Kampus
Rangga benar-benar menjemputnya saat pulang kuliah. Awalnya Gwen yakin dirinya tidak punya keberanian, tapi ia berusaha keras menyakinkan dirinya bahwa Rangga tidak akan pernah menyakitinya lagi. Pria itu sudah jauh berubah.
Maka dari itu, saat mobil Rangga menunggunya di gerbang belakang, Gwen masuk ke kursi penumpang di sebelah Rangga dan duduk disana, membuat Rangga mengerjap tidak percaya untuk sesaat.
"Kita pulang sekarang?" Gwen bertanya pelan.
"I-iya." Rangga bahkan tergagap saat menjawabnya, pria itu melajukan kendaraan dengan sangat pelan karena tidak ingin cepat-cepat sampai ke rumah. Ia ingin bersama Gwen lebih lama lagi. Ini jarak terdekat mereka setelah kejadian pahit itu. "Kamu ingin mampir ke suatu tempat dulu sebelum pulang?"
"Kalau Ruby's Store kurasa aku tidak perlu lagi kesana karena karyawan yang Lukas pekerjakan sudah cukup membantuku dan Ruby. Bisa kita mampir ke supermarket dulu? Kurasa ada beberapa barang yang harus kubeli."
"Tentu saja." Rangga menerimanya dengan senang hati. Semakin lama berada di samping Gwen, semakin membuatnya bahagia. Tentu saja ia tidak akan membuang kesempatan itu.
Rangga menghentikan mobilnya di salah satu supermarket, ia mendorong troli dan mengikuti langkah Gwen memasuki supermarket. Wanita itu memilih-milih barang dan memasukkannya ke dalam troli, sedangkan Rangga sibuk mengamati wajah istrinya. Ini pertama kalinya ia menemani istrinya belanja dan entah kenapa, setiap hal yang berhubungan dengan Gwen mampu membuatnya bahagia.
"Kurasa kita harus membeli buah, seringatku di dalam kulkas tidak lagi banyak buah yang tersisa."
"Benarkah? Aku tidak memerhatikan," Gwen melangkah menuju tempat buah-buahan berada dan Rangga dengan setia melangkah di sampingnya. Karena ada cukup banyak pengunjung yang berbelanja sore itu, Gwen berdiri lebih dekat dengan Rangga, bahkan beberapa kali lengan mereka bersentuhan.
Sentuhan itu membawa ketakutan yang masih sesekali menghantui Gwen, tapi berulang kali ia tekankan pada dirinya sendiri bahwa Rangga tidak akan pernah lagi menyakiti dirinya seperti dulu.
"Hati-hati." Gwen nyaris tersandung sepatunya sendiri karena tidak memerhatikan langkahnya, beruntung Rangga memegangi pinggangnya dan menahannya. Sentuhan itu membuat jantung Gwen berdetak lebih kencang dan wanita itu berjuang agar tidak ketakutan. Ia berjuang keras agar tubuhnya tidak gemetar. "Pehatikan langkahmu." ujar Rangga melepaskan rangkulannya di pinggang Gwen.
"Iya. Maaf." Gwen merasa begitu kehilangan saat tangan itu menjauh dari tubuhnya. Apa Gwen mulai gila karena menginginkan sentuhan dari Rangga dimana sentuhan itu menakutkan sekaligus membuatnya kecanduan?
Apa yang salah dengan dirinya saat ini?
"Ada masalah?" Rangga bertanya cemas saat Gwen hanya memandangnya dengan tatapan kosong.
Gwen menggeleng, berusaha keras mengendalikan dirinya sendiri. Seharusnya ia takut saat ini, tapi gemetar yang ia rasakan di tubuhnya tidak sepenuhnya berasal dari rasa takut, tapi juga berasal dari rasa rindu yang mendamba. Dan Gwen takut pada rasa mendamba itu, ia takut tidak mampu mengendalikannya.
Rangga tidak tahu harus bagaimana, memegangi pinggang Gwen walau hanya sejenak membuatnya teringat saat ia memeluk pinggang itu erat-erat di atas ranjangnya. Ia pasti sudah gila karena tidak mampu menepis keinginan kuat di dalam dirinya itu. Ia pasti benar-benar brengsek karena terus saja menginginkan Gwen dengan cara yang tidak sepantasnya.
Berdekatan dengan Gwen membuatnya bahagia sekaligus tersiksa, tersiksa karena perasaan mendamba yang kian hari kian sulit dibendungnya. Ia tidak menginginkan hal buruk terjadi lagi karena nafsunya. Tapi hanya Gwen yang mampu membuatnya kehilangan kendali seperti dulu.
Hanya Gwen. Bahkan Seema saja tidak mampu membuat tubuhnya tersiksa seperti ini.
"Bagaimana kalau kita pulang saja?" usul Gwen saat suasana terasa semakin canggung.
"Ya." Rangga mendorong troli menuju kasir dan Gwen mengikuti dari belakang. Tangga Gwen menatap tangan Rangga yang memegangi troli, urat-urat tangannya terlihat jelas.
Gwen menarik napas dalam-dalam. Ia pasti sudah gila karena menginginkan tangan itu lagi berada di tubuhnya.
Ini nafsu yang benar-benar akan membakarnya suatu hari nanti.
To Be Continued