Chereads / Fate x Danmachi: The Sword Prince / Chapter 72 - Chapter 72

Chapter 72 - Chapter 72

Melanjutkan perjalanan bersama, Aiz, yang biasanya pendiam dan tidak menunjukkan banyak emosi, merenungkan percakapan sebelumnya. Meski tidak begitu mengenal cinta, ada sesuatu yang ia tahu pasti: Shirou adalah sosok yang berbeda. Dalam benaknya, ia mengingat cerita ayahnya yang pernah berkata bahwa suatu hari, akan ada seorang pahlawan yang akan membantunya menghadapi takdirnya. Aiz yakin bahwa Shirou adalah pahlawan itu.

Dia juga ingat janji Shirou padanya, bahwa mereka akan bersama-sama mengalahkan One-Eyed Black Dragon, makhluk yang telah merenggut orang tuanya. Menguatkan tekadnya, Aiz akhirnya mengangkat tangannya dengan pelan, menarik perhatian teman-temannya. Dengan suara lirih tetapi mantap, ia berkata, "Aku menyukai Shirou."

Seolah waktu berhenti, semua anggota kelompok itu menatap Aiz dengan mulut ternganga. Aiz yang biasanya dingin dan tak beremosi tiba-tiba mengungkapkan perasaannya adalah hal yang tidak pernah mereka duga. Linne adalah yang pertama memecah keheningan. Dengan nada pelan, ia berkata, "Sepertinya ini cinta segitiga antara Shirou, Lefiya, dan Aiz."

Aiz dan Lefiya bertatapan canggung. Tidak ada yang tahu harus berkata apa. Lefiya merasa dadanya sesak. Orang yang selama ini ia kagumi ternyata menyukai pria yang sama dengannya. Perasaannya menjadi campur aduk—antara kecewa, iri, dan... entah apa lagi.

Namun, Tione mengerutkan dahi, tidak sepenuhnya yakin dengan pernyataan Aiz. Dengan suara rendah, ia berbisik pada anggota kelompok lainnya kecuali Aiz, "Aku ragu itu cinta sejati. Aku yakin Aiz hanya keliru. Aku akan menanyakannya lebih dalam."

Dengan nada serius, Tione menoleh pada Aiz dan bertanya, "Aiz, kenapa kamu menyukai Shirou? Apa alasannya?"

Aiz tampak kebingungan, mencoba mencari jawaban yang tepat. Sebagian besar momen spesialnya bersama Shirou adalah rahasia yang hanya mereka berdua ketahui, jadi ia harus memilih kata-kata dengan hati-hati. Setelah berpikir sejenak, ia menjawab dengan sederhana, "Aku menyukai masakannya."

Pernyataan itu membuat semua orang tertawa. Bahkan Lefiya—yang sebelumnya tegang—tersenyum lega, merasa ada secercah harapan bahwa perasaan Aiz pada Shirou mungkin belum terlalu dalam.

Tione menyandarkan tangannya di pinggulnya dan mulai menceramahi Aiz dengan nada bercanda, "Itu bukan cinta, Aiz. Itu namanya perut lapar. Kalau mau tahu apa itu cinta, lihat aku. Aku mencintai Kapten Finn dengan sepenuh hati. Bukan cuma karena dia hebat, tapi juga karena dia inspirasi bagiku! Cinta itu lebih dari sekadar masakan enak!"

Aiz hanya mengangguk pelan, tidak benar-benar mengerti. Dalam hati, dia merasa perasaannya terhadap Shirou jauh lebih dalam daripada sekadar makanan, tetapi dia tidak tahu bagaimana cara menjelaskan itu. Sementara itu, Lefiya diam-diam merasa sedikit lebih tenang, meskipun dia tahu situasi ini masih rumit. Filvis, yang memperhatikan semuanya dari belakang, hanya tersenyum tipis, menikmati dinamika kelompok mereka yang tidak biasa

Setelah mendengar penjelasan Tione tentang apa itu cinta, Aiz masih belum sepenuhnya paham. Dengan raut wajah polos, dia memandang teman-temannya dan bertanya, "Kalau begitu, menurut kalian, apa arti cinta?"

Semua orang saling pandang, mencoba merumuskan jawaban terbaik. Tatapan Aiz pertama jatuh pada Lefiya, yang langsung memerah seperti tomat. Dengan suara gugup, Lefiya menjawab, "Um... cinta itu... adalah saat kamu memikirkan seseorang hingga terbawa ke dalam mimpi."

Aiz mendengar jawaban itu dengan tenang, tetapi di dalam hatinya, dia mengingat bahwa dirinya pernah bermimpi tentang Shirou. Dia membenarkan jawaban Lefiya dalam hati, merasa ada sesuatu yang relevan dengan perasaannya.

Aiz kemudian mengalihkan pandangannya kepada Linne, yang terlihat terkejut karena mendapat giliran berikutnya. "Aku juga harus menjawab?" tanya Linne dengan ragu.

Aiz mengangguk, membuat Linne sedikit gugup. Setelah berpikir sejenak, Linne menjawab, "Cinta itu... mungkin seperti merindukan sentuhan dari orang yang kamu cintai."

Aiz menatap Linne dengan bingung. "Sentuhan? Maksudmu bagaimana?" tanyanya polos, membuat beberapa anggota kelompok tak bisa menahan tawa.

Aki, mencoba membantu menjelaskan, menambahkan dengan senyum kecil, "Seperti pelukan, atau... mungkin berdansa bersama."

Kata-kata itu membuat Aiz teringat momen spesialnya dengan Shirou. Di dalam hatinya, dia mengingat saat mereka berdansa bersama di perpustakaan—momen yang tak pernah dia ceritakan pada siapa pun.

Namun, sebelum Aiz bisa bereaksi, Tione tiba-tiba menyela, "Dan juga, ciuman! Ciuman adalah bagian penting dari cinta!" Dengan wajah penuh semangat, Tione mulai membayangkan bagaimana rasanya mendapatkan ciuman pertama dari kapten Finn, membuat yang lain menertawakannya.

Sementara yang lain sibuk tertawa, Aiz terdiam, memproses semua yang baru saja ia dengar. Dalam hatinya, dia mengingat bahwa dia sudah "berciuman" dengan Shirou, meski dalam keadaan yang tak biasa. Pertama, saat dia meminumkan Elixir pada Shirou yang pingsan di Rivira, dan kedua, ketika Shirou memberikan CPR setelah dirinya tenggelam. Kedua momen itu kembali terbayang di pikirannya, membuat pipinya memerah sedikit.

Dengan semua ingatan dan penjelasan itu, Aiz semakin yakin bahwa perasaannya terhadap Shirou adalah cinta. Tapi keyakinan itu dia simpan untuk dirinya sendiri, tanpa berniat mengungkapkannya kepada siapa pun—setidaknya untuk saat ini.

***

Di sisi lain, kelompok second string Loki Familia yang terdiri dari Lisa, Nik, Lloyd, Sharon, dan Stark sedang menjelajahi bagian lain dari Daedalus Street. Kelompok ini bergerak dengan lebih santai dibandingkan yang lain, sambil berbincang untuk mengusir rasa bosan.

Saat mereka berjalan melalui salah satu jalan sempit yang penuh dengan ornamen batu khas, Sharon membuka percakapan. "Hei, kalian ingat insiden Monsterphilia beberapa waktu lalu? Aku dengar salah satu monster kabur dan menyerang di jalan ini."

Lisa, yang berjalan di depan, mengangguk. "Iya, aku dengar soal itu juga. Katanya ada pemula yang berhasil mengalahkan monster itu." Dia berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Namanya... apa ya? Oh, Little Rookie, kan?"

Nik, yang sedang mengamati dinding penuh coretan simbol tua, langsung menoleh. "Little Rookie itu Bell Cranel, kan? Orang yang selalu jadi topik hangat di Guild. Kalau dipikir-pikir, petualang biasa pasti sudah mati menghadapi monster seperti itu."

Yang lain mengangguk setuju. Lloyd, yang memegang obor, menambahkan sambil mengerutkan kening, "Serius, seorang pemula level 1 melawan Minotaur dan menang? Kalau aku yang menghadapi itu waktu masih level 1, aku pasti habis!"

Mereka semua tertawa kecil, tetapi tawa itu tidak sepenuhnya menghapus rasa kagum di hati mereka. Lisa, dengan ekspresi sedikit penasaran, menambahkan, "Sekarang Bell sudah level 3, kan? Aku dengar dia semakin hebat. Kalau kita duel dengannya sekarang, mungkin kita semua bakal kalah telak."

Stark, yang lebih pendiam dari yang lain, akhirnya angkat bicara. Dengan nada serius, dia berkata, "Bell memang berbeda. Dia bukan petualang biasa." Tatapannya tampak penuh pemikiran, seolah dia memikirkan sesuatu yang lebih dalam.

Lisa mengangkat bahu. "Tentu saja. Kalau dia biasa-biasa saja, dia nggak bakal dikenal sebagai Little Rookie."

Percakapan mereka berlanjut ringan, tetapi di antara mereka ada rasa penasaran yang tak terucap tentang Bell Cranel dan bagaimana dia bisa mencapai level tinggi dalam waktu singkat.

Saat kelompok second string Loki Familia terus berjalan melewati lorong-lorong rumit Daedalus Street, Sharon memulai topik baru untuk mengisi keheningan. "Hei, ngomong-ngomong soal petualang hebat, gimana menurut kalian tentang Shirou? Aku tahu dia jauh lebih hebat dari Bell, tapi entah kenapa dia memilih untuk menyembunyikan semua pencapaiannya."

Nik, yang sedang memeriksa dinding batu untuk tanda-tanda yang aneh, mengangkat bahu. "Bell itu memang luar biasa, tapi pencapaian Shirou... rasanya hampir seperti dongeng. Aku nggak tahu gimana manusia biasa bisa melakukan hal-hal yang dia lakukan."

Stark, yang berjalan paling belakang sambil memperhatikan jalan mereka, ikut menambahkan. "Bukannya Shirou waktu pertama kali bergabung dengan Loki Familia langsung bikin kehebohan? Aku dengar dia diam-diam sudah sampai lantai 18 sendirian. Itu gila."

Lisa mengangguk, menyeringai kagum. "Dan nggak cuma itu. Di lantai 18, katanya dia bahkan sempat melukai anggota Evilus yang berlevel 6. Padahal waktu itu dia masih level 1. Nggak heran dia langsung double level up jadi level 3 setelah itu." Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Dan setelah melawan corrupted spirit, dia naik ke level 4. Aku nggak bisa bayangin gimana caranya dia melakukannya dalam waktu sesingkat itu."

Lloyd, yang berjalan di depan dengan membawa obor, menggelengkan kepala dengan ekspresi tak percaya. "Hal-hal seperti itu bahkan nggak mungkin dicapai oleh kita. Kalau aku jujur, aku bersyukur Shirou ada di pihak kita. Bayangin kalau dia lawan kita? Kita semua bakal habis."

Lisa, dengan nada serius tetapi sedikit bercanda, menyeringai. "Kalaupun Shirou masih level 1, aku yakin kita yang sudah level 3 ini tetap bukan tandingannya."

Semua orang terdiam sesaat, merenungkan kata-kata itu. Mereka sadar, Shirou bukan hanya sekadar petualang biasa. Dia adalah sosok luar biasa yang bahkan dalam Familia mereka sendiri menjadi legenda. Sharon, sambil berjalan, tersenyum kecil. "Ya, kurasa kita beruntung memiliki dia sebagai bagian dari Loki Familia. Kalau dia musuh... aku nggak mau membayangkannya."

Obrolan mereka terus berlanjut, diselingi rasa kagum terhadap Shirou yang makin memperkuat rasa percaya diri mereka sebagai bagian dari Loki Familia yang memiliki anggota sehebat itu.

***

Finn, Shirou, Gareth, Bete, dan anggota Loki Familia lainnya melanjutkan penelusuran mereka melalui lorong-lorong sempit dan lembap di gorong-gorong bawah tanah Daedalus Street. Aroma campuran air kotor dan lumut yang membusuk memenuhi udara, tetapi semua tetap siaga, mengikuti formasi yang sudah ditentukan.

Finn berada di tengah barisan, tombak kecilnya di tangan, siap memberi perintah kapan saja. Matanya yang tajam mengawasi setiap sudut, mengantisipasi bahaya. Shirou berjalan di belakang dengan tenang, busur tergantung di punggung. Dia tahu bahwa posisinya adalah untuk mendukung dari belakang, dan itu sesuai dengan perannya sebagai "supporter" di misi ini.

Bete, yang berjalan paling depan, tiba-tiba berhenti. Hidungnya mengerut saat dia mencium udara. "Aku mengenali bau ini," katanya, suara rendahnya menggema di lorong sempit. "Monster Violas. Mereka ada di dekat sini."

Finn mengarahkan pandangannya ke arah Bete. "Kalau begitu, pimpin jalan. Ikuti bau itu dan beri tanda kalau kita mendekati sesuatu."

Dengan gerakan cepat, Bete memimpin kelompok menyusuri lorong yang semakin gelap. Bau yang sebelumnya samar menjadi semakin kuat, dan akhirnya mereka tiba di sebuah tangga tersembunyi yang menurun. Semua anggota Loki Familia melangkah hati-hati, memastikan mereka tidak membuat suara berlebihan yang bisa menarik perhatian monster.

Di ujung tangga itu, sebuah pintu besar berdiri menjulang. Warnanya berkilauan seperti emas yang bersinar, meskipun pencahayaan di lorong itu minim. Finn mendekat, matanya memeriksa dengan hati-hati setiap detail ukiran pada pintu itu.

Gareth menyusul, menatap pintu itu dengan mata melebar. "Ini... ini dibuat dari Orichalcum," katanya, suaranya penuh kekaguman. "Logam ini adalah salah satu yang terkuat. Membuat pintu sebesar ini dari Orichalcum pasti membutuhkan biaya luar biasa. Siapa pun yang ada di balik pintu ini jelas tidak sembarangan."

Shirou mendekat, mengamati ukiran dan permukaan pintu itu. Dalam hatinya, dia bertanya-tanya siapa yang akan membutuhkan perlindungan sedemikian kuat di tengah lorong tersembunyi seperti ini. Monolognya terputus ketika Finn angkat bicara.

"Kita tidak tahu apa yang ada di balik pintu ini. Semua bersiap. Gareth, Bete, berjaga di depan. Shirou, pastikan kita punya jalan mundur jika terjadi sesuatu."

Semua anggota Loki Familia mengangguk, formasi mereka berubah dengan lancar. Mereka semua tahu bahwa pintu ini mungkin adalah kunci dari misteri yang sedang mereka ungkap, dan di baliknya bisa saja menunggu bahaya yang lebih besar daripada yang bisa mereka bayangkan.

Ketika mereka masih memeriksa pintu besar berornamen emas itu, tiba-tiba terdengar suara klik lembut. Pintu perlahan terbuka, menciptakan derak yang menggema di lorong. Semua anggota Loki Familia langsung siaga, senjata mereka siap di tangan.

Finn mengangkat tangannya untuk memberi isyarat agar mereka tetap tenang. Dari dalam bayangan ruangan, terlihat sekilas sosok berjubah hitam lengkap dengan topeng yang menutupi wajahnya. Sosok itu berdiri diam sejenak di ambang pintu, memegang sesuatu yang tampak seperti bola kecil bercahaya di tangannya. Tanpa berkata apa-apa, sosok itu kemudian berlari ke dalam kegelapan ruangan.

"Bagaimana dia membuka pintu itu dari jauh?" tanya Gareth, suaranya dalam penuh waspada. Dia memegang kapaknya lebih erat, seolah bersiap menghadapi serangan kapan saja.

Finn menjawab dengan tenang sambil mengamati pintu besar yang kini terbuka lebar. "Dia memegang sesuatu—seperti bola kecil. Mungkin itu semacam kunci yang bisa mengaktifkan mekanisme pintu ini dari jarak tertentu. Sepertinya teknologi atau sihir tingkat tinggi."

Bete mendengus, pandangannya tajam ke arah pintu. "Ini pasti perangkap. Siapa pun yang membukakan pintu untuk kita pasti sudah siap menjebak kita di dalam."

Finn mengangguk setuju. "Kemungkinan besar ini adalah taktik untuk memancing kita masuk. Tapi kita tidak bisa mundur sekarang. Jika ini adalah markas musuh, kita harus menyelidikinya. Tidak ada jalan lain."

Bete menoleh ke Finn dan menyeringai. "Bagus. Aku sudah muak dengan bau gorong-gorong ini. Setidaknya di dalam sana mungkin ada sesuatu yang layak dihancurkan."

Finn menahan senyum kecil sebelum memberi perintah. "Baik. Bete, Shirou, kalian berdua masuk lebih dulu untuk scouting. Jangan terpisah terlalu jauh dan beri sinyal jika menemukan sesuatu. Raul," Finn menoleh ke petualang yang berdiri di belakang, "kembali ke permukaan dan temui kelompok lain. Beri tahu mereka untuk berkumpul di sini secepat mungkin."

Raul tampak ragu sejenak, tetapi kemudian mengangguk cepat. "Baik, kapten. Aku akan segera kembali." Dengan itu, dia berlari kembali menuju jalan yang telah mereka lalui sebelumnya.

Shirou menatap Finn dan bertanya, "Ada sesuatu yang spesifik yang harus kami cari di dalam?"

Finn menjawab dengan tegas, "Cari petunjuk apa pun tentang operasi musuh atau siapa mereka sebenarnya. Tapi ingat, keselamatan kalian adalah prioritas. Jika situasinya terlalu berbahaya, segera mundur dan laporkan."

Shirou mengangguk, lalu melirik Bete. "Ayo, kita bergerak."

Keduanya melangkah masuk ke dalam pintu besar itu, meninggalkan Finn dan yang lainnya berjaga di luar. Bayangan mereka menghilang di balik kegelapan, di mana mereka tahu bahaya bisa saja menunggu kapan saja.

Shirou dan Bete melangkah masuk ke lorong yang sempit dengan hati-hati. Udara di dalam terasa berat, dindingnya kokoh dan memantulkan sedikit cahaya dari kristal kecil yang tertanam di sana. Shirou, yang selalu waspada, mengaktifkan Structural Analysis untuk memahami komposisi tempat itu. Dari analisisnya, dia mengetahui bahwa dinding ruangan ini terbuat dari Adamantite, logam yang terkenal sangat kuat, meski masih berada di bawah Orichalcum dalam hal daya tahan.

"Dindingnya terbuat dari Adamantite," Shirou bergumam lebih kepada dirinya sendiri, namun cukup keras untuk didengar oleh Bete.

"Hah? Jadi maksudnya mereka punya banyak duit untuk bangun tempat ini?" balas Bete dengan nada sarkastik sambil tetap berjalan ke depan.

Shirou hanya mengangguk kecil, pikirannya terganggu oleh sosok bertopeng yang sudah menghilang ke dalam bayangan di ujung lorong. 'Kalau saja aku bisa menggunakan Structural Analysis pada alat yang dia pegang tadi,' pikir Shirou, sedikit menyesal tidak memperhatikan benda itu lebih detail. 'Mungkin aku bisa memprojeksikannya untuk membuka pintu semacam ini di tempat lain.'

Saat mereka mencapai sebuah percabangan jalan, Bete berhenti sejenak dan mengendus udara dengan waspada. "Sepertinya tidak ada jebakan atau monster di jalan masuk ini," katanya santai. "Kita sudah cukup masuk. Saatnya melapor balik."

"Setuju," Shirou mengangguk, meskipun pikirannya masih terasa gelisah. Saat mereka mulai berbalik, perasaan aneh menghampirinya, seperti ada sesuatu yang mengawasi mereka.

Shirou melirik ke atas secara perlahan, dan matanya menangkap sesuatu yang mencurigakan. Di sudut atas langit-langit, ada sebuah bunga yang tampak hidup, dengan kepala bunga yang bergerak mengikuti setiap langkah mereka. Mata Shirou menyipit, mencoba menganalisis benda itu tanpa terlalu mencolok.

"Hei, apa yang kau lihat, pelan amat?" suara Bete membuyarkan fokus Shirou.

"Tidak ada," Shirou menjawab cepat sambil melangkah untuk menyusul. Namun, pikirannya terus memikirkan bunga itu. 'Apa ini semacam alat pengintai? Atau mungkin familiar yang digunakan untuk memata-matai?'

Mereka akhirnya keluar dari lorong, meninggalkan ruangan aneh itu di belakang. Shirou merasa ada sesuatu yang tak beres, tetapi memutuskan untuk menyimpan penemuannya untuk sementara, menunggu waktu yang tepat untuk memberitahukan Finn atau Gareth. 'Jika ini benar-benar pengintai, musuh pasti sudah tahu kita di sini,' pikir Shirou dengan serius.

Saat Bete dan Shirou kembali dari lorong yang mereka telusuri, Finn langsung menoleh, menunggu laporan.

"Jalan masuk aman, tidak ada jebakan atau monster," ujar Bete dengan nada percaya diri.

Namun, Shirou menambahkan dengan nada lebih serius, "Meski begitu, sepanjang jalan ada bunga-bunga aneh di langit-langit yang tampaknya hidup. Kepala bunga itu mengikuti setiap gerakan kami. Kemungkinan besar, mereka digunakan untuk mengawasi kita dan memberi informasi pada musuh."

"Hah, jadi itu alasan kau lama tadi," Bete mendengus, sedikit kesal karena merasa Shirou tak memberitahu lebih awal.

Finn mengusap dagunya, memproses informasi itu. "Jika itu benar, maka musuh pasti sudah tahu posisi kita sekarang. Tidak ada gunanya menghancurkan bunga-bunga itu sekarang karena informasi mungkin sudah sampai pada mereka." Dia melirik tangannya sendiri dan menggerakkan jempolnya dengan resah. "Dan jempolku gatal lagi... Ini pertanda buruk."

Shirou melangkah maju. "Kalau begitu, biarkan aku menyusup lebih dulu. Aku bisa bergerak dengan lebih tenang, menghancurkan bunga-bunga itu satu per satu sebelum mereka mendapatkan informasi lebih lanjut. Setelah itu, aku akan bergabung kembali dengan kalian."

Gareth, yang mendengarkan dari samping, menggelengkan kepala. "Itu terlalu ceroboh. Menyusup sendirian ke tempat yang belum kita pahami risikonya hanya membuka peluang untuk tertangkap."

Finn awalnya terlihat ragu, memikirkan saran Gareth, tetapi kemudian jempolnya berhenti gatal ketika dia melihat Shirou. Seolah mendapat konfirmasi dari nalurinya, Finn akhirnya berbicara, "Mungkin kau benar, Gareth, tapi aku merasa Shirou adalah pilihan yang tepat untuk ini. Jika kau yakin bisa melakukannya, Shirou, maka lakukanlah. Tapi tetap berhati-hati."

"Dimengerti," Shirou menjawab dengan tenang. Dia kemudian menutup matanya sebentar, dan di tangannya muncul sebuah topeng tengkorak serta jubah hitam milik Assassin legendaris, Hassan ibn Sabbah, melalui Projection.

Melihat Shirou mengenakan topeng itu dan membungkus dirinya dengan jubah gelap, aura Shirou berubah. Penampilannya begitu tenang dan mengancam, seperti bayangan kematian itu sendiri. Gareth mendecak kagum meski sedikit khawatir.

"Dengan penampilan seperti itu, kau benar-benar terlihat seperti Grim Reaper," canda Gareth dengan suara rendah.

Finn menepuk bahu Shirou. "Pergilah. Kami akan tetap bersiap di sini."

Tanpa banyak bicara lagi, Shirou melangkah kembali ke lorong yang telah mereka telusuri sebelumnya, tubuhnya menyatu dengan bayangan, seperti seorang pemburu yang tak terlihat.