Chereads / Rumah Tanpa Cinta / Chapter 67 - Princess Bunglon

Chapter 67 - Princess Bunglon

Kampus

Devan mulai gelisah saat Satya dan Anika belum juga tampak di kampus. Kemarin keduanya bolos bersama. Sekarang mereka akan bolos lagi? Devan benar-benar tak habis pikir. Sebenarnya ada hubungan apa di antara mereka berdua?

"Mereka ke mana? Lima menit lagi kelas dimulai," ucap Gwen yang

juga gelisah menunggu Anika. Dia takut temannya itu kenapa-napa lagi.

"Anika tidak apa-apa. Jangan khawatir," ucap Rangga singkat yang

duduk di depannya menenangkan.

Devan menyenggol bahu Lukas saat melihat pemandangan di depannya. Lukas hanya tertawa, kemudian membisikkan sesuatu kepada Devan. Mereka berbisik-bisik satu sama lain.

Rangga yang mendapati pemandangan itu langsung melempar tatapan tajam kepada dua temannya. Dia menjauhkan diri dari Gwen, kemudian menghampiri dua temannya. "Kalian berdua lagi ngomongin apa?"

Lukas dan Devan langsung bungkam begitu mendapati Rangga di depan mereka. Keduanya spontan terkikik geli. "Bang, Kamu sama Gwen sudah baikan, kan?" tebak Lukas seketika.

Rangga baru saja akan membuka mulut, tapi suara Gwen keburu memenuhi pendengarannya.

"Anika!" teriak wanita itu.

Dari arah gedung utama terlihat Anika dan Satya yang datang bersama.

Gwen langsung menghampiri Anika. "Kemarin kamu ke mana aja?"

Anika menatap Satya yang berjalan di depannya sebentar.

Keduanya malah melempar pandangan ke arah lain bersama-sama.

"Aku ada urusan kemarin," jawab Anika seadanya.

Anika kembali melirik Satya, yang terlihat terlibat pembicaraan serius dengan Devan, Lukas, dan Rangga. Ia masih mengingat jelas bagaimana pemuda itu marah kepadanya tadi pagi saat menjemputnya.

***

Anika makan roti panggang dengan lahap. Dia memang kelaparan

setelah diculik seharian kemarin dan baru sadar tak mandi seharian

kemarin.

"Pagi. Udah mandi belum?"

Anika hanya melirik sekilas, kemudian melanjutkan makan roti.

"Kamu kayak bunglon, tahu nggak? Dikit-dikit berubah, dikit-dikit berubah."

Anika menganga karena rotinya disambar Satya.

Anika mendelik. "Bisa kan kamu ambil di sana," tunjuknya pada piring roti bakar di depan Anika.

"Yah… aku maunya yang ada bekas tanganmu, gimana dong?" ucap Satya menggoda Anika.

Anika mengerjap, kemudian mengambil tas. "Ayo berangkat!"

Satya mencibir. "Dasar Princess Bunglon!"

Anika menghentikan langkah, menatap Satya datar. "Kamu bilang aku apa?"

"Princess Bunglon."

Anika menyikut perut Satya dengan kasar, lalu pergi begitu saja,

tidak memedulikan erangan Satya yang kesakitan di belakangnya.

***

Dan setelah itu Satya tak mengajak Anika bicara sepanjang perjalanan. Bukankah dia yang salah? Satya sendiri yang memberikan gelar tak diinginkan kepada Anika. Lalu kenapa pula dia yang marah?

Anika hanya memandang datar ke arah Satya, kemudian kembali memandang Gwen.

"Yakin kamu nggak ke mana-mana sama Satya?"

Anika menggeleng. "Kamu sendiri… sudah baikan sama Rangga?" balas Anika, yang spontan membuat wajah Gwen memerah karena malu. "Kenapa kalian belum masuk kelas?" ucap Anika mengalihkan pembicaraan.

Gwen mencelos. "Nungguin kalian lah!"

Anika kaget. "Kamu kenapa?"

Gwen menggeleng. "Nggak apa-apa."

Terlihat Devan yang melambaikan tangan ke arah mereka, menyuruh mendekat.

Gwen langsung mengangguk, kemudian menarik tangan Anika agar berjalan karena bel sudah berbunyi.

Stevan terlihat asyik memperhatikan Gwen yang sedang fokus berjalan sambil mendengarkan lagu lewat earphone nya. Devan, Satya, dan Lukas entah membicarakan apa, sampai-sampai mereka meninggalkan Anika berjalan sendirian.

Saat Anika akan masuk ke kelas...

Byuuur...

Anika segera menyingkir dari air yang mendadak tumpah di dekatnya. Jantungnya berdegup kencang. Karena teman-temannya jauh di depannya maka tak tahu insiden tersebut.

Anika meringis. Tangan kirinya yang masih diperban dan terkena air tadi terasa panas. Kulit di sekitarnya memerah.

Anika berjongkok. Ia mencelupkan ujung telunjuknya ke tumpahan air yang menggenang di lantai. Berasap. Spontan ia menarik tangannya. Astaga! Air panas!

Satu nama langsung tercetus di pikiran Anika.

To Be Continued