Wardana's House
Ruby melihat ibunya dan kakak sulungnya, Nathan menyapa ramah pasangan Rama dan Anita Wardana. Ia sudah beberapa kali berjumpa orangtua Lukas. Namun, Lukas tak pernah ikut bersama mereka. Melihat Rama Wardana yang tinggi, Karina menduga tubuh Lukas sama persis dengan perawakan ayahnya. Sementara senyum memikat Lukas dan gaya candanya mungkin dari mendiang ibunya. Entah dari mana bakat playboynya.
Ruby kembali melihat Nathan yang berdiri di tengah-tengah mereka. Mau tidak mau Ruby menggeleng-geleng melihat kakaknya yang terlihat lebih kecil.
"Ayo! Kenapa kamu malah diam saja." Kinanti melambaikan tangannya pada Ruby. Matanya memberi kode ke arah box makanan berisi apple pie yang Ruby pegang. "Ini, Ruby khusus membuat apple pie untuk dessert nanti." Kinanti sedikit menarik lengan Ruby agar maju.
"Ini, Tante," kata Ruby pelan.
Wanita yang dikenal sebagai pemilik salah satu butik terkenal di Indonesia itu langsung menghampiri Ruby. Ia tersenyum tipis dan menerima box apple pie dari tangan Ruby dan memberikannya kepada Gwen yang berada disebelahnya.
Gwen menerimanya dengan satu tangan dan tangan lainnya menggandeng adiknya sementara Anita masih menyapa tamu-tamu yang masuk. "Kita jarang sekali bisa berkumpul bersama di rumah. Karena ulang tahun nenek malam ini, semua jadi bisa berkumpul."
Ruby melirik Gwen yang masih merangkul lengannya. Ia melirik ke arah ibunya, dan mendapati senyum dingin yang sudah ia hafal. Berbeda jauh dengan senyum Gwen yang super ramah dan hangat.
Rumah keluarga Wardana mempunyai banyak jendela yang terbuka, halaman yang lebih luas, banyak sekali tanaman hias, dan pohon rindang di depan dan belakang rumah. Ruby yang memang belum pernah masuk ke rumah ini, mulai mengedarkan pandangan.
"Memangnya Lukas dan Dara jarang datang kemari?"
Mendengar salah satu nama musuh bebuyutannya disebut-sebut, Ruby spontan menoleh pada Gwen. Kakaknya masih tetap menggamit lengannya.
"Dua anak itu tidak betah tinggal di sini. Mereka punya kesibukan masing-masing, mau bertemu saja sudah susah. Apalagi Dara akan segera kuliah di Aussie, bisa-bisa semakin susah untuk kumpul keluarga." jelas Satya.
Ruby hanya berharap Lukas tidak bergabung bersama mereka malam ini. Ia benar-benar tidak ingin menyampaikan kata maaf kepada playboy menjijikan itu.
"Hai semuanya!" Seorang wanita yang tampak sangat mirip dengan Namira-ibunya Satya, Adara, tersenyum kepada mereka. Wajahnya yang putih mulus dan rambut hitam panjang membuat Ruby membayangkan sosok Namira saat muda.
Dara yang masih mengenakan seragam sekolahnya datang sambil bergandengan tangan dengan laki-laki bule. Dara terlihat cerah dan bahagia, penuh perawatan kulit nyaris sempurna, berbeda jauh dengan laki-laki di sebelahnya, membuat Ruby ingin tertawa geli.
"Vernon." Ruby berjabat tangan dengan laki-laki itu sambil tersenyum kecil.
"Ah! Akhirnya aku bisa bertemu Ruby. Aku sering mendengar informasi tentangmu dari ka Gwen," sapa Dara bercipika-cipiki dengan Ruby.
"Setiap kali aku datang mengunjungi tokomu, kamu selalu tidak ada. Padahal, aku berharap sekali-kali kita bisa hangout." Dara tertawa renyah. Ruby yakin saat ini pipinya sudah memerah karena malu.
"Memang tidak salah ide Lukas untuk mengontrak Ruby sebagai model W Resort," ujar Satya tersenyum lebar.
"Maaf, maksudnya Lukas yang mengusulkan?" tanya Ruby tanpa basa-basi.
Satya berbalik menatap Ruby masih dengan senyum ramahnya.
"Ya, konsep itu dia bangun untuk W Resort jauh lebih besar daripada yang Om Sultan harapkan. Jauh lebih sempurna, bahkan dia berharap pada masa mendatang diharapakan terus berkembang. Dan tidak menutup kemungkinan untuk menambah ke..."
"Aduh... aduh... kenapa jadi semakin serius pembicaraannya. Belum juga adikku dipersilahkan duduk. Nanti dilanjut lagi sambil kita makan." Sela Gwen sambil tertawa renyah.
Mereka langsung menuju ruang makan. Ketika duduk, Ruby memandang satu kursi kosong di sebelahnya sementara pikirannya mulai mengutuki Lukas. Dasar setan! Ternyata yang punya usul mengontrakku Lukas sendiri, umpat Ruby dalam hati.
Ia menghela napas panjang saat suara yang sangat ia kenal terdengar.
"Jangan katakan kalian sudah mulai pestanya tanpa diriku." Semua orang menoleh ke lorong arah ruang tamu, termasuk Ruby. "Kalau kalian sudah mulai makan, aku tidak akan membagikan makanan penutup yang sudah repot-repot aku bawakan ini." Lukas mendekat sambil membawa dua kotak besar berisikan dessert.
Lukas langsung menatap Ruby dengan senyum khasnya sambil mengangkat kardus itu, seakan bangga sudah membawakan sesuatu. Betapa terkejutnya Ruby saat melihat Lukas mengedipkan sebelah matanya dengan sangat nakal. Rasanya ia ingin melaporkan kelakukan Lukas kepada semua orang yang ada di ruangan ini.
Tak lama kemudian, Lukas berjalan mendekati meja makan setelah menyerahkan kardus itu ke pembantunya. Emily Wardana duduk di "kursi kepala keluarga" dengan meja memanjangm sementara Gwen duduk di sebelahnya. Di sebelah kanan Emily ada Sultan dan Rama di sampingnya. Ruby harus menerima untuk duduk di antara Rama dan Lukas. di depannya ada Dara yang duduk bersama Vernon.
Vernon yang ternyata juga seorang anak dari teman bisnis Rama dan Sultan Wardana semakin membuat mereka antuasias membicarakan tentang bisnis. Ruby melirik ibunya yang sama antuasiasnya dengan Dra membicarakan tentang perkembanngan fashion. Ia hampir pasrah saat beralih melihat Gwen yang tengah berdiri, menadah piring saji yang di antarkan kedua pembantunya. Aku harus segera mencari topik sebelum di playboy ini mengajak berbincang, batinnya.
Gwen meletakkan hidangan berupa ikan berukuran tanggung di hadapannya. Kedua mata Ruby terpaku pada sajian itu. Tanpa ia sadari ia mulai menggigit bibir bawahnya sambil membayangkan lezatnya hidangan-hidangan yang ada di meja. Otaknya mulai memikirkan mana yang akan ia sendok lebih dulu.
"Melihat banyaknya makanan ini, aku harap masih ada ruang di perut kita nanti untuk dessertku." Ruby langsung melirik Lukas. Kemudian menyipitkan matanya yang malah membuat laki-laki itu tersenyum lebar.
"Gwen, kamu menyiapkan banyak sekali makanan," ucap Kinanti yang langsung menghentikan pembicaraan dengan Dara.
"Cukup jarang kami mengadakan acara seperti ini di rumah. Dan lagi anak-anak juga sedang berkumpul." Sultan menimpali Kinanti.
Ruby yang memang jarang ikut acara makan seperti ini merasa seperti melayang terbang ke langit ketujuh.
"Ini semua rendah lemak bu. Jadi, jangan cari-cari alasan untuk tidak makan. Aku tahu betul Ruby sedang menjaga pola makannya," ucap Gwen yang sudah kembali duduk di kursinya. Ruby tersenyum kikuk pada Gwen sebelum menoleh manatap ibunya. Seakan ia berada di bawah komando, menunggu aba-aba.
Saat Kinanti mengedikkan dagu sebagai isyarat mengizinkan, Ruby langsung tersenyum superlebar. Ia cepat-cepat menegakkan tubuh dan tidak menghiraukan sekelilingnya yang juga mulai menyendok. Saat Ruby mengambil salah satu sendok lauk, Lukas mendadak menangkup tangannya.
"Oh... maaf, maaf." Lukas melepaskan tangannya dengan perlahan. Ia tersenyum lebar sambil menatap Ruby nakal. "Kamu duluan saja."
Ruby hanya bisa menghela napas pelan sementara ia meletakkan sendokan lauknya yang pertama ke piring. Lukas langsung menangkap tangan Ruby saat wanita itu berusaha mengambil lauk yang ada di depan piringnya.
"Biar aku yang ambilkan." Lukas sengaja sedikit meremas tangan Ruby. Tangannya yang panjang kemudian bergerak cepat meletakkan sesendok penuh sayur di piring Ruby.
"Oh, aku teringat sesuatu." kata Kinanti yang membuat semua menatapnya. Ruby dengan cepat membisikkan kata "cukup" agar Lukas berhenti menambahkan lauk ke piringnya.
"Aku bertemu Lukas saat fitting baju pernikahan Gwen. Saat itu aku masih belum tahu siapa Lukas." Kinanti langsung memandang Ruby dan Lukas bergantian. "Kalian sudah saling mengenal jauh sebelum itu."
Ruby memandang kikuk ke semua wajah yang memperhatikannya, Lukas bersandar santai di kursinya. "Kami pertama kali berjumpa di tokonya, tante." jawab Lukas masih dengan santainya.
"Dunia memang sempit." sambung Sultan.
"Saya bertemu Ruby pertama kali di tokonya dan sejak saat itu saya sering membuatnya kesal setiap kali kami berjumpa."
Ruby terbengong-bengong mendengar pernyataan Lukas. Kinanti yang sudah menatapnya membuat Ruby semakin bingung. Saat itu juga ia ingin menendang tulang kering Lukas.
"T-ta-tapi..." Ruby hanya bisa terbata-bata.
"Ah dasar, anak-anak. Lukas memang sangat usil." Sultan berusaha menengahi. Meski yang lain jadi tertawa. Ruby masih kalang kabut, terdiam memikirkan cara menjelaskan kepada ibunya.
"Dia masih saja dendam sampai-sampai menyundul kepalaku sampai benjol begini." Lukas masih melanjutkan. "Aku berusaha menawarkan bendera putih dengan mengajaknya makan siang saat break pemotretan," ungkap Lukas sambil memainkan ekspresi wajah.
"Ruby menyundul kepalamu?! Sebenarnya apa yang terjadi saat kalian berjumpa di Ruby's Store?" tanya Dara dengan antusias. Semua memandang Lukas sambil tergelak.
Ruby benar-benar salah tingkah sekaligus kesal pada playboy itu. Ia amat sangat ingin meluapkan kekesalannya. Kakinya menendang ke mana saja saking kesalnya.
DAK~
"Aak!"
Ruby terbelalak. Lalu mengalihkan pandangan ke arah Lukas yang tiba-tiba berteriak.
"Oh Tuhan." Ruby berbisik pelan. Kedua tangannya otomatis menangkup bibir. Betapa bodohnya ia malam ini.
Semua orang di meja makan itu seketika berhenti tertawa dan menatap Lukas. Lukas menunduk sementara kedua tangannya mengusap-usap tulang kering kirinya.
Ruby mendapati ibunya yang sudah menatapnya kaku. Ia tahu ia sudah membuat ibunya semakin geram malam ini.
"Bantu Gwen di dapur menyiapkan apple pie buatanmu untuk Lukas tadi," ucap Ruby dingin.
To Be Continued