadap serangan. Misalnya, jika aku menggunakan ini pada tongkat sihirku, kekuatannya akan meningkat secara signifikan."

Alicia mengangguk dengan kekaguman. "Jadi, Anda bisa memperkuat senjata atau tubuh Anda dengan ini? Itu terdengar sangat berguna dalam pertarungan."

Riveria mengangguk, senang bahwa penjelasannya dipahami. "Benar. Kemampuan ini bukan hanya untuk menyerang, tetapi juga bisa digunakan untuk bertahan dalam situasi yang genting."

Sylvia, dengan mata berbinar, berkata, "Shirou memang luar biasa. Dia bisa mengajarkan hal seperti ini pada Anda."

Mendengar itu, Riveria hanya tersenyum kecil, tetapi dalam hatinya dia merasa senang sekaligus sedikit gugup. Meski begitu, ini adalah langkah besar baginya untuk menunjukkan Magecraft di depan orang lain.

Di dalam Knossos, suasana senyap mencekam membuat semua anggota Loki Familia waspada. Saat mereka berjalan menyusuri lorong, Raul tiba-tiba berhenti mendadak, matanya terbelalak memandangi sebuah patung Gargoyle yang menghiasi dinding.

"Hah!?" Raul berseru dengan nada terkejut, membuat anggota lain langsung menoleh dengan waspada. Tiona, yang berada tidak jauh darinya, segera mendekat sambil menghunus senjata. "Ada apa, Raul? Monster?"

Raul menggeleng dengan wajah yang sedikit memerah karena malu. "Bukan apa-apa. Cuma... itu cuma hiasan." Dia menunjuk patung Gargoyle yang tampak menyeramkan, tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda hidup.

Aiz, yang lebih memperhatikan detail, melihat ke arah patung itu dan menyipitkan matanya. "Tunggu... ada sesuatu di atasnya." Pandangannya tertuju pada bunga yang terbelah dua di atas patung. "Apa itu?"

Finn, yang sejak awal memimpin di barisan depan, menoleh ke arah Aiz dan memperhatikan bunga tersebut. Setelah sesaat berpikir, dia menjelaskan dengan tenang, "Sepertinya itu hasil pekerjaan Shirou. Dia mungkin telah menghancurkan pengawas musuh di area ini."

Tione, yang mendengar itu, menyeringai sambil menatap dinding-dinding sempit Knossos. "Tempat ini benar-benar mirip Dungeon. Sulit dipercaya manusia menciptakan semua ini."

Finn mengangguk setuju, tetapi dia segera mengalihkan fokus mereka ke tugas. "Knossos memang memiliki kesamaan dengan Dungeon, tetapi jangan lengah. Kita harus bergerak dengan lebih efisien. Tempat ini terlalu sempit untuk kelompok sebesar kita." Dia memandang semua orang sebelum memberi perintah. "Kita akan membagi kelompok menjadi dua."

Finn dengan sigap menyusun formasi. "Kelompok pertama akan kupimpin sendiri. Bete, Lefiya, Filvis, dan para supporter lainnya ikut denganku." Dia menatap Gareth. "Kelompok kedua akan dipimpin olehmu. Aiz, Tiona, Tione, dan supporter lainnya ikut bersamamu."

Gareth, yang sudah terbiasa dengan pembagian tugas semacam ini, mengangguk mantap. "Cukup percayakan saja padaku, Finn. Kami akan menjaga bagian kami dengan baik."

Finn menepuk bahu Gareth sebagai tanda percaya sebelum berpamitan. "Hati-hati di jalan, Gareth. Jika ada sesuatu yang mencurigakan, segera beri tahu kami melalui komunikasi."

"Begitu juga denganmu, Finn. Jangan terlalu nekat," balas Gareth sambil tersenyum tenang.

Sementara itu, Aiz, yang mengikuti di belakang Gareth, terlihat sedikit termenung. Dalam hatinya, ia memikirkan Shirou. "Apakah dia sudah selesai dengan misinya? Kalau iya, mungkinkah dia akan bergabung dengan kelompok kami nanti?"

Namun, ia segera membuang pikiran itu agar bisa tetap fokus pada perjalanan mereka. Aiz mengepalkan tangannya di sisi pedangnya, siap menghadapi apapun yang akan mereka temui di Knossos.

***

Di kedalaman Knossos, Shirou, dengan mengenakan topeng tengkorak dan jubah hitam yang memeluk tubuhnya, bergerak dengan kecepatan luar biasa. Berkat Presence Concealment, langkahnya tidak terdengar, bahkan hawa keberadaannya menghilang, menyatu dengan kegelapan labirin.

Setiap kali matanya menangkap keberadaan bunga pengawas, Shirou segera memprojeksikan pisau hitam yang meluncur tepat sasaran, menghancurkan bunga-bunga itu menjadi serpihan kecil sebelum mereka sempat memberikan peringatan. "Satu lagi hancur," gumam Shirou pelan, memantapkan tekadnya untuk terus membersihkan jalur bagi kelompok Loki Familia.

Saat ia bergerak lebih dalam, Shirou mengaktifkan Structural Analysis, memetakan setiap sudut dan permukaan labirin di hadapannya. Sensor magecraft-nya memberikan peringatan dini tentang keberadaan jebakan tersembunyi.

Jebakan pertama yang ia temui adalah mekanisme lantai yang akan runtuh jika diinjak. Shirou memperhatikan pola kecil pada ubin—beberapa dari mereka sedikit lebih terangkat dibandingkan yang lain. Dengan menggunakan pengamatan ini, ia melompati area tersebut dengan mudah, mendarat ringan di sisi aman.

Jebakan berikutnya berupa dinding yang tiba-tiba meluncur untuk menghimpit siapa saja yang melintasinya. Shirou menghentikan langkahnya sejenak, memeriksa lekukan kecil pada dinding dan mendeteksi adanya retakan yang menandakan gerak mekanis. Ia memanfaatkan Tracing untuk memprojeksikan sebuah tombak kecil dan melemparkannya ke arah pelat pemicu di lantai. Dinding menghimpit dengan bunyi keras, tetapi Shirou tetap berada di posisi aman, menunggu jebakan itu kembali ke posisi awal sebelum melangkah maju.

Jebakan ketiga lebih rumit: sebuah panah beracun yang tersembunyi di belakang patung di ujung lorong. Shirou memindai patung itu dengan analisisnya, menemukan bahwa bola mata patung itu memiliki mekanisme pemicu. Ia mengambil pisau hitam lagi, melemparkannya dengan presisi sehingga menghancurkan mekanisme tersebut dari jauh. Bunyi "klik" kecil menandakan jebakan itu tak lagi berfungsi, memungkinkan Shirou untuk melanjutkan perjalanan.

Shirou memutuskan untuk menggunakan strategi sederhana: selalu memilih jalan kanan di setiap percabangan. "Dengan cara ini, aku bisa memetakan pola labirin sambil memastikan aku tidak tersesat," pikirnya. Langkah ini memungkinkan dia untuk menelusuri lorong-lorong secara sistematis, menghancurkan pengintai dan menghindari jebakan. Jika dia bertemu anggota Loki Familia, dia berniat segera berkumpul kembali dengan mereka.

Namun, saat dia melanjutkan perjalanan, Shirou tiba-tiba menemukan tangga yang menurun. Ia menghentikan langkahnya, menyipitkan mata ke arah tangga yang tampak berbeda dari struktur labirin yang biasa.

"Tangga? Ini menuju ke... Dungeon?" pikirnya. "bangunan ini menembus dinding Dungeon? Sampai lantai berapa mereka membangun ini?"

Keingintahuannya terusik. Dengan Structural Analysis, Shirou memeriksa kekokohan tangga itu dan memastikan tidak ada jebakan sebelum menuruni anak tangga. Setiap langkah yang diambil membuatnya semakin penasaran, sementara bayangan pertanyaan baru membayangi pikirannya: Sejauh mana jaringan labirin ini terhubung dengan Dungeon, dan apa tujuan Evilus membangun struktur seperti ini?

Menyusuri lantai berikutnya dengan strategi selalu belok kanan, Shirou menemukan sesuatu yang menarik perhatian. Pintu-pintu Orichalcum yang sebelumnya hanya satu di lantai atas kini terlihat lebih banyak. Beberapa pintu masih tergantung di langit-langit seperti jebakan yang siap dijatuhkan kapan saja, sementara sebagian lainnya telah diturunkan dan menghalangi jalan. "Jelas ini markas yang lebih dalam dan penting," pikir Shirou sambil memeriksa setiap sudut dengan Structural Analysis untuk memastikan tidak ada jebakan langsung di hadapannya.

"Jika aku menemukan salah satu dari mereka membawa kunci itu," Shirou bergumam pada dirinya sendiri, "aku harus segera menggunakan Tracing untuk mempelajarinya. Dengan begitu, aku bisa memanipulasi pintu-pintu ini sendiri." Strategi sederhana tapi efektif itu terus dia ulangi dalam benaknya saat menyelinap lebih dalam.

Di salah satu lorong sempit yang berliku, Shirou akhirnya melihat dua sosok berjubah putih dengan tudung menutupi kepala mereka, serta masker yang menyembunyikan wajah. Gerakan mereka tampak terburu-buru, mungkin hendak bergabung dengan rekan-rekan mereka. Shirou mendekat dengan hati-hati, menyembunyikan kehadirannya dengan Presence Concealment, hingga dia hanya beberapa meter di belakang mereka.

"Maaf, aku butuh sesuatu dari kalian," gumam Shirou pelan sebelum bergerak secepat kilat. Dengan kecepatan dan presisi, dia menghantam bagian belakang kepala salah satu dari mereka dengan sisi tumpul pedang yang dia projeksikan, membuatnya pingsan. Yang lainnya berusaha berbalik, tapi Shirou sudah mendahului dengan memukul perutnya keras hingga orang itu terjatuh.

"Selesai," katanya singkat sambil merogoh isi jubah mereka, berharap menemukan kunci berbentuk bola yang dia cari. Namun, alih-alih kunci, tangannya malah menyentuh sebuah benda berbentuk bulat dengan tekstur yang aneh. Matanya menyipit saat dia memeriksanya lebih dekat.

"Bom?" gumam Shirou dengan nada kaget saat dia menyadari apa yang dia pegang.

Sebelum sempat membuangnya, bom itu mengeluarkan bunyi klik yang mencurigakan. "Sial, aktif!" Shirou langsung melompat mundur, meninggalkan tubuh anggota Evilus itu bersama bom yang mulai berdetik lebih cepat. Beberapa detik kemudian, sebuah ledakan mengguncang lorong tersebut, cahaya merah dan asap memenuhi ruangan.

Untungnya, refleks Shirou yang cepat menyelamatkannya dari bahaya besar. Meski begitu, sebagian jubah hitamnya terbakar di bagian lengan dan bahu. "Ini... kenapa aku lupa? Mereka gila. Evilus memang selalu membawa bom," gerutunya sambil memadamkan api kecil di jubahnya dengan menepuk-nepuk kain tersebut. "Kalau aku lebih lambat sepersekian detik tadi, aku sudah menjadi abu."

Dia berdiri kembali, menatap tubuh kedua anggota Evilus yang kini hancur karena ledakan. "Jadi, mereka memang tidak membawa kunci itu. Mereka hanya pion yang siap meledakkan diri. Masalah besar jika mereka semua bertindak seperti ini." Shirou menghela napas panjang, mencoba meredakan ketegangannya.

"Aku tak boleh gegabah lagi," dia memperingatkan dirinya sendiri, lalu kembali melanjutkan perjalanan dengan lebih waspada dari sebelumnya. Jubahnya yang robek menambah kesan mengerikan pada sosok bertopengnya, membuatnya seperti hantu yang terus mengintai lorong-lorong Knossos. "Jika ini permulaan, aku bisa membayangkan seberapa dalam gila dan berbahayanya markas ini."