Dewa baru tadi pagi menghubungi beliau ini untuk mencari informasi mengenai Anggia dan Safira. Siangnya, sudah dapat kabar darinya. Sejak di perkenalkan oleh neneknya, Dewa sudah beberapa kali menggunakan jasanya. Dan bisa di sebut memang berguna sekali untuk berbagai kepentingan yang cukup mendesak membutuhkan informasi. Pak Jo, begitu sebutannya. Dia menganggap sebagai detektif swasta yang bisa di sewa siapa saja awalnya. Tapi ketika bertemu dengan Marina kehidupannya berubah. Dulu pak Jo ini pernah bekerja di kepolisian sebagai intel, setelah pensiun muda karena berbagai alasan. Akhirnya membuka kantor jasa ini.
Yap, sejak bertemu dengan Marina nenek Dewa, dia dipercaya menjadi detektif pribadinya. Sudah banyak informasi yang di dapatkan olehnya dan di berikannya kepada Marina, semuanya benar dan akurat. Termasuk skandal hubungan gelap suaminya dulu. Bahkan sebelum Marina mendapat kabar dari sopir pribadinya, dia sudah tahu, walau masih belum percaya sepenuhnya. Kasus pertamanya adalah tentang kehilangan putranya Yudha, dia pun tahu banyak dari informasi yang di berikan pak Jo ini. Walau sudah di serahkan kepada Dewa, tapi Marina masih menggunakan jasanya. Termasuk mencari keberadaan Anggia dan Safira, sama seperti yang di minta Dewa. Tapi Pak Jo, bisa menjaga rahasia antar kliennya, termasuk Marina dan cucunya. Dia bisa memilah informasi yang sesuai dengan keduanya. Pasti tujuan mereka berbeda, walau tugasnya sama.
Maka ketika dia memberikan informasi kepada Dewa dan Marina, reaksinya tentu berbeda. Karena infomasi yang diberikan juga berbeda, kepada Dewa lebih mendetail di banding kepada Marina. Walau baru bertemu, Pak Jo sudah bisa menilai seperti apa Dewa. Menurutnya, Dewa mempunyai gabungan karakter Marina dan Ardhi Wijaya. Di satu sisi, ada sifat ambisius ingin tahunya besar terhadap sesuatu, kuat tapi ada kelemahan juga, tapi teredam oleh sifat Marina yang diam-diam menghanyutkan serta penuh perhitungan.
Pak Jo tentu tahu rahasia besar klan Wijaya semuanya. Termasuk di lingkaran luarnya. Jadi mudah mencarinya, karena tidak jauh dari itu. Dewa membuka file yang di berikan olehnya, dia terkejut.
"Aria Permana, Sudarmin dan Sudarto ?" ujarnya tertegun. Pak Jo mengangguk.
"Aria Pratama adalah putra Sudarmin! Sudarmin adalah mantan suami Anggia! dan ... Sudarto adalah rival Sudarmin dan dia adalah mantan Anggia sebelum bersama Sudarmin !" jelas Pak Jo. Dewa terdiam, sebenarnya dia mengetahui masa lalu kakeknya, karena memang berhubungan dengan mereka. Ketiganya saingan dalam menjalankan bisnis termasuk properti dan kontruksi.
Dewa sempat terkejut awalnya, ternyata bisnis itu seperti ini. Tidak sesederhana yang ada di pikirannya selama ini. Tapi rumit dan penuh tantangan yang tidak sedikit. Makanya banyak rumor mengatakan bisnis itu kotor sama seperti seorang pejabat atau yang masuk politik di negeri ini. Apa lagi perusahaan sebesar Palm Co. Dewa harus tahu banyak pesaing terberat mereka, itu pula yang di ajarkan oleh papa dan kakeknya.
"Kamu tahu Dewa, papa juga dulu begitu !" ujar Bagas, suatu hari ketika curhat bahwa tender pengadaan barang untuk pembangunan, tiba-tiba di batalkan padahal 80 persen sudah mau jadi.
"Padahal, papa sudah tahu seluk beluk bisnis sejak menjadi asisten pribadi mamamu! ternyata itu belum apa-apanya, ketika terjun langsung !" lanjut papanya tersenyum. Dia pun memberitahu celah untuk mengatasi itu. Salah satunya mencari informasi apa sebabnya dan itu berhasil. Itu baru satu dari berbagai masalah, belum lagi lainnya. Karena persaingan sangatlah ketat, tak jarang mereka bermain kotor.
Begitulah Dewa selalu berdiskusi dengan papanya dan juga kakeknya dalam segala hal sehingga menjadi sekarang ini, padahal usianya masih muda dan tentu masih membutuhkan pengalaman lainnya. Untuk menjadikan dia pengusaha sukses bukan hanya karena dari asalnya atau warisan saja, tapi juga usaha sendiri dan juga mungkin meneruskan klan Wijaya selanjutnya,
"Terima kasih, pak Jo atas informasinys! aku akan mempelajarinya nanti !" ujar Dewa tersenyum setelah menerima file.
"Oke bos, jangan khawatir! saya selalu membantu apa pun itu! oh iya ini file mengenai artis dan lainnya yang berada di naungan Palm Entertaiment !" Pak Jo kemudian kembali menyerahkan file lainnya kepada Dewa, dan dia menerima sambil mengangguk.
"Ada pertanyaan lain bos ?" tanya pak Jo, sambil tersenyum dan tahu apa yang ada di pikiran Dewa. Dewa menggeleng kepala.
"Untuk saat ini tidak! kalau pun ada, nanti aku telpon pak Jo saja !" jawabnya lelaki berumur 50 rahunan itu mengangguk mengerti. Dan pamitan pergi.
-----------------
Dewa menghela nafas, dan ponselnya pun berdering. Dia menerimanya, dan ternyata itu dari papanya, dia lupa ada janji makan siang bersama.
"Oke, pa! kita ketemu di tempat biasa? iya, Dewa akan segera kesana !" jawab Dewa, setelah itu menelpon Sarah untuk mendengar apa tugas selanjutnya. Ternyata memang ada jadwal makan siang dengan papanya. Dan setelah itu Dewa bangun, dan menuju keluar dari ruangannya. Sarah sendiri setelah mengantar Safira segera pergi, karena ada urusan penting dari bosnya sendiri.
Dewa sudah berada di mobilnya dan keluar dari kantornya, dan melaju ke arah pusat kota Jakarta, membutuhkan waktu cukup lama untuk ke sana. Selama perjalanan dia pun mendengarkan musik untuk bersantai selama perjalanan yang memang cukup macet di mana. Ponselnya kembali berbunyi, untung dia menggunakan alat earphone di telinganya.
"Hai bro, apa kabar !" serunya, ternyata dari sahabatnya.
"Ada apa ?" tanyanya, sambil menyetir, dan mengecilkan volume musiknya.
"Oh, oke! nanti malam kita ketemu ya ..." begitulah obrolan antara Dewa dan temannya.
Tak lama Dewa pun sampai di tempat tujuan, sebuah mall besar dan mewah di Jakarta, tak lain tak bukan milik mereka sendiri Palm Mall. Berdiri tegak di antara komplek perkantoran, apartemen dan juga hotel. Dewa menuju parkir basement seperti lainnya. Mall ini di peruntukan untuk kalangan menengah ke atas, terdiri lima lantai dan cukup luas. Banyak toko-toko, dari lokal. Sedang brand ternama biasanya di lantai 3 dan empat, sedang lantai lima makanan, hiburan dan bioskop.
Dewa keluar dari mobil dan menuju lantai lima, setelah sampai dia kemudian memasuki restoran Jepang, karena ini makanan favorit kedua orang tuanya. Termasuk papanya. Dan benar saja, Dewa melihat Bagas sudah duduk di sana. Mereka bersalaman dan cium pipi setelah itu duduk. Bagas sudah memesan makanan, kini Dewa melihat menu.
"Bagaimana ?" tanya Bagas sambil menatap putranya, yang sekarang sudah tumbuh dewasa, usianya hampir 25 tahun ini, ya tinggal beberapa bulan lagi. Bagas tak mengira bahwa waktu cepat berlalu. Seakan kemarin masih bayi dan anak-anak. Dewa tersenyun sambil meminum minuman yang datang lebih dahulu di banding makanannya.
"Baik lah, pah !" jawabnya.
"Oh begitu, bagaimana Safira ?" tanya Bagas, Dewa tertegun.
"Baik! tadi sudah datang dan sudah di tangani mba Elsa! yang aku angkat menjadi manajer utama bidang agensi model yang baru !" jelasnya, Bagas mengangguk, dan tahu kemampuan saudara sepupu dari putranya itu, memang hebat.
"Pasti ... kamu sudah tahu kan? tentang ... Safira ataupun Anggia ?" tanya papanya hati-hati, tak lama makanan papanya datang dan kemudian dirinya. Dewa tentu saja mengangguk. Untuk sementara keduanya menikmati makanan dahulu, sebelum di lanjutkan kembali obrolannya.
Bagas tak menampik bahwa semuanya, mau tidak mau tahu masa lalu kakek dan nenek mereka, toh beritanya cukup heboh. Walau dulu masih kecil, dan tak tahu apa pun, tapi seiring berjalannya waktu pasti akan tahu juga semuanya. Dan kini tiba-tiba seseorang hadir mengingat kejadian waktu dahulu, yang sudah agak terlupakan oleh mereka semua.
"Aku, sudah tahu infonya pa !" ujar Dewa, setelah makan. Bagas tertegun, dia menyadari kalau Dewa dekat dengan neneknya pasti ada sesuatunya.
"Oh, begitu! apa infionya ?" tanya Bagas penasaran, Dewa menatap papanya. Dia tahu berita ini harus di ketahui oleh mereka, tentu dengan jalur yang mereka tahu. Dewa pun menceritakan, untungnya mereka di pojokan yang tidak terlalu di perhatikan pengunjung lain. Bagas tertegun, ada banyak pertanyaan dia mengajal Dewa ketempat lainnya, dan dia setuju.
Kini mereka berada di Cafe Shop di Lobby hotel Palm Hotel yang terhubung langsung dengan Mall, bukan hanya Hotel, tapi juga Apartemen dan perkantoran bisa langsung bisa ke Mall ini. Makanya tak heran, semuanya langsung sold out ketika di jual waktu lalu. Tempat parkir pun luas, antara semuanya punya area khusus masing-masing. Jadi tak perlu pergi dari satu tempat ke tempat lainnya dengan mobil. Para penghuni perkatoran atau pun Apartemen bisa saling terhubung juga. Misal para karyawan perkantoran bisa tinggal di apartemen yang ada di sini atau bisa menginap di hotel bintang empat dengan harga discount.
"Lalu siapa mereka ?" tanya Bagas, sambil meminum secangkir kopi kesukaannya. Dewa pun menceritakan informasi yang di dapatnya, sambil meminum minuman yang di pesannya juga.
"Oh begitu, apa semua itu ada yang memberitahumu ?" tanya Bagas, Dewa terdiam.
"Santai saja Dewa, papa dan semuanya pasti punya informasi sendiri !" ujar Bagas tersenyum. Dewa pun membalas tersenyum.
"Iya pa, kenalan dari oma !" jawab Dewa sambil menatap papanya.
"Sudah ku duga !" ujar papanya.
"Dia pasti hebat! karena informasinya lebih akurat! di banding punya papa, mama mu, bahkan kakekmu sendiri !" puji papanya.
"Oh ya? loh bukannya sama ?" tanya Dewa, Bagas menggeleng kepala dia pun menceritakan informasi yang di dapatnya. Dewa tertegun tak percaya.
"Begitu, iya juga ya !"
"Dewa, kita mencari informasi, untuk siap siaga saja! bila terjadi sesuatu, bukan untuk mencurigai seseorang! tapi apa salahnya hati seseorang mana kita tahu, walau mungkin dia sudah berubah! tapi kita jangan dulu, bertindak! biarkan dulu dan lihat saja, kalau ada indikasi buruk maka kita bisa peringatkan !" ujar Bagas, Dewa mengangguk.
"Oke, kurasa cukup! papa masih ada tugas lainnya! terima kasih infonya ya !" lanjutnya sambil melirik jam tangannya, Dewa mengangguk.
"Lalu, bagaimana denganmu ?" tanya Bagas.
"Sudah selesai saat ini! ada sih, satu pertemuan tapi di sini! aku akan istirahat dahulu di Apartemen atau hotel !" jawab Dewa. Bagas mengangguk dan pamitan pergi. Dewa pun sama. Dia masih bersantai, karena dia akan berttemu dengan klien yaitu diretur stasiun televisi, untuk bekerja sama dalam proyek FTV dan artisnya dari agensi miliknya.
Dia mendapat kabar kalau Direktur ini minta imbalan artis baru, Dewa tahu itu. Tapi dia bukan seperti yang lainnya. Kalau di luar itu ada apa-apanya antara artisnya dan direktur itu, bukan tanggung jawabnya, tapi akan ada penilaian sendiri. Karena semua artisnya mendapat manajernya masing-masing dan harus memberi laporan ke masing bagian sebelum masuk ke mejanya.
Tentu saja Dewa tak ingin artisnya punya side job seperti itu. Tapi sebagai pimpinan tentu akan menaikan pamor artisnya setinggi mungkin, sehingga tumbuh kepercayaan orang lain atau pemegang modal menjadi tinggi. Tak lama orang yang di tunggu pun tiba, kini Dewa pindah ke bar hotel.
"Hallo pak, apa kabar !" sapanya, kepada seorang lelaki bertubuh kekar, dia di kenal sebagai Direktur berpengalaman, pernah di televisi lain memegang berita dan kemudian ke hiburan. Dia tahu, harus mendapatkan artis yang dapat menaikan rating, selain dengan cerita dan sutradaranya. Palm Entertaiment sejak dulu, dan sempat vakum di kenal mempunyai artis yang bagus. Dia kenal dengan pemiliknya dahulu.
"Hallo juga !" jawabnya, Dewa memintanya duduk, kemudian memanggil pelayan untuk memesan minuman.
"Jadi ... bagaimana ?" tanya Dewa, yang sebelumnya memang sudah bertemu. Lelaki itu menatap aneh kepadanya.
"Oke, kita setuju! tapi untuk yang pertama mungkin 6 FTV dulu! bila ratingnya bagus, maka akan di lanjutkan! bagaimana ?" tanyanya sambil tersenyum dan mengambil minuman yang sudah di sajikan.
"Oh, begitu! tak masalah !" jawab Dewa, membalas tersenyum dan juga mengambil minuman untuknya.
"Anu ... bagaimana permintaan ... saya !" ucapnya pelan. Dewa menatap tersenyum.
"Tak masalah, nanti akan aku antar ke tempat anda! dia model baru dan ... masih fresh !" jawab Dewa tersenyum, muka lelaki itu memerah. Dewa mengeluarkan sebuah foto.
"Dia juga akan di masukan dalam proyek ini! dia dari luar kota !" ujar Dewa, dan lelaki itu mukanya semakin memerah menatap foto ... seorang lelaki bertubuh tegap dan berotot.
"Usianya, baru 18 tahun! bagaimana ?" tanya Dewa, dia tersenyum misterius. Tentu saja Dewa melakukan itu untuk sesuatu kedepannya. Lelaki itu mengangguk dan memasukan foto itu ke tasnya, dengan tergesa, takut ketahuan yang lain. Dewa mengeluarkan kontrak kerja sama dan menyodorkan kepada lelaki itu. Tanpa berpikir panjang lelaki itu pun menandatangani surat itu, di atas materai termasuk Dewa, dan setelah itu Dewa akan mengirimkan surat itu ke pihak stasiun televisi dan satunya untuk dirinya. Dewa menawarkan untuk memesan makanan sepuasnya apa pun itu dan kemudian mereka berdia mengobrol banyak.
------------------
Dewa, menggerakan badan. Karena merasa lelah, untuk hati ini. Dia memutuskzn menginap di hotel saja. Tapi sebelum itu dia ke mall umtuk membeli pakaian ganti. Tak lama dia pun sudah berada di suite room miliknya yang cukup lias di lantsi atas yang harga permalamnya 2 juta. Tapi itu belum lah seberapa masih ada termahal yaitu 3 juta permalam. Tentu saja karyawan dan staf hotel tahu, siapa Dewa sebenarnya, makanya melayaninya dengan baik.
Dewa pun membersihkan tubuhnya yang atletis dan cukup kekar karena sesekali dia fitnes juga. Tubuhnya serasa segar, setelah itu dia membersihkan muka dan bercukur, karena malam ini dia akan pergi han out ke klub, bersama teman-temannya semenjak kuliah dulu, yang masih tetap ketemuan sampai sekarang. Dia menatap dirinya di kaca dan kemudian keluar kamar dengan menggunakan handuk. Dia mengeluarkan kemeja dari tas belanjaan departemen store, harga tak jadi masalah baginya. Tak perlu bermerek, apa pun cocok di pakai olehnya. Setelah rapi, baru dia menyemprotkan minyak wangi men branded favoritnya dan bersiap berpesta ria ...
Bersambung ....