Jakarta
Author POV
Hara mengepel rembesan air hujan di kamar tidurnya. Tubuhnya kelelahan.
Selama beberapa hari ini hujan deras turun terus menerus. Rumah Hara, yang memang sudah bermasalah dengan rembesan air hujan sejak lama, kini mencapai titik puncaknya. Genangan air membasahi lantai kamar tidurnya dan Anika. Tembok kamarnya terlihat menggelap terkena air hujan.
Hara menelpon tukang bangunan untuk memperbaiki atap yang bocor.
Setelah tukang datang, Hara malah harus kecewa. Tukang tersebut menjelaskan perlu waktu beberapa minggu untuk memperbaiki atap dan mengecat kamar tidurnya dan Anika. Hara tidak punya pilihan lain. Ia tidak
mungkin khawatir terus menerus setiap kali hujan deras turun. Ia menyuruh tukang tersebut memperbaiki kamar tidur sekaligus ruangan lain yang terkena rembesan air.
Karena pasti tidak nyaman berada di rumah selama perbaikan belum selesai, Hara menelpon Mika dan meminta izin untuk tinggal di apartemennya. Hara membuat keputusan tersebut karena apartemen Mika lebih dekat ke restoran dan kantornya Anika.
Mika langsung menyetujuinya, dan menyuruh Hara mengepak pakaiannya. Dia akan datang menjemput Hara sepulang kerja nanti malam. Saat akan menjemput Hara di restoran.
***
Satu setengah jam kemudian, Mika mengambil koper Hara dari tangan wanita itu. "Bunda akan tinggal sekitar dua minggu," kata Hara lagi sekeluarnya dari pintu mobil Anika.
"Bunda tidak mengganggu mu kan?"
Mika tertawa pendek. ''Bunda dan Anika boleh tinggal di apartemenku sampai kapanpun."
"Baguslah kalau begitu," kata Anika. "Terima kasih, Mika, karena mengizinkan kami tinggal di apartemenmu untuk beberapa minggu ini".
Mika tersenyum tulus. "Aku akan melakukan apa pun untuk keluargaku, Lagi pula kapan lagi aku punya pembantu gratisan seperti Anika yang sukarela membersihkan apartemenku?".
Anika memukul lengan Mika perlahan. "Oh, jadi itu sebabnya kamu mengizinkanku tinggal? Buat jadi pembantu gratisan? Enak saja. Aku tidak mau membereskan barang-barangmu. Aku hanya akan membereskan kamarku sendiri".
"Hei" keluh Mika sambil cemberut. "Setidaknya bereskan ruang tamuku ya," pintanya sambil memelas".
"Baiklah" kata Anika.
Ketiganya masuk ke lift sambil tertawa. Mika menceritakan lelucon kepada Hara dan Anika, mereka tertawa terpingkal-pingkal. Tawa Hara terhenti ketika di lantai dua lift berhenti dan Sultan bertemu di hadapannya.
Hara tahu ia mengambil risiko besar bertemu dengan Sultan saat memutuskan untuk tinggal sementara di apartemen Mika, karena biasanya Sultan sering berurusan dengan Devan. Tetapi Hara tahu ia tidak bisa menghindari Sultan selamanya. Ia harus menghadapinya. Mungkin dengan seringnya mereka bertemu, lama-kelamaan kesedihan dihati Hara bisa hilang, dan ia akan terbiasa melihat Sultan tanpa harus teringat pada kenangan
mereka.
"Om mau bertemu Devan, kan?" tanya Mika sambil tersenyum. Sultan memasuki lift. Dia mencoba menenangkan hatinya untuk yang kedua kalinya hari ini. Di dalam lift, keempatnya tidak berbicara.
Pintu lift membuka di lantai dua puluh. Sultan keluar tanpa menoleh pada keduanya, dengan cepat ia menyelesaikan urusannya dengan Devan dan beranjak dari sana. Ia merasa bukan waktu yang tepat untuk bicara dengan Hara didepan anak-anaknya.
Hara akhirnya menghela napas lega setelah manahannya sejak Sultan masuk ke lift.
"Apakah Bunda sudah berhasil melupakannya?" tanya Mika kepada Hara.
Hara tidak mengerti dengan pertanyaan Mika. "Apa maksudmu?".
"Kami tahu siapa Om Sultan sebenarnya, Bun." Anika memutuskan untuk berterus terang pada Hara.
"Bunda pernah menyukainya sewaktu sekolah dulu."
Hara masuk apartemen Mika. Mengikuti Mika yang sudah berjalan didepannya, "Bagaimana kalian tahu soal itu?".
"Aku memaksa Satya menceritakannya." Anika memegang tangan Hara dan menyuruhnya duduk di kursi ruang tamu.
"Sikap Bunda benar-benar berbeda saat bersama Om Sultan. Saat di rumah Wardana Bunda terlihat lain. Tidak terlihat seperti biasanya. Aku tahu Bunda berpura-pura tidak mengenalnya. Tapi, Bun, Bunda bukan seorang pembohong ulung semakin lama aku semakin curiga dan aku tahu Satya juga menyembunyikan ini semua dari aku dan Mika. Lalu aku mengetahui semuanya dengan memaksa Satya menceritakannya."
"Maafkan Bunda, Nak" kata Hara sedih. "Bunda tidak bermaksud menyembunyikannya dari kalian. Bunda hanya berusaha melupakan masa lalu."
"Aku bisa membuat hidup Om Sultan tidak nyaman," Mika mengusulkan. Hara langsung menggeleng.
"Jangan, Mika. Jangan lakukan apa-pun terhadapnya."
"Kenapa tidak? Dia benar-benar menyakiti Bunda bukan?" Mika menuntut penjelasan Hara.
"Ya. Tapi itu semua sudah menjadi masa laluku," jawab Hara.
"Jadi bagaimana perasaan Bunda padanya sekarang?" tanya Anika akhirnya.
Hara tersenyum getir.
"Sejujurmya aku tidak tahu. Aku tidak mau memikirkan perasaanku padanya saat ini."
Anika dan Mika melihat Bundanya tampak tidak berdaya. Mereka duduk di sebelah Hara dan memeluknya.
"Bunda bisa mengandalkan kami. Bunda tidak harus menanggung perasaan sendiran lagi. Bunda punya kami. Bunda bisa bicara pada kami."
Hara menjatuhkan kepalanya ke bahu anak-anaknya. "Terima kasih".
"Bunda bisa datang pada kami, kapan pun Bunda merasa lelah." Anika tersenyum hangat.
"Bahu kami selalu bersedia untuk Bunda. Hanya saja...'' Mika membuat Hara tersenyum. "Jangan terlalu lama. Karena nanti bahuku kram".
Hara menarik kepalanya dan menonjok perut Mika perlahan. Ia tertawa. Hara sungguh-sungguh beruntung memiliki anak-anak yang bisa menghiburnya.
***
Wardana's Corp
Hara bertemu lagi dengan Sultan sepulang dari restoran tiga hari kemudian. Kali ini mereka bertemu saat sedang menunggu lift di kantor Sultan, ketika Hara ingin menjemput Anika. Keduanya masuk tanpa berkata-kata. Hara berusaha tidak melihat Sultan dan melupakan keberadaan Sultan di sampingnya.
"Buku yang aku tinggalkan saat kita pertama kali bertemu..." Sultan mengakhiri keheningan diantara mereka, "buku puisi bukan?". Hara terdiam.
Sultan berbalik menghadap Hara. "Aku baru saja mengingatnya lagi beberapa hari yang lalu." ditatapnya Hara tanpa berkedip.
Hara memutuskan untuk tidak berkomentar. Tapi ucapan Sultan menyentuh hatinya. Sultan mengingat pertemuan pertama mereka di wartel waktu itu.
Pintu lift membuka di lantai empat belas. Sultan keluar dari lift sambil mendesah. Tiba-tiba tangannnya menahan pintu lift sebelum menutup. Dia menatap Hara dengan lembut, tidak ada kebencian di matanya.
"Maaf," ucapnya perlahan. "Kamu menyukaiku terlebih dahulu tanpa aku sadari. Tapi aku berjanji... aku akan menyukaimu lebih lama dari pada kamu menyukaiku." Sultan melepaskan tangannya dari pintu lift. Sebelum pintu pift tertutup, ia memberi seulas senyuman untuk Hara.
Ketika pintu lift terbuka di lantai berikutnya. Hara keluar dan terduduk di depan lift. Ia menangis perlahan. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan Sultan setelah apa yang di katakan pria itu tadi? Hara benar-benar takut dengan perasaannya. Berawal dari menyukainya, tidak bisa
melupakannya, dan kini mencintainya.
***
Hari-hari berikutnya, Hara memaksa diri mengabaikan perasaannya. Ia menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Ia bekerja tanpa kenal lelah. Perbaikan rumahnya akan segera selesai. Tak lama lagi ia sudah bisa kembali ke rumah.
Hara baru saja kembali dari acara belanjanya di supermarket. Saat membuka pintu apartemen Devan dan Mika, kaki kanannya tiba-tiba kram. Hara menjatuhkan belanjaanya. Ia menyeret kaki kanannya perlahan dan berusaha duduk.
Dikeluarkannya pil penahan sakitnya dari tas. Karena amat sangat kesakitan, ia langsung menelan dua butir. Setelah itu ia berbaring di sofa ruang tamu. Tak lama kemudian matanya terasa berat. Beberapa menit berikunya ia sudah tertidur di sofa.
***
Sultan hendak membunyikan bel apartemen Devan, saat melihat pintunya sudah terbuka. Pagi ini dia ingin menyerahkan rekam medisnya kepada Adam tapi karena Adam dan Dara tidak pulang semalam jadi dia ingin menitipkannya ke Devan.
Sultan masuk ke apartemen Devan. "Dev?" katanya perlahan. Tak ada jawaban, tapi Sultan melihat Hara tertidur di sofa ruang tamu.
Getaran di saku celananya membuat Sultan mengambil ia mengambil telepon genggamnya. Pesan masuk dari Devan.
Maaf. Hari ini pertemuannya batal. Ada masalah yang harus ku tangani di rumah sakit. Aku akan menghubungi Om lagi.
Devan.
Sultan membalas pesan masuk tersebut dengan singkat. Dia melihat kantong belanjaan di tengah ruangan. Dia mengambilnya dan menaruh di meja dapur. Lalu tatapannya beralih pada Hara yang tertidur di sofa.
Sultan berjalan mendekati Hara, lalu duduk di meja kayu ruang tamu. Ditatapnya lekat-lekat. Hara tertidur dengan nyaman.
Sultan tersenyum perlahan, tangannya merapikan rambut di kening Hara. Di telusurinya alis, hidung, dan bibir Hara dengan telunjuknya. Tangan Sultan bergerak turun dan menyentuh tangan Hara. Sebentuk cincin bintang menghiasi jari tengah tangan kiri gadis itu. Cincin bintang itu. Sultan menyentuh perlahan jemari Hara dengan jemarinya.
Sultan memandangi Hara tertidur selama beberapa lama. Setelah itu ia membungkuk dan mengecup kening Hara. "Semoga kamu mimpi indah, Hara."
Sultan keluar dari apartemen Hara dan menutup pintu apartemennya tanpa menimbulkan suara. Sultan tidak bisa menyembunyikan kebahagiaanya. Dia tertawa lebar selama mengemudikan mobil ke rumah sakit.
To Be Continued