Keesokan harinya, Shirou bangun saat fajar baru mulai memecah kegelapan. Seperti biasanya, ia bangun lebih awal dari kebanyakan anggota Loki Familia, bersiap untuk mengajar Riveria magecraft di gudang. Setelah mandi cepat dan mengenakan pakaiannya, Shirou melangkah keluar dari Twilight Manor, udara pagi yang dingin menampar lembut kulitnya.
Saat ia berjalan menuju gudang, Shirou bertemu dengan Aiz yang sudah berada di luar. Rambut pirang Aiz tergerai indah, wajahnya sedikit serius namun tampak segar. Aiz tampak seperti biasa akan memulai hari dengan pelatihan.
"Aiz," sapa Shirou dengan senyum.
"Apa kamu akan mengajar Riveria lagi pagi ini?" tanya Aiz dengan nada tenang, tetapi ada kehangatan di suaranya yang biasa.
Shirou mengangguk. "Ya, seperti biasa. Kau sendiri, akan melatih Bell lagi?"
Aiz juga mengangguk. "Iya, dia membutuhkan latihan intensif sebelum War Game. Itu sebabnya aku harus melatihnya sebelum terlalu banyak orang terbangun."
Shirou mengerti kalau Aiz tahu bahwa Bell masih membutuhkan lebih banyak bimbingan. Menatap Aiz, Shirou merasa senang melihat betapa seriusnya Aiz dalam membantu Bell. Aiz tidak hanya berlatih untuk dirinya sendiri, tetapi juga mendedikasikan waktunya untuk orang lain, sesuatu yang mengingatkan Shirou pada dirinya sendiri.
"Terima kasih sudah menyisakan makanan untukku kemarin," kata Aiz dengan ekspresi tulus. Ada rasa syukur dalam suaranya, meskipun wajahnya tetap seperti biasa, kalem dan tidak banyak menunjukkan emosi.
Shirou tersenyum, merasa hangat mendengar itu. "Tidak masalah. Nanti sarapan juga akan kusiapkan untukmu," balas Shirou dengan nada bercanda ringan, namun ada kesungguhan di dalamnya.
Mendengar itu, mata Aiz sedikit berbinar. Meski ekspresinya tetap tenang, ada sedikit kilau di matanya yang menunjukkan betapa dia menghargai perhatian Shirou. "Aku akan menantikannya," jawabnya lembut, seolah Shirou sudah menjanjikan sesuatu yang sangat penting baginya.
Setelah beberapa detik keheningan yang nyaman, Aiz memberi isyarat untuk berpamitan. "Aku pergi dulu. Sampai nanti, Shirou."
"Sampai nanti, Aiz," jawab Shirou, menatap Aiz yang berbalik dan berjalan menjauh, siap untuk melatih Bell. Shirou merasa ada kehangatan yang tersisa di udara setelah obrolan singkat itu.
Kemudian, Shirou melanjutkan langkahnya menuju gudang dengan pikiran tenang. Pagi ini, Riveria menantinya untuk pelajaran magecraft, dan setelah itu ia sudah berencana untuk menyiapkan sarapan yang lebih spesial untuk Aiz.
Shirou masuk ke dalam gudang pagi itu. Di dalam, ia melihat Riveria sudah duduk dengan anggun di salah satu kursi, menunggunya dengan sabar seperti biasanya. Cahaya pagi yang masuk dari jendela kecil menerangi sebagian wajahnya yang tenang, memancarkan aura seorang bangsawan sekaligus seorang High Elf yang penuh wibawa. Namun, di balik ketenangan itu, ada sorotan lembut di mata Riveria saat melihat Shirou masuk.
Saat Shirou berjalan ke arahnya, Riveria memperhatikan sesuatu yang berbeda di wajahnya. Biasanya, Shirou tampak fokus dan penuh semangat saat akan mengajar atau berdiskusi, tetapi pagi ini ada awan kekhawatiran yang membayangi wajahnya. Riveria, yang selalu peka terhadap perubahan emosi orang lain, langsung menyadarinya.
"Shirou," panggilnya lembut, memecah keheningan. "Sebelum kita mulai, aku bisa melihat ada sesuatu yang mengganggumu."
Shirou berhenti sejenak, menatap Riveria dengan mata penuh rasa terima kasih atas kepeduliannya. Bagaimana bisa Riveria selalu tahu apa yang ia rasakan, bahkan tanpa Shirou mengungkapkannya?
"Apa ini tentang Hestia Familia dan War Game melawan Apollo Familia?" tanya Riveria dengan nada tenang namun penuh perhatian.
Shirou mendesah panjang, merasakan bebannya sedikit lebih ringan hanya dengan pertanyaan itu. Ia duduk di kursi di depan Riveria, merasa aman untuk membuka pikirannya.
"Ya...," jawab Shirou sambil menatap ke lantai. "Aku merasa terjebak. Bell dan Hestia Familia akan menghadapi tantangan besar, dan aku tidak bisa melakukan apapun untuk membantu. Aiz sudah melatih Bell, tapi itu saja tidak cukup untuk menenangkan kegelisahanku."
Shirou menghela napas berat, perasaannya campur aduk. "Aku masuk ke Loki Familia untuk menjadi lebih kuat, bukan hanya untuk diriku sendiri, tapi untuk menolong orang lain. Tapi sekarang, aku merasa terhalang oleh aturan. Familia lain tidak boleh ikut campur, dan aku tak bisa membiarkan Bell berjuang sendiri."
Riveria mendengarkan dengan seksama, tidak memotong kata-kata Shirou. Sorot matanya lembut, penuh pengertian. Setelah Shirou selesai berbicara, ia menatap Shirou dengan kehangatan.
"Kau sudah melakukan lebih dari yang kau sadari, Shirou," kata Riveria, suaranya lembut tapi tegas. "Kadang-kadang, bantuan terbaik yang bisa kita berikan bukanlah campur tangan langsung. Kau sudah memperkuat dirimu, dan meski aturan menghalangimu untuk bertindak, kau masih bisa mendukung Bell secara tidak langsung. Seperti yang Aiz lakukan. Dan percayalah, Bell tahu bahwa dia tidak sendiri."
Shirou mengangkat wajahnya, tergerak oleh kata-kata Riveria. Ada kehangatan dan kedalaman di dalam matanya, dan Shirou merasakan sedikit ketenangan meresap ke dalam hatinya.
Riveria melanjutkan, "Ingat, setiap Familia memiliki tantangan dan ujiannya sendiri. War Game ini adalah ujian bagi Bell dan Hestia. Kadang, ujian itu adalah sesuatu yang harus mereka hadapi tanpa kita. Tetapi kau tidak perlu merasa tak berdaya. Dukungan emosional, bahkan dari jarak jauh, juga memiliki kekuatan."
Shirou menatap Riveria dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih, Riveria. Aku... tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpa kata-katamu."
Riveria tersenyum tipis. "Kau akan selalu menemukan jalanmu, Shirou. Kau hanya perlu percaya pada dirimu sendiri dan orang-orang di sekitarmu."
Mereka berdua terdiam sejenak, membiarkan keheningan yang damai itu menenangkan hati mereka. Shirou merasa bebannya sedikit terangkat, dan ia siap untuk melanjutkan pelajaran magecraft pagi itu.
Hari ini, Shirou dan Riveria melanjutkan latihan magecraft mereka, khususnya dalam memperdalam teknik Reinforcement. Shirou sudah beberapa kali mengajarkan dasar-dasarnya, tetapi Riveria merasa masih ada bagian yang belum ia kuasai sepenuhnya. Meskipun Riveria adalah seorang penyihir hebat dengan penguasaan sihir yang luar biasa, teknik Reinforcement, yang berfokus pada penguatan benda mati, terasa lebih rumit dibandingkan sihir alam yang biasa ia gunakan.
"Aku masih belum terlalu lancar menggunakan Reinforcement," kata Riveria dengan nada rendah, meskipun wajahnya tetap tenang. Ia jarang mengungkapkan kekurangannya, apalagi dalam bidang sihir. Namun, di hadapan Shirou, ia merasa nyaman untuk bersikap jujur.
Shirou tersenyum lembut, mencoba membuat Riveria merasa lebih baik. "Tidak apa-apa, Riveria. Teknik ini memang berbeda dari sihir yang biasa kamu gunakan. Mari kita lihat bagaimana kamu melakukannya sekarang."
Riveria mengangguk dan bersiap memperlihatkan tekniknya. Ia menutup mata, mengalirkan konsentrasinya ke punggungnya, di mana magic circuit berbentuk rune berada. Prana mulai mengalir pelan-pelan dari dalam tubuhnya, menggambarkan sebuah pohon yang tumbuh dari biji, sebuah simbol yang selalu ia bayangkan saat mengaktifkan aliran sihirnya.
Dengan gerakan halus, Riveria mengambil sebatang kayu dari tumpukan di dekatnya. Ia fokus, membiarkan prana mengalir dari tubuhnya menuju kayu di tangannya. Perlahan-lahan, kayu tersebut mulai berpendar samar, namun, setelah beberapa saat, kilau itu hanya menutupi sebagian kecil dari kayu itu. Walaupun ia sudah berusaha keras, prana yang terserap oleh kayu itu hanya setengah terisi.
Riveria membuka matanya, tampak sedikit kecewa dengan hasilnya. Ia menghela napas pelan, menyadari bahwa usahanya masih belum cukup sempurna. "Seperti yang kau lihat... aku belum bisa melakukannya dengan benar," katanya dengan nada yang lebih lemah daripada biasanya.
Namun, sebelum Riveria bisa merasa lebih buruk, Shirou mendekat dengan senyum hangat. "Hei, kau sudah melakukan pekerjaan yang luar biasa, Riveria," katanya dengan nada yang menenangkan. "Reinforcement ini lebih sulit daripada sihir biasa karena melibatkan pengetahuan mendalam tentang materi yang kita perkuat. Kau sudah menunjukkan peningkatan yang luar biasa sejak latihan pertama kali."
Riveria menatap Shirou sejenak, merasa tersentuh oleh cara Shirou menghiburnya. Shirou bisa melihat sedikit kebanggaan dan rasa syukur di matanya, meski Riveria jarang mengekspresikannya secara terbuka.
Shirou melanjutkan, "Memang perlu waktu dan latihan lebih banyak untuk menyempurnakannya. Aku juga tidak langsung menguasainya dengan cepat. Yang penting adalah kau sudah membuat prana mengalir dengan lancar, itu langkah besar."
Riveria mengangguk pelan, merasa lega mendengar pujian Shirou. "Mungkin saya terbiasa dengan sihir yang lebih... alamiah. Teknik ini lebih teknis, lebih terfokus pada benda, bukan pada elemen alam. Tapi aku akan terus berlatih," jawabnya dengan tekad di dalam suaranya.
Shirou tersenyum lebih lebar. "Dan aku akan ada di sini untuk membantu kapan pun kau butuh. Cobalah lagi, kita akan melakukannya bersama-sama."
Dengan hati yang lebih ringan, Riveria kembali mencoba teknik Reinforcement, kali ini dengan lebih banyak keyakinan, sementara Shirou terus membimbingnya dengan kesabaran yang tak tergoyahkan.
Riveria terus berusaha dengan sepenuh hati untuk melatih kemampuan Reinforcement-nya dengan bantuan Shirou. Namun, meskipun sudah berkali-kali mencoba, perkembangannya masih sedikit. Setiap kali Riveria mencoba mengalirkan prana ke benda mati, hasilnya tidak sepenuhnya memuaskan. Ia menatap kayu yang ia pegang, masih separuh terisi prana, dan menghela napas panjang, sedikit kecewa.
Melihat reaksi Riveria, Shirou tetap tersenyum lembut, berusaha menjaga semangatnya tetap tinggi. "Jangan khawatir, Riveria. Ini mungkin butuh lebih banyak latihan. Kamu sudah menunjukkan kemajuan yang baik, dan aku yakin, dengan waktu dan kesabaran, kamu akan berhasil. Ini bisa jadi pekerjaan rumah untukmu."
Riveria, yang biasanya tegas dan mandiri, tiba-tiba mengeluh dengan nada manja yang jarang ia tunjukkan. "Pekerjaan rumah, ya?" katanya sambil memandang Shirou dengan tatapan lembut, seolah ingin menghindari tugas itu. "Kenapa rasanya belajar denganmu seperti kembali menjadi murid sekolah?"
Shirou tertawa kecil, merasa senang bisa melihat sisi lembut Riveria yang jarang muncul. "Kalau begitu, biar kuhibur sedikit," kata Shirou, mencoba mengangkat suasana. "Ada cara lain yang bisa kita coba. Bagaimana kalau kau menggunakan Reinforcement pada tubuhmu sendiri?"
Mendengar itu, mata Riveria berbinar dengan antusiasme. Ia sudah pernah mendengar konsep ini, tapi jarang sekali mencobanya sendiri. "Kau bisa menunjukkan padaku?" tanyanya tak sabar.
Shirou mengangguk. Dengan tenang, ia mulai mengaktifkan Reinforcement di kedua tangannya, membiarkan prana mengalir dengan lancar. Tangannya mulai memancarkan aura halus dari prana yang mengisi tiap sel ototnya, menguatkannya dari dalam.
Penasaran, Riveria mendekat, tanpa berpikir panjang, ia meraba tangan Shirou yang telah diperkuat. Shirou sedikit terkejut dengan sentuhan Riveria, merasa gugup saat merasakan kelembutan tangan Riveria yang menyentuhnya. Sentuhannya lembut, tetapi penuh rasa ingin tahu.
"Jadi begini rasanya?" gumam Riveria dengan nada takjub. Tangannya yang lembut dan dingin dengan hati-hati menyusuri jari-jari dan pergelangan tangan Shirou, memeriksa kekuatan yang mengalir di balik kulitnya. "Ini luar biasa... Prananya terasa mengalir sangat kuat dan stabil," kata Riveria dengan kagum, tanpa menyadari bahwa kedekatan ini membuat Shirou sedikit salah tingkah.
Shirou berusaha tetap tenang meskipun merasa sedikit malu dengan kontak fisik yang tiba-tiba ini. "Iya, ini memperkuat tubuhku dari dalam. Dengan latihan, kau bisa melakukannya juga," kata Shirou sambil mencoba menjaga suaranya tetap stabil. Meski merasa malu, ia terus membimbing Riveria yang penasaran, sementara dalam hatinya, ia berusaha mengabaikan perasaan gugup yang muncul karena keintiman situasi itu.
Riveria menarik tangannya perlahan setelah merasa cukup, senyum halus menghiasi wajahnya. "Kau benar-benar luar biasa, Shirou. Mungkin suatu hari nanti aku bisa sekuat ini," katanya, separuh memuji, separuh berharap.
Shirou hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang mulai memerah, berusaha menyembunyikan rasa malunya. "Aku yakin kau pasti bisa, Riveria," balasnya lembut.
Shirou lalu menatap Riveria dengan ekspresi serius setelah ia menunjukkan cara menggunakan Reinforcement pada tubuhnya sendiri. "Sebelum kau mencobanya, aku harus memperingatkanmu," kata Shirou dengan nada tegas. "Jangan terburu-buru."
Riveria yang masih terpukau dengan kemampuan Reinforcement dan sedang membayangkan bagaimana dia bisa memperkuat tubuhnya, merasa seperti tertangkap basah oleh peringatan Shirou. Dengan senyum tenang tapi penuh rasa penasaran, dia bertanya, "Kenapa aku tidak boleh langsung mencobanya?"
Shirou menarik napas dalam, berusaha menjelaskan dengan hati-hati agar Riveria memahami risiko yang ada. "Reinforcement itu sangat berbahaya kalau digunakan tanpa kontrol yang tepat. Jika prana yang kau alirkan terlalu banyak dan melebihi kapasitas tubuhmu, hasilnya bisa fatal. Alih-alih memperkuat tubuh, prana itu malah bisa overload dan menghancurkan bagian tubuh di mana Reinforcement digunakan," jelasnya sambil mengingatkan betapa pentingnya kendali dan keseimbangan dalam menggunakan teknik tersebut.
Mendengar penjelasan Shirou, wajah Riveria langsung berubah serius. Pikirannya terbayang bagaimana efeknya jika ia ceroboh dalam menggunakan Reinforcement. "Apa… maksudmu bagian tubuhku bisa rusak? Terluka?" tanyanya, sedikit panik, karena sebelumnya ia tidak menyadari bahayanya.
Shirou menganggukkan kepalanya. "Ya, betul. Reinforcement memang teknik yang sangat kuat, tapi berisiko tinggi. Jika tidak dilakukan dengan hati-hati, bisa menghancurkanmu dari dalam. Kau ingat bagaimana kaca itu pecah waktu aku menunjukkan overload prana padamu beberapa minggu yang lalu?"
Riveria mengingat dengan jelas peristiwa itu. Saat itu, Shirou menunjukkan contoh bagaimana Reinforcement dapat menguatkan benda mati. Namun, ketika ia sengaja meningkatkan prana berlebihan untuk memberikan ilustrasi apa yang terjadi jika overload, kaca yang digunakan sebagai contoh retak dan pecah berkeping-keping dalam hitungan detik. Suara pecahan kaca itu terngiang di telinganya, dan sekarang, ia bersyukur bahwa Shirou mengingatkannya sebelum ia mencoba tanpa perhitungan.
Riveria merasa sedikit panik di dalam hati, bersyukur atas peringatan Shirou yang tepat waktu. "Jadi bisa seperti itu, ya... Aku tidak menyangka betapa berbahayanya ini."
Shirou tersenyum kecil melihat kecemasan di mata Riveria dan berkata dengan lembut, "Jangan khawatir. Selama kau melakukannya perlahan dan terukur, aku yakin kau bisa menguasainya. Ingat, latihan ini butuh waktu, jadi jangan terburu-buru."
Riveria menarik napas dalam-dalam, merasa lebih tenang setelah mendengar penjelasan Shirou. Dia menyadari bahwa dia hampir bertindak gegabah tanpa memikirkan risiko. "Terima kasih sudah mengingatkanku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau aku langsung mencobanya tadi," kata Riveria dengan sedikit malu, sambil menatap Shirou dengan penuh rasa terima kasih.
Shirou tersenyum lembut, "Itu wajar, Riveria. Reinforcement memang teknik yang rumit, tapi kita akan melatihnya perlahan-lahan, dan aku yakin kau akan bisa menguasainya."
Riveria tersenyum kembali, merasa lebih tenang dan percaya diri, meskipun masih dengan rasa kagum yang besar terhadap Shirou.
Riveria, yang masih terpesona dengan kemampuan Reinforcement, tak bisa menahan rasa penasarannya. Tiba-tiba, ia mendapatkan ide yang tak biasa dan menatap Shirou dengan senyum tipis. "Bagaimana kalau... kau saja yang menggunakannya padaku?" tanyanya sambil mencondongkan tubuh sedikit ke depan, tatapan mata hijau penuh ketertarikan.
Shirou terkejut mendengar permintaan itu. Wajahnya sejenak memerah, dan dia menatap Riveria dengan ekspresi ragu. "Apa? Maksudmu, aku menggunakan Reinforcement pada tubuhmu?" tanyanya, berusaha memastikan kalau dia tidak salah paham.
Riveria menganggukkan kepalanya dengan lembut, dan kali ini, dengan tatapan penuh keyakinan. "Ya, kau yang mengalirkan prana ke tubuhku," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hati dia merasa jantungnya berdegup kencang. "Aku ingin tahu seperti apa rasanya, dan... aku percaya padamu."
Shirou menelan ludah. Ini bukanlah hal yang biasa ia lakukan, apalagi pada orang lain. "Kalau begitu... kau harus benar-benar percaya padaku," kata Shirou dengan suara sedikit berat. "Kau harus membiarkan tubuhmu rileks dan tidak menolak prana yang akan ku alirkan. Jika kau menolaknya atau berusaha melawan alirannya, itu bisa menyebabkan kerusakan."
Riveria tersenyum kecil, menyadari betapa seriusnya Shirou dalam memberi peringatan. Tetapi ia tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Sambil tersipu malu, Riveria menggoda Shirou dengan manis, "Bukankah aku sudah mengatakan sebelumnya... aku rela dengan apapun yang kau lakukan padaku?"
Pernyataan itu langsung membuat wajah Shirou memerah lagi. Ucapannya mengingatkan Shirou pada malam sebelumnya, ketika Riveria berbaring di pangkuannya dengan gaun anggun, memintanya menggunakan Noble Phantasm milik Shakespeare. Bayangan Riveria yang anggun, tidur nyaman di pahanya, muncul kembali di benaknya, membuatnya semakin tersipu.
Riveria memperhatikan ekspresi Shirou yang gugup dan merah, merasa senang di dalam hatinya. Ia sangat menikmati reaksi Shirou yang tersipu, merasa bahwa sisi lembut Shirou ini semakin membuatnya tertarik. Bagi seorang High Elf seperti Riveria, yang jarang menunjukkan kelembutan atau kedekatan dengan orang lain, momen-momen seperti ini adalah sesuatu yang sangat berharga.
Shirou berusaha mengendalikan perasaannya dan berfokus pada tugasnya. "Baiklah," katanya sambil menarik napas dalam-dalam. Dia menatap Riveria dengan serius. "Aku akan mencoba melakukannya, tapi ingat, jika ada sesuatu yang terasa tidak nyaman atau salah, beri tahu aku segera."
Riveria menganggukkan kepalanya, siap untuk apa yang akan datang. Ia menutup matanya, membiarkan tubuhnya rileks dan membuka diri terhadap aliran prana Shirou. Shirou mulai mengaktifkan Reinforcement, mengarahkan prana ke tangannya dan perlahan-lahan mengalirkannya ke tubuh Riveria.
Saat prana Shirou mengalir melalui tubuhnya, Riveria bisa merasakan kehangatan lembut yang menyebar. Tubuhnya terasa ringan, seolah-olah kekuatan tambahan sedang mengisi dirinya. Namun, yang lebih penting dari itu adalah kedekatan yang ia rasakan dengan Shirou. Dalam momen itu, tidak hanya prana yang mengalir di antara mereka, tetapi juga rasa kepercayaan dan keintiman yang begitu dalam.
Shirou, yang masih fokus mengalirkan prana, sesekali melirik Riveria untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik. Ketika dia melihat Riveria tampak tenang dan menikmati prosesnya, dia sedikit lega. Tapi di dalam hatinya, dia tetap tak bisa mengabaikan getaran perasaan aneh yang muncul ketika mereka begitu dekat.
Riveria, yang kini sepenuhnya merasakan kekuatan Reinforcement dari Shirou, membuka matanya perlahan, menatap Shirou dengan senyum lembut. "Seperti inikah rasanya... menggunakan Reinforcement yang sempurna?" tanyanya, suaranya penuh rasa kagum.
Shirou tersenyum kecil dan mengangguk. "Ya, inilah yang kurasakan ketika aku menggunakan teknik ini. Ini tidak hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga tentang menyelaraskan diri dengan prana di dalam dirimu."
Riveria hanya bisa menatap Shirou dengan tatapan penuh penghargaan, dan dalam hatinya, ia semakin menyadari betapa istimewanya pria di hadapannya. "Terima kasih, Shirou," katanya pelan, suaranya penuh kehangatan.
Riveria keluar dari gudang dengan penuh semangat, merasakan efek Reinforcement yang Shirou alirkan ke tubuhnya. Senyum ceria menghiasi wajahnya yang biasanya anggun dan tenang, sebuah perubahan yang jarang terlihat. Ia merasa tubuhnya lebih ringan dan kuat dari sebelumnya, seolah-olah kekuatan tambahan telah meresap ke dalam setiap ototnya.
Untuk mengetes efeknya, Riveria mulai melangkah cepat di sepanjang taman yang berada di dekat gudang, dan tanpa sadar kecepatannya meningkat. Angin segar menyapu wajahnya, rambut hijaunya berkilauan di bawah sinar matahari pagi. Setiap langkah terasa mantap dan penuh kekuatan, memperlihatkan betapa kuatnya pengaruh Reinforcement yang diterapkan oleh Shirou.
Dengan rasa penasaran yang semakin besar, Riveria mengangkat sebuah batu besar yang berada di dekatnya—batu yang biasanya terasa berat oleh Riveria, Kali ini, batu itu terangkat dengan mudah oleh Riveria, seolah-olah tidak ada beban sama sekali. Dia menatap tangannya dengan kagum dan takjub, tertawa kecil pada dirinya sendiri, merasa seperti anak kecil yang menemukan mainan baru.
Shirou, yang melihat dari kejauhan, tersenyum melihat bagaimana Riveria menikmati kekuatan barunya. Dia sudah mengira bahwa efek Reinforcement pada Riveria akan memberi hasil yang mengesankan, tetapi melihatnya langsung membuat Shirou merasa bangga sebagai seorang guru. Meskipun begitu, ada sesuatu yang berbeda dalam kegembiraan Riveria kali ini—bukan hanya karena peningkatan fisik, tetapi juga kebahagiaan dari rasa percaya dan kedekatan yang mereka bangun bersama selama sesi latihan.
Riveria terus mengetes kemampuannya, kali ini dengan lompatan yang tinggi. Kakinya meluncur dengan kecepatan luar biasa, dan ia melompat ke udara, tubuhnya melayang lebih lama dari biasanya. Saat dia mendarat dengan anggun, ia terdiam sejenak, merasakan perasaan luar biasa yang jarang ia rasakan. Kekuatan ini, meskipun hanya sementara, membuatnya merasa tak terkalahkan, dan lebih dari itu, dia merasa lebih hidup—lebih bebas.
Setelah beberapa saat berlatih, Riveria kembali ke dekat Shirou, napasnya masih teratur meskipun dia sudah melakukan banyak gerakan yang cukup menguras energi. "Aku bisa merasakan kekuatan yang luar biasa. Ini benar-benar luar biasa, Shirou," kata Riveria, tatapannya penuh rasa terima kasih.
Shirou tersenyum lembut. "Aku senang kau menyukainya. Tapi ingat, efeknya hanya sementara. Kamu harus menggunakan Reinforcement lagi untuk memperbarui efeknya."
Riveria mengangguk, tetapi senyum ceria itu tidak hilang dari wajahnya. Dia merasa lebih dekat dengan Shirou setelah sesi latihan ini. Mereka bukan hanya guru dan murid, tapi juga rekan yang saling mempercayai. Dan, di dalam hatinya, Riveria bertekad bahwa dia akan terus bersama Shirou, belajar dan tumbuh bersama.
Riveria sedang menikmati euforia setelah merasakan efek Reinforcement di tubuhnya, berlari dengan penuh semangat di taman yang tenang. Namun, tiba-tiba dia berhenti ketika melihat Lefiya yang berdiri terpaku di dekat pepohonan. Lefiya menatapnya dengan mata terbuka lebar, wajahnya penuh kekagetan. Tidak ada dalam bayangan Lefiya bahwa mentornya yang selalu anggun dan tenang bisa bertindak seceria itu—melompat-lompat dan berlari dengan penuh kebebasan.
Dengan cepat, rasa malu merayap di wajah Riveria. Dia berdehem untuk menutupi kegugupannya, kembali ke sikap anggunnya. "Sudah cukup untuk hari ini. Waktu sudah semakin pagi, dan aku harus kembali," katanya dengan nada formal, meski dalam hatinya dia berusaha keras untuk mengendalikan rasa malunya.
Lefiya, yang masih tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, hanya mengangguk dengan kikuk, sambil mencoba mencerna perubahan drastis mentornya. Sebagai seorang High Elf yang sangat dihormati, Riveria jarang menunjukkan sisi lain dari dirinya, dan ini adalah momen yang benar-benar baru bagi Lefiya. Di satu sisi, dia merasa senang bisa melihat sisi ceria dari mentornya, tetapi di sisi lain, dia merasa bingung.
Sementara itu, Shirou, yang diam-diam menikmati reaksi Riveria, tidak bisa menahan diri untuk tidak mencandainya. "Jangan lupa pekerjaan rumahmu, Riveria," katanya dengan senyum nakal, mengingatkan Riveria tentang latihan Reinforcement yang mereka lakukan.
Riveria, yang sudah merasa cukup malu, mempercepat langkahnya dan tidak menoleh ke belakang lagi. Langkahnya semakin cepat menuju Twilight Manor, seolah-olah dia ingin segera melarikan diri dari situasi itu. Namun, dia tidak bisa menahan senyum kecil yang muncul di bibirnya, meskipun wajahnya memerah. Perasaan aneh itu—perasaan malu bercampur dengan kebahagiaan—membuat hatinya berdebar.
Di belakangnya, Shirou dan Lefiya hanya bisa saling pandang, bingung tapi juga sedikit terhibur oleh kejenakaan tak terduga dari Riveria. Shirou berpikir dalam hati, "Sepertinya latihan Magecraft kali ini memberi dampak lebih dari yang aku duga."
Lefiya tertawa kecil melihat Riveria yang berlari riang, kemudian menoleh ke arah Shirou dengan senyum penasaran. "Aku tak pernah melihat Riveria sesenang itu sebelumnya," katanya dengan tawa kecil. "Apa yang kau lakukan hingga membuatnya begitu ceria?"
Shirou, yang masih mengingat momen-momen lucu tadi, tersenyum lebar. "Itu karena Reinforcement yang kugunakan padanya. Dia melompat-lompat riang mencoba efeknya di tubuhnya sendiri."
Lefiya sedikit terkejut mendengar itu, lalu tersenyum kecil. Namun, ada sedikit perasaan yang mengganjal di hatinya, perasaan yang tak bisa diabaikannya. Shirou melanjutkan, "Sebenarnya, Riveria selalu ceria setiap kali aku mengajarinya Magecraft. Aku rasa, dia sangat menikmati proses belajarnya."
Kalimat terakhir Shirou menusuk perasaan Lefiya dengan halus, seperti jarum yang menusuk tanpa disadari. Senyumnya perlahan pudar, dan tanpa sadar, cemburu mulai mengalir dalam hatinya. Lefiya selalu melihat Riveria sebagai sosok yang tenang, bijak, dan jarang menunjukkan emosinya. Tapi sekarang, ternyata ada sisi yang berbeda, sisi yang Riveria tunjukkan hanya ketika bersama Shirou.
Dengan nada yang sedikit berubah, Lefiya bertanya, "Apa... Riveria sering menampakkan sisi itu saat dia berdua denganmu?" Wajahnya mencoba tetap tenang, tetapi ada sedikit kekesalan yang dia coba sembunyikan.
Shirou, yang tak menyadari perasaan cemburu Lefiya, mengangguk sambil tersenyum. "Ya, ada banyak momen di mana dia terlihat sangat berbeda. Dia menjadi lebih ceria, dan jujur saja, itu sangat menyenangkan."
Lefiya menggigit bibirnya pelan, mencoba menahan perasaannya. Dia tidak bisa mengabaikan bahwa Shirou berbicara tentang Riveria dengan begitu ringan, seolah-olah dia sudah mengenal sisi yang sangat pribadi dari mentornya—sisi yang belum pernah Lefiya lihat. Dan perasaan cemburu itu terus tumbuh, meskipun Lefiya berusaha keras untuk menekannya.
"Aku mengerti..." jawab Lefiya pelan, sambil berpikir dalam hati, Apa aku harus melakukan sesuatu agar Shirou memperhatikan aku seperti dia memperhatikan Riveria? Meskipun begitu, Lefiya mencoba mengalihkan pikirannya dan tersenyum lagi, meski senyum itu tidak setulus sebelumnya.
Lefiya merasakan perasaan cemburu yang begitu kuat, menghujam hatinya. Ia merasa cemburu pada Shirou, yang sepertinya mengenal sisi lain Riveria yang belum pernah ia lihat, dan cemburu pada Riveria, yang bisa mendapatkan perhatian penuh dari Shirou dengan cara yang begitu personal. Perasaan itu campur aduk di dalam dirinya—antara rasa kagum, cemburu, dan rasa ingin dekat dengan Shirou yang semakin menguat.
Shirou, yang memperhatikan Lefiya tampak terdiam dan termenung, memanggil namanya dengan lembut. "Lefiya, kau baik-baik saja?"
Lefiya tersentak dari lamunannya, menggelengkan kepala, berusaha mengalihkan pikiran yang menggangu hatinya. Dia menatap Shirou dengan mata yang penuh tekad, meski ada sedikit kecanggungan. "Shirou, aku ingin kau menggunakan Reinforcement padaku... seperti yang kau lakukan pada Riveria."
Permintaan itu membuat Shirou terdiam sejenak, merasa ragu. "Tapi, Lefiya... kau tidak pernah belajar Magecraft sebelumnya. Aku takut kau mungkin tidak terbiasa dengan aliran Prana."
Lefiya, yang merasa dirinya ditolak, segera merengek dengan nada manja, mencoba menarik perhatian Shirou. "Ayolah, Shirou! Aku tak bisa menggunakan Magecraft sendiri karena kau bilang aku tidak punya magic circuit setelah kau mengeceknya dulu. Tapi, setidaknya biarkan aku merasakannya langsung darimu."
Shirou hanya bisa tersenyum kecut mendengar permintaan itu, tetapi pada akhirnya mengalah. Lefiya memiliki keinginan yang kuat, dan dia tidak ingin mengecewakan teman baiknya itu. Namun, ia tetap merasa perlu memperingatkan Lefiya. "Baiklah, tapi kau harus benar-benar rileks dan tidak menolak aliran Prana yang akan kukirimkan. Kalau kau melawan, bisa berbahaya."
Lefiya segera berhenti merengek dan memancarkan senyum ceria. "Aku akan patuh padamu, Shirou. Jangan khawatir, aku bisa melakukannya!"
Shirou menghela napas dan mengangguk, lalu berdiri di hadapan Lefiya. Dia menempatkan tangannya di bahu Lefiya dan merasakan aliran Prananya dengan hati-hati. "Oke, aku akan mulai perlahan."
Lefiya menahan napas, bersiap menerima aliran Prana dari Shirou. Meski ia tidak tahu banyak tentang Magecraft, ia merasa senang mendapatkan perhatian khusus dari Shirou—sebuah pengalaman unik yang membuatnya merasa lebih dekat dengannya.
Seiring dengan aliran Prana yang mulai meresap ke tubuhnya, Lefiya merasa sensasi hangat mengalir di seluruh tubuhnya. Dia menutup matanya, menikmati perasaan itu, merasa begitu terhubung dengan Shirou.
"Rasanya... hangat," gumam Lefiya pelan, senyum kecil terukir di wajahnya.
Shirou tersenyum melihat reaksi Lefiya, meskipun dia tetap berhati-hati. "Jangan terlalu tegang. Biarkan aliran Prana mengalir secara alami."
Lefiya mengangguk, dan rasa hangat itu semakin memenuhi tubuhnya, memberinya pengalaman baru yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Meski dia tidak bisa menguasai Magecraft, setidaknya saat ini dia bisa merasakan apa yang pernah dirasakan oleh Riveria—dan itu membuat perasaan cemburunya sedikit mereda.
Di dalam hati, Lefiya merasa puas bisa merasakan perhatian Shirou yang begitu dekat.
Lefiya, dengan perasaan senang yang menyelimuti hatinya, mulai menguji efek Reinforcement pada tubuhnya. Dia melompat-lompat dengan penuh semangat, merasa ringan dan penuh energi. Setiap gerakan terasa lebih cepat, dan kekuatannya seolah meningkat drastis.
Sambil memperhatikan, Shirou tersenyum melihat kegembiraan Lefiya yang mirip dengan reaksi Riveria sebelumnya. "Hah, kau mirip sekali dengan Riveria saat pertama kali dia mencoba Reinforcement. Sama-sama ceria dan... riang sekali."
Lefiya tertawa kecil, menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Shirou. "Iya ya, mungkin benar aku mirip dia," katanya sambil tersenyum, ada kebahagiaan di matanya yang bersinar cerah.
Setelah beberapa saat bermain-main dengan kekuatan baru yang ia rasakan, Lefiya mulai merasa puas. "Terima kasih, Shirou! Aku tak menyangka bisa merasakan sesuatu seperti ini." Senyum cerianya tak hilang sejak dia mulai merasakan efek Reinforcement.
Shirou tersenyum lembut, merasa puas telah membuat Lefiya bahagia. "Sama-sama, Lefiya. Kalau kau sudah puas, mungkin kita harus kembali sekarang."
Lefiya mengangguk antusias, lalu berdua mereka berjalan kembali menuju Twilight Manor. Sepanjang perjalanan, suasana di antara mereka begitu ringan, meskipun tak ada banyak kata-kata yang terucap. Mereka merasa nyaman hanya dengan kehadiran satu sama lain.
Sesampainya di Twilight Manor, Shirou menoleh ke arah Lefiya. "Bagaimana kalau kita bantu di dapur? Pasti mereka sudah mulai menyiapkan makan pagi sekarang."
Lefiya mengangguk setuju. "Aku akan sangat senang membantu, terutama jika ada kesempatan mencicipi masakanmu!"
Mereka berdua tersenyum bersama, masuk ke dalam Twilight Manor dan langsung menuju dapur untuk membantu persiapan makan.