Kampus
Lukas POV
"Oh God! Ini sudah kesekian kalinya. Aku pikir kau tidak kepikiran lagi sama besanmu itu." Devan mendesah panjang lalu menjatuhkan tubuh ke kursi.
Aku menggerutu kesal.
"Dia sama sekali tidak peduli waktu aku minta maaf," gerutuku sambil memandangi sekumpulan wanita yang menari liar di layar ponsel. Pandanganku menerawang untuk beberapa saat.
"Sudahlah. Lupakan saja. Ruby masih kecil. Umurnya masih dua puluh tiga tahun. Dan yang paling penting dia adik dari kakak iparmu."
"Tapi dia tidak kelihatan masih dua puluh tiga tahun, kan?" ceplosku. Membuat Devan menatap sinis.
"Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan." Devan berdiri lalu melangkah ke sampingku.
Aku melirik kesal. Persahabatan yang terlalu kental menjadikan kami dapat menebak isi hati masing-masing.
"Gwen, Satya, Anika dan yang pasti kakakmu sendiri Rangga, bisa semakin marah besar jika kamu berniat mempermainkan Ruby."
"Aku tidak mempermainkannya," sahutku kesal.
Devan berdecak kemudian berbalik menatap ke jendela menuju lantai bawah.
"Sebaiknya cari mangsamu di bawah sana, Lukas. Dan hilangkan Ruby dari kepalamu."
Melirikku yang masih bergeming, aku balas memandangnya. "Oke. Oke. Aku katakan alasannya..."
"Jangan katakan kau ingin aku memata-matai Ruby lagi?!"
"Bukan itu!" Aku memasukkan kedua tangan ke saku celana. "Aku tidak bisa ikut denganmu untuk night club. Kamu ingat, kan? papaku memberiku saham besar di W Resort, aku tidak bisa meninggalkannya."
Aku dan Devan memulai bisnis kegemaran kami dengan menghabiskan malam di berbagai night club dan rave party misterius.
"Hanya itu?" Devan mengernyit tidak percaya. "Tidak perlu alamat kosan baru Ruby atau no ponselnya?"
"Kali ini aku bisa mendapatkannya tanpa bantuanmu, Dev," jawabku penuh percaya diri. "Tapi tenang! Aku tidak akan macam-macam."
"Aku pegang janjimu!" ujar Devan serius.
Tepat saat Devan menyentuh kenop pintu kelas, Aku membuka mulut. "Aku hanya berjanji aku tidak akan macam-macam, Dev. Tapi, aku tidak berjanji untuk hal yang lain."
Devan membalikkan tubuh dan mendapati aku tersenyum licik.
To Be Continued