Chereads / Rumah Tanpa Cinta / Chapter 75 - Driver Taksi itu Suamiku

Chapter 75 - Driver Taksi itu Suamiku

Wardana's House

Jarak mereka semakin menjauh. Jika pagi hari sebelumnya mereka masih mengobrol untuk mencoba mencairkan suasana, pagi ini Gwen hanya menunduk dan sama sekali tidak bicara.

Rangga yang melihat itu kewalahan menghadapi rasa gelisah di hatinya. Apa Gwen akan kembali menjaga jarak atau malah membuat jarak di antara mereka semakin jauh?

Rangga sangat menikmati usaha mereka untuk berdamai selama dua minggu ini. Karena sentuhan yang tidak ia sengaja tadi malam, jarak di antara mereka semakin besar.

Apa yang harus Rangga lakukan agar Gwen kembali bicara dengannya?

Pria itu menarik napas, Gwen masih menunduk di depannya dan sibuk mengunyak makanan dengan gerakan pelan. Rangga menatap ke arah garasu dengan tatapan frustasi. Saat itulah ia melihat sepeda Gwen. Lalu ia melirik wanita itu.

Rangga beranjak dari kursi dan pegi keluar dari dapur menuju garasi berpura-pura hendak menghidupkan mesin mobilnya, tapi yang ia lakukan adalah bergerak menuju sepeda Gwen. Salah satu kebiasaan Gwen adalah tidak pernah menggembok sepedanya saat sepeda itu berada di garasi. Rangga tahu ini tindakan kekanaka, tapi ia tidak punya pilihan.

Lima menit kemudian, Rangga kembali memasuki dapur dan sarpaan dalam diam.

"Aku pergi." Gwen melangkah menuju garasi dan hendak mengayuh sepedanya. Rangga menunggu hingga lima menit baru ia keluar untuk masuk ke mobilnya. Ia berpura-pura mengamati sepeda Gwen yang tidak bergerak.

"Kenapa dengan sepedamu?" Ia mendekat saat melihat wajah Gwen yang frustasi.

"Aku tidak tahu, tidak mau bergerak." Gwen bangkit dari sepedanya dengan wajah kesal. "Pagi ini kan ujian penting. Kita tidak boleh terlambat."

"Bisa aku periksa sebentar."

Rangga berpura-pura mengamati sepeda Gwen lalu menggeleng.

"Bagaimana?" Gwen bertanya dengan penuh harap.

Rangga menampilkan wajah frustasi. "Kurasa sepadamu harus id bawa ke bengkel."

"Ah," Gwen mendesah frustasi."Kenapa harus hari ini?" ujarnya kesal sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tas.

"Kamu sedang apa?" Rangga melangkah menuju mobilnya.

"Memesan taksi."

"Sudah, biar aku antar saja."

Gwen mengangkat wajah. "Tidak usah. Aku tidak ingin orang-orang dikampus melihat kita berangkat bersama."

"Atau kamu mau memakai salah satu mobil disana?" Rangga menunjuk koleksi mobilnya yang lain. "Tapi aku lupa dimana menyimpan kuncinya." Dustanya dengan begitu lancar.

"Tidak usah, lagipula aku juga tidak bisa menyetir mobi. Aku akan pesan taksi online saja."

Rangga hanya berharap bahwa pagi ini semua driver sibuk dan tidak bisa menerima orderan yang masuk. Rangga berdoa di dalam hatinya.

"Tidak ada yang mau menerima?" Rangga berusaha keras menahan nada bahagia dari suaranya.

"Iya," Gwen mendesah, memasukkan ponselnya ke dalam tas. "Aku telepon taksi saja." Ia kembali mengeluarkan ponselnya.

"Sudahlah, biar aku antar. Kalau kamu tidak mau duduk di sampingku, kamu boleh duduk di belakang. Anggap saja aku sopir taksi yang kamu pesan."

Gwen tampak ragu di depannya.

"Kita akan terlambat jika menunggu taksi. Cepat masuk. Aku antar." Rangga membuka pintu mobilnya dan masuk, menunggu Gwen mengikutinya.

Gwen terdiam beberapa saat, lalu melangkah ragu dan masuk ke kursi belakang. Rangga mengulum senyum kemenangan. Ia mulai menjalankan mobilnya menjauh. Tidak masalah seperti ini asal ia bisa berada di dekat Gwen.

"Apa warna kesukaanmu?" Rangga bertanya saat Gwen hanya diam di belakangnya.

"Putih." ujar Gwen pelan.

"Kebetulan sekali, putih juga warna favoritku." Rangga melirik dari spion tengah. "Kalau penyanyi favoritmu?"

"Banyak," Gwen segera menjawabnya. "Adele, Blackpink, Selena Gomez, Demi Lovato, Taylor Swift, Miley Cyrus, Dua Lipa dan masih banyak lagi sampai aku bingung mana yang benar-benar aku favoritkan." Gwen tersenyum lebar. "Kalau Mas?"

"Entahlah, aku jarang mendengarkan musik."

"Apa Mas tahu? Mendengarkan musik saat sedang lelah mampu membuat otak menjadi rileks dan lelah menjadi hilang sebanyak 50%. Medengarkan musik juga bisa membuat emosi menjadi stabil, tekanan darah menjadi normal dan pikiran menjadi lebih segar. Itulah kenapa orang-orang memiliki lagu tertentu yang mereka dengarkan saat mereka sedang lelah, sedih atau merasa frustasi. Sama sepertiku, saat aku lelah, aku sering kali mendengarkan lagu-lagu Taylor Swift, rasanya membuat tubuh dan pikiranku menjadi rileks." Gwen berujae dengan bersemangat.

Rangga tersenyum lebar. Jarang sekali ia melihat Gwen seperti ini.

"Selain Taylor Swift, lagu apa yang sering kamu dengarkan?"

"Album 30 milik Adele. Dan masih banyak lagi. Aku menyukai semua jenis musik. Tanpa terkecuali."

"Seharusnya kamu mengobrol dengan Tante Namira dan Om Adam, mereka mengerti segala jenis musik. Bahkan dulu Om Sultan, Om Adam dan ayahku membentuk sebuah grup band keluarga ketika mereka muda."

"Sampai sekarang?"

"Tentu saja tidak. Mereka sudah terlalu tua untuk bermain band."

Gwen tertawa. "Pasti lucu melihat mereka memegang alat musik."

Rangga menatap Gwen dalam-dalam saat lampu merah. Ia rela terlambat setiap hari demi memutar jauh hanya untuk mengatarkan istrinya, mendengarkan suara Gwen sepanjang perjalanan ke kampus membuat semangatnya bertambah hingga seratus persen.

"Terima kasih atas tumpangannya." Ujar Gwen saat Rangga menurunkannya di gerbang belakang kampus atas permintaan Gwen.

"Kamu nanti mau ikut UKM musik dulu, kan? Jam berapa aku harus menjemputmu nanti?"

"Tidak perlu, aku bisa naik taksi."

"Aku rasa, aku tidak bisa membiarkan istriku naik taksi saat pulang. Aku jemput pukul lima." Sebelum Gwen mampu membantah, Rangga segera melajukan kendaraan karena takut mendengar penolakan dari Gwen.

Gwen menatap mobil yang menjauh, lalu senyuman kecil terbentuk di bibirnya. Ia bisa melihat usaha keras Rangga untuk berdamai dengannya, meski selama ini ia mejaga jarak, bukan berarti Gwen tidak mengamati apa yang telah pria itu lakukan untuk memperbaiki kesalahannya.

Tiga bulan lebih pria itu melakukan berbagai cara untuk mendekatinya. Dimulai dari bunga, novel, custard di pagi hari dan sering kali makanan saat makan malam Rangga yang sering memasak untuknya, lalu memasak mie tengah malam, pria itu selalu menemaninya, bahkan pria itu masih suka mengikutinya kemana-mana dari jarak jauh. Pria itu berusaha keras membuatnya nyaman dan tidak lagi ketakutan.

Semua perlakuan manisnya yang diam-diam membuat Gwen tersentuh sekaligus terharu. Dan ada sebuah perasaan asing yang menyusup dan tidak mau pergi dari hatinya, malah semakin hari, perasaan itu seolah semakin menenggelamkannya.

Ia juga tidak lagi terlalu sering bermimpi buruk, Gwen juga sudah mulai jarang mengkonsumsi pil penenang.

Apa ia harus berdamai dengan Rangga dan memaafkan semua perbuatan menyakitkan yang pernah pria itu lakukan padanya? Bolehkah ia berharap Rangga melakukan itu bukan karena merasa bersalah tapi karena benar-benar perhatian padanya?

Bolehkah ia berharap lebih?

Terkadang menjadi perempuan itu begitu sulit. Saat benak ingin membenci, tapi hati terkadang berkata lain. Dan salah satu sifat mendasar seorang wanita adalah selalu luluh pada apa yang hati katakan, bukan pada apa yang benak perintahkan.

To Be Continued