KENAPA ANAK LAKI-LAKI SUKA RECEH, POLOS ITU SERU, LUGU ITU LUCU, NAMUN CULUN JADI KEBIASAAN
"Tidak semua harus dikerjakan dengan serius, dengan kesenangan akan memudahkan ide brilian muncul spontan."
#
Suasana kelas sangat bising. Gaduh dan berantakan di tambah cuaca yang panas gersang. Angin kering menambah panas.
Beberapa siswa sudah menguap dan ada yang meletakkan kepalanya pada meja.
Nampaknya sudah tidak memungkinkan untuk berceramah pada mereka kalaupun dipaksakan berceramah malah capek sendiri namun tidak ada yang masuk pada pendengaran mereka. Mata melotot pikiran melayang terbang ke awan dan kosong Ketika ditanya hanya bisa bengong. Menyedihkan!
"Sudahlah kayaknya aku harus memulai trik lain agar mereka memperhatikan baru akau kasih tugas sedikit saja agar cepat selesai!" gumam Pak Joko dalam hati.
Joko perlahan melangkah ke pintu. Dia duduk sejenak Kembali kekursi guru, lalu pura-pura buka-buka halaman buku. Setelah beberapa saat barulah dia menemukan ide.
Dengan kepala menunduk diliriknya siswa dikelas. Lirikannya menyapu kelas, hingga matanya tertuju pada sosok Saifudin yang merebahkan kepalanya di meja. Nampak seolah terpejam.
Joko menepi dari depan kelas lalu berkeliling sambil mengikat tangan di belakang.
"Kayaknya lesu sakali kamu Din?" disapanya Saifudin yang duduk di bangku tepi kiri nomer 3 dari depan seraya mendekat.
"Biasa pak, lagu lama!" sahut Supri yang duduk di pojok kanan yang nampaknya juga sama kucelnya. Seakan Supri tak rela Saifudin yang akrap disapa Udin mendapat simpati lembut dari Pak Joko.
"Diem baelah kau, awak idak ditanya. Aku bae biaso!" Udin mulai bersuara. Kepalanya sedikit didongakkan dan wajahnya menghadap ke Supri.
"Ah kemaremen, tambah soyo kembagus." (Ah kesenengan tambah semakin sok bagus). Supri mengomel dengan Bahasa Jawanya.
Siswa lain dalam ruangan itu hanya senyum-senyum seolah lega karena ada jeda belajar. Otot leher terasa kaku karena harus tegak dan serius mendengarkan guru menjelaskan materi. Ditambah suasana panas siang hari dan hawa ngantuk setelah isoma (istirahat salat Dzuhur dan makan siang). Setiap perut kenyang di siang hari selalu mengundang badan untuk rebahan.
"Nahhhhh.....akhirnya saya bisa menyimpulkan bahwa kalian sesungguhnya pura-pura mengantuk agar belajarnya santai!" kata Pak Joko sambil tersenyum simpul, lalu berjalan menuju mejanya di depan kelas.
"Tidaklah pak, memang ngantuk beneran!" spontan Udin menjawab berusaha membela diri dengan gerak agak gemulai.
"Kami cuci muka dulu ya Pak!" Dito bergegas ke depan minta izin ke toilet untuk cuci muka.
"Saya juga Pak!" beberapa siswa yang lain ikut keluar dengan senyum cengengesan seperti iya seperti tidak. Wajah yang sangat mencurigakan. Namun di suatu sisi Pak Joko sangat disapointed dengan keadaan yang seperti ini.
Dalam kelas tinggal 12 siswa. Tadinya terdapat 30 siswa dalam satu kelas itu. 2 orang alpa dan 1 izin jadi di kelas ada 27 siswa. Dan sekarang hanya tinggal 12 siswa. Pak Joko merogoh saku celanaya yang kosong dengan dengan 2 tangan sambil tersenyum geli melihat tingkat anak-anak itu.
Sementara itu mereka antri mencuci muka di mushola yang tempatnya agak jauh dari kelas. Sambil terkekek Udin membasuh mukanya.
"Sebentar aku tak cari inspirasi dulu di teras mushola sekolah ini!" seloroh Supri sambal membersihkan lantai teras Mushola untuk diduduk.
"Iya-iya aku juga, otakku lagi tumpul sangat butuh inspirasi!" sahun Doni salah satu dari teman sekelas.
"Dasar kebanyakan alasan! Ayo yang lain balik ke kelas aja!" Alfen si ketua kelas yang agak lebih idealis daripada teman-teman sekelasnya dengan langkah coolnya melangkah menuju kelasnya. Beberapa teman yang serasa seperti anak buahnya menguntit dari belakang mengikuti dengan setianya.
Luar biasa pesona dan pengaruhnya sehingga satu persatu rombongan itu mengikuti Alfen dan tinggal Udin dan Doni yang di teras.
Sambil terkekek tanpa merasa berdosa Uding nyengir karean di hianati romongannya.
"Ayo bos kita balik, takut sama kapten Alfen!" kata Doni sambal cengar-cengir klingsutan.
"Iya nanti kita scrap gayssss hahahaha....!"
Sambil tergopoh-gopoh mereka berdua ikut mengejar Kapten Alfen.
Alfen masih di depan memimpin rombongan kelasnya, belok kanan walaupun itu tidak perlu lurus saja juga sampai. Namun belok kanan lebih seru, melalui kelas Meyta si Jelita di AP 2 versi TKR. Jalannya diperlambat bila di depan pintu tiap kelas yang dilalui begitu juga di depan pintu kelas AP 2 ini.
Sontak seluruh isi kelas AP 2 menoleh ke luar pintu menatap rombongan TKR yang sedang berjalan sebagaimana peragaan busana menunjukkan pesonanya masing-masing.
Bu Wulan yang sedang menjelaskan materi langsung terhenti karena siswanya sedang menoleh ke pintu melihat rombongan anak-anak TRK yang lewat sambal pamer gigi.
Dengan geram Bu Wulan menuju pintu. Lalu buru-buru menutupnya. Sontak seisi kelas tertawa.
"TKR Bu, itu nyari Meyta!" seloroh Vivi yang tau kalau Alfen naksir Meyta.
Meyta tersipu malu. Mukanya memerah dan menunduk.
"Iya ya Meyta? Jadi itu tadi niatnya ngapelin kamu?" ledek Bu Wulan yang merupakan guru mata pelajaran Kearsipan. Bu Wulan juga masih gadis. Dia dari suku Jawa namun tinggal di Kayu Agung. Logatnya sudah seperti orang Kayu Agung asli karena tinggal di sana sejak lahir. Orang tuanya PNS dari Sumedang yang bertugas di Kayu Agung.
Meyta memandang Bu Wulan dengan malu-malu lalu menggeleng.
"Pilih-pilihlah, jangan asal mau ya!" kata Bu Wulan sambal tersenyum. "Tapi Si Alpen kayaknya anak rajin, penampilannya rapi!" lanjutnya menilai penampilan Alpen tadi.
"Iya Bu, Alpen juara betahan di kelas bu, ketua kelas juga!" kata Vivi sepertinya sudah tau betul mengenai Alpen. Dia seperti intel yang suka memata-matai cowok di sekolah ini. Cowok singgel atau sudah berstatus pacar orang dia
Sementara rombongan kapten Alfen sudah jauh. Tidak terdengar lagi suara sepatunya. Sambil senyum-senyum seperti menuangkan rasa bangga sudah melintas di depan kelas pujaan hati. Mendapat simpati dan perhatian seisi kelas AP 2, rasanya luar biasa. Kebanggaan yang istimewa.
##
Pak Joko rupanya masih duduk di mejanya sambil memainkan tangannya. Sementara siswa mengerjakan tugas di bangkunya masing-masing. Suasan hening sesekali terdengar suara siswa tersebut berbisik-bisik. Mendiskusikan jawaban dari tugas yang mereka kerjakan.
Rombongan Alpen sudah mulai dekat dengan kelasnya.
"Pak Joko sudah keluar belum ya?" tanya salah satu dari mereka.
"Pasti belum, Pak Joko 4 jam!' jawab Alpen tenang dan datar.
"Kita masuk kelas lagi ya?" tanya Udin kalem agak letoy.
"Terserah kamulah!" jawab Alpen dingin seperti menghadapi cewek yang kurang disukainya. Membuat beku hati sanubari.
"Iya ...iya Pen, nih aku masuk duluan!" dengan gemulai Udin berjalan duluan masuk kelas diikuti yang lain.
"Permisi Pak!" sambil agak membungkuk Udin masuk kelas menuju bangkunya. Teman-teman yang lain mengikuti dari belakang.
"Iya silahkan duduk!" jawab Pak Joko tenang dan ramah
"Silahkan dikerjakan Latihan soal halaman 56 nomor 1 sampai 10 saja yang esay itu ya!" kata Pak Joko memberi perintah kepada siswa-siswa yang baru masuk itu.
Tanpa disuruh dua kali mereka segera bergegas mengerjakan tugas itu. Ada yang gabung dengan teman di bangku paling belakang. Ada yang berkumpul beberapa siswa seperti kelompok mengitari bangku Alpen. Namun ada juga yang sendiriian, yaitu Udin. Udin anak yang asyik tapi dia sangat mandiri. Tugas-tugas dikerjakan sendiri. Dia tidak suka nyontek pekerjaan teman sekalipun itu pekerjaan Alpen.
Suasana kelas makin panas karena cuaca musim kemarau. Di luar gersang dan tandus. Debu sesekali dihembus angin berterbangan.
Jam-jam terakhir memang sering kali membuat ngantuk. Namun siswa-siswa disini asal diberi tugas akan tetap dikerjakan dan selalu berusaha menyelesaikannya sebelum pelajaran berakhir.
Namun di luar kelas pada 2 jam pelajaran terakhir sering berkeliaran siswa-siswa bolak balik ke toilet. Entah itu memang mau buang air kecil atau hanya cuci muka atau juga hanya jalan-jalan cari udara segar. Merasa berat tekanan udara di dalam kelas disertai tekanan pembelajan.
Gelagat anak memang aneh-aneh. Kadang hanya sekedar bosan dengan pelajaran mereka beralasan untuk pergi ke toilet. Kadang juga karena reaksi terhadap guru yang kurang disenangi oleh siswa tersebut.
###
Akhir bulan, suasana tenang dan santai. Tidak ada guru-guru yang terlihat bergerombol ngobrol di depan kelas antara 2 atau 3 orang. Namun di samping kantin Pak Yusuf beberapa guru Nampak asyik ngobrol. Beberapa diantaranya meninggalkan tugas di kelas, lalu keluar mencari udara segar. Ruang kelas yang sempit dan terlalu banyak aturan serasa mengikat, bahkan batin juga terasa ketat terikat.
Seperti perjalanan Panjang bila akhir bulan banyak persediaan yang sudah menipis termasuk lembaran isi dompet yang sangat urgent. Lembaran ini sangat mempengaruhi kinerja dan tekanan batin lainnya. Memang modal dan moral sangat berkaitan.
Namun tidak perlu dirisaukan bahwasnnya kehidupan memang selalu begini. Cukup dinikmati dan lalui dengan senyuman. Ikhtiar tak kurang lagi namun Namanya nasib. Beberapa guru laki-laki disini sudah belasan tahun menjadi honorer, namun nasib menjadikan perjalanan mengapdiannya masih sebatas pengabdi lama-lama pengap. Antara gaji dan kebutuhan hidup tidak nberkesinambungan. Akibatnya konsentrasi mengajar terpecah oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian besar dari mereka menyambi dengan Bertani, berkebun dan usaha dagang hingga bisnis lainnya.
Waktu berkumpul dengan teman adalah sangat bagus untuk memanjangkan kehidupan mencari informasi kerja yang mungkin dapat dilakukan.
"Turun sawah baru selesai ya?" tanya Pak Abas pada Pak Narto, seorang guru paruh baya yang mengerjakan sawah warisan orang tuanya yang hamper 3 hektar dikerjakan sendiri tanpa di sewakan.
"Sudah hampir 2 minggu ini selesai tanam padi. Gimana Pak Abas sendiri toko bajunya kayaknya makin ramai! Istriku kemarin kesana belijilbab katanya." Jawab Pak Narto sekaligus mengomentari bisnis Pak Abas yang makin berkembang.
"Ya... begitulah alkhamdulillah. Pelan-pelan yang penting pacak menghidupkan anak istri!" ucap Pak Abas merendah.
Pak Joko lewat diantara mereka sambil tersenyum, lalu berhenti sejenak untuk ikut basa-basi.
"Pak Abas!" Joko menyodorkan tangannya bersalaman.
"Kayaknya lama ya Pak kita jarang ketemu!" imbuhnya.
"Iya, karena kamu rajin masuk kelas makanya kita jarang ketemu!" agak menyindir Pak Abas menjawab Joko.
"Ya.....bagaimana lagi tuntutan jiwa hahahah...!"jawab Joko sedikit menutupi sikap disiplinnya.
'Tapi memang bener lo, Pak Joko memang paling rajin diantara kami disini!" timpal Pak Narto memuji Joko.
"Biasa aja Pak, ada waktunya serius juga ada waktunya nongkrong. Ini lanjut TKR 3, pasti kelas ramai. Kasih tugas dulu nanti mau ngopi juga!" Joko berusaha menyikapinya dengan santai.
"Mari Pak!" Joko permisi meninggalkan kantin.
"Silahkan! Gek lapor atasan ya kami lagi bahas bisnis ini!" kata Pak Abas makin menunjukkan arogan dan kesal.
Sebenarnya rasa curiga pada sesama teman ngajar di sekolah sangat wajar, namun kebiasaan ketakutan bila ada teman menikam dari belakang itu juga sangat lumrah. Sebenarnya mereka juga tidak ingin meninggalkan kelas tapi mereka juga membutuhkan suasana agar moodbooster. Ada beberapa guru yang dianggap suka mengadu pada atasan bila melihat guru lain bergerobol meninggalkan kelas. Itu juga wajar karena harusnya mereka di kelas bukan di kantin.
####
Joko melangkahkan kakinya berlalu dari mereka.
"Memang kepala sekolah tidak melihatku dalam mengajar. Rajin atau malas aku dalam masuk ke kelas mengajar pelajaranku tidak juga membedakan honor yang akan kuterima dengan teaman-teman yang malas masuk kelas." Suara hati Joko menanggapi rekan kerjanya.
"Namun kepuasan dalam mengajar sebagaimana pilihan hati untuk menjadi pendidilah yang memanggil hati untuk teguh dan tertib masuk kelas." Tandasnya dalam hati.
Joko melayangkan ingatannya pada waktu masih duduk di bangku SMA. Bersama teman-temannya.
"Pak Badri, tidak ada, kelas kita kosong, ayo kebelakang!" kata Fahri yang waktu itu menjdi ketua kelas sekaligus ketua gang kelasnya.
"Pak Bos, menyannya udah disiapin belum?" tanya
"Wah….hidup bagai di syurga jika Pak Badri tidak mengajar. Bikin mati bener nih matematika itu!" sahut Listin yang sudah ngebet pengen nikah karena berat mikir pelajaran.
"Tinggal nikah aja sana, gak usah sekolah sekalian Lis!" sergah Yono si kutu buku. Teman sekelas Joko yang paling suka membaca. Anaknya pendiam tapi kalau ngomong pedas.
"Ihhhh....mentang-mentang engkau paling pinter bee di kelas ini!" suara Listin meninggi.
Waktu itu semua perkatan Yono seolah menjatuhkan, mungkin karena dia lebih pinter sehingga yang lain mersa iri dan minder. Padahal sesungguhnya Yono lah yang sering membantu ketika ulangan dan mengerjakan soal sulit. Dia selalu diandalkan dan orang terdepan jika masalah mencari nilai.
Listin siswa tercantik di kelas namun mengenai pelajaran dia tidak tahu apa-apa, dia sering tidak mengerjakan tugas namun sibuk berdandan membenahi rambut dan riasannya. Sejak SMA dia sudah suka berdandan menggunakan bedak dan lipgloss meskipun tipis-tipis.
#####
Suasana di ruang guru sangat ramai. Jam istirahat semua berkumpul di ruang guru. Namun ini sesungguhnya tidak biasa.
"Joko, sudah tahu, ini si Pipit, guru Bahasa Indonesia yang dulu pindah dengan suaminya karena suami pindah tugas satpam PT sawit pindah ke Tania Selatan itu. Dia sudah lulus tes CPNS di Batu Raja loh!" tergopoh-gopoh rekannya menghampiri Joko yang baru masuk ruang guru itu.
Sejenak Joko terbengong. Lalu menghela nafas. Nampak tak dapat menutupi rasa sedih. Dia teringat hasil tesnya kemarin yang tidak lulus di Muratara (Musi rawa Utara).
"Kok kamu tahu?" Tanya Joko pada rekannya itu.
"Aku masih nyimpen nomor hapenya!"
"Cak manolah kita-kita ini, tinggal tahun ini ada kesempatan mengikuti tes CPNS. Adakah kiranya formasi dibuka yang linier dengan ijasah kita ini?" sambil melenguh rekannya itu duduk seolah melemas.
Dia juga sudah mengabdi lumayan lama. 12 tahun lamanya. Pengabdiannya masih belum ada harapan pengangkatan.
Kebijakan pemerintah belum tentu memuaskan semuanya. Namun setidaknya semoga ada harapan keadilan. Jangan sampai susah payah mengabdi bertahun-tahun tanpa rasa terima kasih dari pemerintah.
Walaupun mengabdi adalah keputusan pribadi dan bertahan adalah panggilan nurani masing-masing. Harapannya pemerintah dapat menimbang hal ini. Mengingat kebijan sebelumnya, pada tahun 2008 pengangkatan PNS tanpa tes bagi honorer yang sudah masuk pada pendataan data base di sekolahnya. Data base ini terpusat dan terakhir pada tahun 2008 itu sendiri ditutup. Namun ada beberapa honorer baik guru maupun tenaga pendidik lainnya yang belum terangkat. Mereka ini dinamakan THK-2.
"Ranti juga lulus kan?" Tanya rekannya itu.
"Iya, dia lulus. Alkhamdulillah." Jawab Joko pelan. Seperti kurang berminat pada obrolan.
Suasana di ruang guru sangat heboh. Karena beberapa guru yang lulus tes CPNS kali ini. Termasuk Ranti.
Hasil tes CPNS ini tentunya melegakan sebagian orang namun juga meresahkan sebagian besar lainnya. Termasuk Joko dan rekannya itu.
"Beruntung kali kamu, Ranti calonmu itu akan menjadi PNS. Jadi kalian dapat segera menikah." Tandas rekannya itu.
Joko termenung seolah ada sesuatu yang menyelimuti pikirannya. Disatu sisi beberapa rekan kerja dan guru-guru yang pernah dikenalnya berhasil lulus pada tes CPNS kali ini. Namun di sisi lainnya dia merasa sedih karena apa yang diusahakan selama ini belum membuahkan hasil. Dia sendiri belum juga mendapat riski untuk lulus pada tes tahun ini.
Siapapun tahu bagaimana rasanya bertahan dalam kesulitan semacam ini. Bagaimana menahan rasa ketika rekan-rekan berhasil lulus duluan.
"Sabar!" katanya dalam hati. Ditariknya nafas panjang lalu dimbuskan pelan-pelan.
"Semua akan baik-baik saja walaupun aku belum mendapatkan kesempatan ini. Mungkin ada saat tersendiri. Ada tempat tersendiri yang memang sudah dipersiapkan untuk aku.' tandasnya pelan.
Dari belakang Rofik yang mendengar gumam dari Joko mendekat. Lalu menepuk pundaknya.
"Apa kamu lupa aku juga sama sepertimu!" katanya sambil mendekat duduk di kursi sebelah Joko.
"Oh, ya gimana dengan Ranti?" tanya Rofik.
"Pastinya dia sangat senang. Sayang tempat itu lumayan jauh. Dia pasti nginap di sana. Semoga dia bisa menjalani dengan baik." jelas Joko.
"Iya, mending ngekos di sana. Carikan tempat yang strategis, bagus, nyaman dan tentunya keamanan yang terjamin!"
"Aku juga mulai memikirka itu. Mungkin secepatnya akan kesana melihat lokasi." terang Joko.
"Mumpung ini ada jeda menjelang tes wawancara!" lanjutnya.