Chereads / Rumah Tanpa Cinta / Chapter 204 - Sultan-Hara

Chapter 204 - Sultan-Hara

Author POV

Hara terbangun dengan perasaan berbeda hari ini. Tadi malam tidak semengerikan yang dia duga. Tentu saja dia malu setengah mati saat dia akhirnya membuka baju di depan Sultan dan membiarkan Sultan menyentuhnya. Sultan memandanginya dengan tatapan memuja. Hara belum pernah merasakan dikagumi orang lain sebelum ini. Perasaan dikagumi, walaupun tidak mengurangi rasa malunya, itu menyenangkan. Sekarang dia merasa lebih dekat—sexually and physically—lagi dengan Sultan.

"Apa kita jadi pergi besok?" Hara bertanya sambil setengah melamun. Hara duduk di samping Sultan di mobil, kembali ke rumah Hara setelah menginap di rumah orangtua Sultan.

"Iya."

"Nggak bisa diundur sehari aja?"

"Hara! Kita udah ngomongin ini berkali-kali. Kita akan berangkat hari Sabtu dan nggak akan berubah."

"Aku masih belum puas di sini."

"Mau diundur berapa kali juga kamu nggak akan puas. Aku punya tanggung jawab di sana. Kamu tinggal berangkat aja. Nggak perlu cari tempat tinggal di sana. 

Nggak perlu takut kehabisan uang. Ada aku di sana. Apalagi sih masalahnya?"

"Kenapa kamu nggak bisa tinggal di sini? Seperti Bayu. Sarah bilang "

"Aku nggak bisa. Aku udah kasih tahu kamu tentang pekerjaanku dan aku nggak mungkin pindah. Apa kamu mengharapkan aku seperti Bayu?" Sultan sedikit kesal karena Hara seperti tidak mau menjalani semua ini.

"Nggak, hanya saja. "

"Kamu ingin laki-laki yang mau berkorban seperti Bayu itu yang jadi suami kamu? Aku nggak akan menjalani hidupku seperti Bayu. Jangan pernah membanding-bandingkan aku dengan Bayu! Aku tahu apa yang baik untukku, untuk kamu, dan untuk keluarga kita. Kalau kamu merasa pernikahan ini nggak seperti yang kamu inginkan, kamu belum terlambat untuk membuat keputusan dan tetap tinggal di sini. Mungkin mencari suami seperti Arya atau Bayu."

"Kok kamu ngomong gitu sih, Sultan?" Hara membuka pintu mobil dengan jengkel, berjalan cepat masuk rumah.

"Lalu apa lagi? Kita sudah membicarakan ini sejak aku melamarmu. Aku sudah bilang kalau aku akan hidup di Swiss dan istriku harus mau. Kamu mau menikah denganku dan aku menyimpulkan kamu mau tinggal denganku di sana." Sultan berusaha menahan suaranya saat mereka berdua sudah di dalam kamar Hara.

"Itu kan hal yang bisa didiskusikan."

"Nggak. Kamu sudah tahu aku memberi syarat yang sangat jelas dan kamu sudah mau."

"Pilihanmu hanya ada dua, Hara. Kamu, terserah, mau tinggal di sini dan aku nggak tahu akan seperti apa pernikahan kita. Atau kamu ikut denganku ke sana dan menjalani pernikahan ini dengan normal. Apa kamu pikir di sana aku akan menelantarkanmu? Nggak akan ada bedanya di sini dan di sana. Caraku memperlakukanmu akan tetap sama. Aku akan tetap menyayangimu seperti biasanya."

"Aku bukan nggak mau ikut. Tapi aku masih ingin di sini, sebentar aja. Dua atau tiga hari."

"Aku udah nggak punya argumen lagi. Aku tetap berangkat hari Sabtu. Pikirkan dua pilihan itu." Sultan masuk ke kamar mandi, mencegah mulutnya mengatakan hal-hal yang akan menyakiti Hara.

Sultan tidak mengerti apa susahnya pindah ke sana, tinggal pindah saja. Hara tidak harus menderita seperti Sultan dulu. Yang harus mencari tempat tinggal, mencari pekerjaan. Sultan melakukannya sendiri, Wanita itu sendiri yang mengiyakan permintaan Sultan untuk menikah. Sultan tidak memohon- mohon, tidak membujuknya. Sekarang wanita itu tidak mau diajak pindah ke Swiss?

Sultan kecewa dan dia tidak suka dengan perasaan ini. Dia sudah memberi waktu kepada Hara selama dua minggu dan istrinya itu masih saja menawar. Kalau memang dia tidak mau ikut, itu urusannya sendiri.

Sialan! Apa dia pikir dengan menjebak Sultan dalam pernikahan, lalu Sultan akan menuruti semua permintaannya? Untuk hal lain mungkin Sultan akan mau mengalah pada wanita itu. Tapi tidak untuk yang satu ini.

***

Hara duduk di lantai kamarnya, kembali menguatkan ha- tinya. Ini adalah jalan hidup yang sudah dipilihnya. Perjalanan yang harus dilaluinya bersama Sultan. Perjalanan yang memerlukan kerja sama, pengorbanan, kesabaran, dan kesetiaan. Hara berharap pernikahannya dengan Sultan akan semakin kuat dalam perjalanan mereka ini.

Hara mengunci kopernya—koper hadiah perkenalan dari Sultan dulu—setelah memastikan semua bawaannya sudah masuk.

"Kamu udah mandi?" Sultan masuk ke kamar dan menutup pintu.

"Belum." Hara berdiri.

Sultan memeriksa jam di HP-nya.

"Kamu mandi dan siap-siap. Biar nggak kemalaman berangkat ke bandara."

Hara mengangguk dan masuk ke kamar mandi. Hara menyalakan shower dan membiarkan air dingin mengguyur kepalanya. Hari ini berkali-kali dia mencoba menghibur dirinya. Banyak orang harus meninggalkan rumah untuk kuliah atau bekerja. Bisa ke luar kota atau ke luar pulau. Banyak juga yang ke luar negeri. Kalau mereka bisa, mengapa dia tidak bisa?

To Be Continued