Chereads / Rumah Tanpa Cinta / Chapter 74 - Apel vs Bakso

Chapter 74 - Apel vs Bakso

***

Lukas melirik Ruby yang duduk tenang di sebelah kirinya. Ruby mengenakan overall berbahan jeans, dengan style rambut kepang khas dirinya.

"Nanti setelah syuting kita makan siang bersama, yuk?" Lukas berusaha memecah keheningan. Tidak biasanya wanita yang dia ajak keluar hanya berdiam diri sepanjang perjalanan.

"Ibuku sudah menyiapkan bekal makan siang."

"Kalau begitu kamu bawa bekal makan siang itu dan duduk bersamaku," kata Lukas tidak menyerah. Ruby melirik Lukas sekilas.

"Banyak sekali promosi yang kamu siapkan untuk W Resort." Ruby menoleh pada Lukas.

"Karena aku ingin membuat W Resort bukan hanya sebagai tempat penginapan biasa, tetapi juga sebuah brand."

"Brand?" tanya Ruby bingung.

Lukas tersenyum sambil menatap wajah Ruby sejenak. Lalu kembali melihat ke depan. "Ambisiku membangun W Resort juga sebagai merek bisnis. Cukup susah juga untuk menyakinkan Om Sultan dan juga kerabat yang lain. Satu-satunya orang yang belum berminat untuk bergabung hanya papaku."

Ruby tertegun sejenak mendengar penjelasan Lukas. Kali ini ia melihat wajah serius Lukas.

"Kamu tidak seperti anak kuliahan saat ini." Ruby menyipitkan mata. "Kamu lebih terlihat seperti businessman. Kamu tidak sedang berusaha merayuku kan, untuk menyerahkan Ruby's Store itu padamu?"

Mau tidak mau Lukas menoleh pada Ruby sejenak. Ia tertawa melihat kecurigaan Ruby. "No way. Kamu lucu juga ya." ucap Lukas spontan. "Aku tidak perlu menggunakanmu hanya untuk membuat papaku tertarik, Kenapa kamu tidak berpikir bahwa kamu benar-benar sudah membuatku tertarik."

Ruby berdecak kesal setelah Lukas mengerling jail padanya. Lukas terkekeh geli, sementara tangannya menggapai tombol untuk menyalakan radio.

"Aku sudah tidak sabar menemani pacar baruku bekerja hari ini," goda Lukas.

Sambil mengedikkan bahu, Ruby kembali cemberut. "Sebaiknya kamu tidak ngebut karena para asisten itu pasti sudah tertinggal jauh di belakang."

***

Begitu tiba di lokasi syuting beberapa jam lalu, Ruby dan Lukas langsung bekerja. Ruby yang memang sudah siap untuk syuting hari ini tidak melakukan kesalahan yang berarti, sehingga semua berjalan lancar. Kru juga bekerja jauh lebih cepat daripada sesi pemotretan minggu lalu.

Ruby membiarkan asistennya menghampiri. Meera langsung memberikan sepasang pakaian ganti, Adis mengambilkan tas kantor, sedangkan Lina sibuk memfoto untuk dia upload ke akun jejaring sosial Ruby.

"Sial!" Umpatan keras terdengar tidak jauh dari tempat Ruby berdiri. Semua yang ada di ruangan tersebut langsung menoleh dan mendapati Lukas yang sedang memaki-maki di ponselnya. Sutradara berdiri di sebelahnya sambil berusaha menenangkannya, yang lain hanya terdiam dengan wajah ngeri.

"Siapa yang mengatur pesanan untuk makan siang ini?" Lukas berteriak keras tanpa menggubris sang sutradara. Ia melepaskan kancing teratas kemejanya dan kembali berbicara di ponsel.

Beberapa orang di sekitar Ruby terperangah. Ruby manahan napas. Lukas terlihat sangat terbakar amarah. Fira berbisik sangat pelan pada Ruby, "Ia memang terkenal mudah emosi."

Ruby masih memperhatikan Lukas dan terdiam menunggu apa lagi yang akan dia lakukan. Sepertinya makan siang untuk hari ini tidak datang.

Setelah menutup ponsel, Lukas memandang ke luar ruangan. Studio semi terbuka itu cukup meredam suara bising dari luar. Ruby memperhatikan Lukas yang melangkah ke luar dengan cepat. Beberapa orang membuntutinya sementara yang lainnya mulai duduk-duduk beristirahat.

"Kamu tidak berganti pakaian yang lebih santai?" tanya Meera.

"Atau makan ini?" Gina langsung menyodorkan rantang yang sudah ibuku siapkan.

Melihat yang lain harus menunggu jatah makan siang, Ruby dengan setengah hati menerima rantang mungil pink bersusun tiga itu. Bentuknya seperti buah peach. Rantang itu hadiah ulang tahun dari kakaknya, Gwen.

Lukas kembali masuk ke studio. Membuat semua orang di ruangan tersebut langsung diam. Ruby mendapati Lukas yang sudah tersenyum lebar. Lukas langsung menghampiri sutradara. Sejenak kemudian sutradara mengangguk dan memberi isyarat pada beberapa kru untuk membuka pintu studio lebar-lebar. Terlihat seorang laki-laki berusaha mendorong masuk gerobak bakso yang dibantu satu kru, disusul lagi seorang laki-laki yang sepertinya menjual soto.

"Silahkan. Saudara-saudara menikmati bakso, soto dan masih ada lagi tadi di depan, abang penjual sate, nasi dan mie goreng." Lukas menunjuk ke beberapa kru yang duduk-duduk di dekatnya. "Silahkan tambah sesuka kalian."

Kedua bola mata Ruby terbelalak tidak percaya. Semua asisten Ruby sudah ikut mengantre.

"Tolong bawaku aku semangkuk bakso," teriak Lukas ke Nilam yang tengah mengantre bakso.

Ruby mendapati Lukas yang sudah berdiri di dekatnya, kemudian mendengus kesal. "Dia kan asistenku."

"Ayo kita duduk di sana." Tanpa menghiraukan dengusan Ruby, Lukas langsung menyambar pergelangan tangan wanita itu dan menariknya menuju tempat yang tadi digunakan untuk syuting. Ruby pasrah. Lokasi yang sudah diubah layaknya ruang kantor itu menjadi tempat duduk mereka untuk makan siang.

"Biasanya kru hanya kebagian nasi kotak," ucap Ruby sambil duduk. Ia menunjuk ke gerobak yang dipanggil Lukas. "Sekarang mereka seperti pesta di sana."

"Suasana hatiku sedang gembira saat ini." Lukas duduk di meja.

"Teriakan, makian tadi tidak memperlihatkan kamu gembira." sanggah Ruby sinis. Matanya beralih ke meja properti syuting. Meja itu terlihat tidak seimbang dengan tubuh Lukas. Ia menghela napas lalu melambaikan tangan pada Lukas. "Sebaiknya kita bertukar tempat. Lima menit lebih lama kamu duduk di situ, syutingku bisa terhenti karena meja ini entah apa nasibnya."

Lukas tekekeh pelan sambil bangkit berpindah. "Andaikan kamu satu kelas denganku di kampus. Aku pasti akan betah di sana." rayu Lukas tanpa basa-basi.

Raut wajah Ruby langsung berubah. Lukas menepuk pelan lutut Ruby untuk menenangkan. "Sudah, sudah. Jangan marah, nanti bisa keriput sebelum waktunya. Sebaiknya kamu mulai makan. Aku penasaran dengan menu khusus untuk model sepertimu."

Tangan Lukas menggapapi rantang berbentuk apel itu lalu membukannya satu per satu. Satu bagian berisi potongan apel, pisang dan melon. Satu bagian berisi daging ayam dan telur rebus yang dipotong rapi. Satu bagian berisi brokoli rebus, wortel rebus dan salad mix dengan olive oil tanpa ada dressing lain.

Saat itu pulan Nilam sudah berada di belakang Ruby. Lalu meletakkan sebuah mangkuk penuh berisi bakso lengkap dengan es kelapa muda di sampingnya.

"Terima kasih banyak, ya." Lukas menyambutnya gembira. Ruby langsung meringis iri melihat Lukas yang langsung meneguk es kelapa muda di hadapannya. Sejenak kemudian Lukas mendongak dan membuka tangannya dengan sopan. "Mari sayangku, kamu bisa mulai makan makananmu."

"Aku bukan sayangmu," jawab Ruby ketus. Tangannya menggapai tusuk gigi yang tertancap di salah satu potongan apel. Ruby mengunyah apelnya sambil menatap Lukas yang menyuap bakso. Ia berusaha menahan liurnya karena tergoda bakso itu.

Lukas menatap Ruby kembali. "Jadi kamu ingin panggilan sayang yang lain?"

Mata Ruby tertuju pada mangkuk bakso Lukas. "Kenapa kamu tidak langsung makan?" tanya Ruby tidak sabar.

"Tidak baik untuk gigi, habis minum dingin langsung makan panas," jawab Lukas lalu meniup-niup mangkuknya. Membuat aroma bakso menguar ke hidung Ruby. Ia tidak menyadari Lukas tengah memperhatikannya. "Kamu ingin mencicipinya, my dear?" pancing Lukas.

"Hah?" Ruby tidak menyadari Lukas memanggilnya berbeda kali ini. Ruby melirik ke arah pintu studio yang dipenuhi para krus yang antre makanan.

"Tidak ada salahnya hanya mencicipi." lanjut Lukas berusaha memengaruhi. Matanya memperhatikan tingkah Ruby. Ruby menoleh sekilas pada Lukas, kemudian kembali pada bakso itu. Ujung kedua alisnya menyatu seakan berpikir keras.

"Hanya antara kita berdua, ya? Jangan sampai orang lain tahu ya?" kali ini Ruby lebih terdengar seperti memperingatkan.

Lukas membuat gerakan mengunci bibir sambil membelai lutut Ruby yang mulus. Ruby yang tidak menyadari hal itu kembali menatap ke mangkuk bakso. Dengan perlahan ia menusuk salah satu bakso dan menyuapkan ke mulut.

"Sama pacar sendiri tentu saja aku akan mengunci rahasia ini rapat-rapat," goda Lukas dengan senyum lebar.

Ruby sibuk mengunyah lalu mengangguk-angguk setuju tanpa benar-benar mendengarkan Lukas.

To Be Continued