Aku rasa, Isaak tidak akan bertanya tentang keanehan diriku saat ini. Karena, sudah bisa di pastikan dirinya selalu mengikutiku tanpa bertele-tele.
"Kenapa kamu kesini?" Isaak mengintip disebelah koridoor kanan yang didukungnya terletak sebuah ruangan laboratorium sekolah.
Aku melihat sekeliling, tidak banyak siswa-siswi yang melintas disini. Kami bisa menyelinap masuk, aku sungguh ingin mengetahui ada apa didalam sana.
Isaak berusaha melihat sekitar, nampak dua orang siswi perempuan sedang melintas, mereka siswi kelas X-A yang letak kelasnya didekat laboratorium.
"Hei, apakah kamu sudah membacanya-" Sebersit suara ku dengar. Mereka semakin dekat.
Langkah kaki kedua siswi itu semakin terdengar dekat, kami berpura-pura sedang bercanda satu sama lain.
"Sudah, lakukan saja." Bisik diriku, memberitahu rencananya.
Ketika jam istirahat berlangsung, tiada siswa-siswi yang boleh memasuki ruangan itu. Dikhawatirkan terjadi kerusakan fasilitas dan benda-benda didalam laboratorium.
"Hmm?" Siswi itu melintasi koridoor dimana tepat kami saling berpura-pura tertawa tidak jelas.
Mereka tidak mencurigai, aku melihat sekilas. Salah satu siswi disana memiliki pin organisasi sekolah.
Jika saja aku terpergok, entahlah nasibku melanggar aturan laboratorium. Bisa-bisa selama satu semester aku tidak menginjakkan kakiku didalamnya.
"Kita tertawa seperti orang gila." Isaak memasang wajah datar sesaat siswi itu melintas, jauh.
Aku tak menghiraukan, bergegas meraih daun pintu ruangan laboratorium. "Kamu yakin?" Isaak memastikan.
"Senakal-nakalnya diriku, mungkin ini hal paling gila dan seru!" Isaak seketika gembira melakukannya.
Kami berdua masuk tanpa disadari siapapun, karena koridoor sangat sepi. Dimana semua siswa-siswi sedang menyantap sarapan paginya di kantin sekolah.
"Apa yang kau lakukan didunia ini?" Suara melengking, terdengar samar ditelinga ku.
Namun, sepertinya ini suara yang sangat familiar. Kami mengintip disalah-satu lemari besi besar disana.
"Woah!, apakah itu komputer baru yang dibicarakan kepala sekolah?" Isaak justru lebih tertarik dengan benda-benda didalam sini.
Aku menganga, mataku melebar. Keringat menetes melihat suatu makhluk aneh besar hitam, dia seperti monster. Dan, Mrs.Hera berada didekat monster aneh itu.
"S-sak!" Suaraku terhenti, sekujur tubuh bergetar saat melihat samar tatapan mengerikan makhluk aneh itu.
Isaak justru asyik dengan benda-benda yang ia baru lihat di laboratorium ini.
"Bukankah ini tabung besi yang bagus untuk memindahkan cairan sulfat murni, woah!" Dia terpana, berbinar. Tak henti memerhatikan benda-benda laboratorium.
Aku mencoba meraihnya, kakiku lemas melihat wujud monster yang baru saja ku lihat dengan mata kepalaku.
"Sak, lihatlah!" Aku meraih lengan Isaak yang tengah asyik dengan kesibukannya melihat kesana-kemari.
Isaak menoleh, aku menunjuk kearah Mrs.Hera dan monster hitam itu berada. "Lihatlah!" bisik diriku, sambil menahan getaran tekak.
Isaak menyaksikan, dia terdiam mematung seperti batuan yang ada di halaman sekolahku. Tanpa fikir panjang, kami bergegas keluar tanpa sepengetahuan mereka.
Aku bergegas kembali menuju kelas bersama Isaak yang masih mematung tak berdaya. Pasti ia sedang berkecamuk, itu sudah dapat dipastikan dengan ekspresi wajahnya.
Isaak menghentikan langkahku, lenganku di tarik olehnya, menuju toilet laki-laki.
Aku masih bergidik ngeri, mengingat tatapan monster besar itu pada Mrs.Hera sangat menyeramkan.
"Nta, kamu tidak bercandakan?" Isaak menarik bahuku. Matanya terbuka lebar. Pupilnya membesar.
Aku menggeleng, bagaimana aku bisa bercanda dikala ini, yang kami saksikan itu nyata. Seperti difilm horor fantasi.
"Makhluk apa barusan itu?" Aku bergumam sendiri, bertanya-tanya.
Isaak juga tidak bisa menjawabnya, mau sepintar apapun. Jika melihat makhluk barusan orang-orang jenius saja tidak bisa memastikan betul apa itu, makhluk dengan berwujud aneh.
"Mrs.Hera, dia didalam sana, mengapa?" Aku menatap Isaak, berfikir keras.
Jikalau ini seperti di film-film, apakah Mrs.Hera seorang penyihir yang memiliki peliharaan seperti itu.
"Itu tadi monster, yang kita baru saja lihat. Sepertinya bukan berasal dari dunia ini." Seru Isaak.
Ketakutan kami dipatahkan dengan suara bell jam pelajaran yang akan dimulai sebentar lagi.
"Kita harus bergegas kembali." Ucap diriku, keluar toilet menuju kelas bersama Isaak.
Kami berlari dengan cepat melewati beberapa kelas dan ruangan disana. Hingar-bingar terdengar mendekat, dimana semua siswa-siswi tengah menuju kelas mereka masing-masing.
"Apa perlu kita beritahu anak-anak kelas tentang kejadian barusan?"
"Gimana jadinya kalau Mrs.Hera bukan manusia?"
Aku mulai membayangkan hal-hal aneh seperti di film-film fantasi, ataupun komik yang semalam ku baca.
"Tenanglah, Nta." Isaak menghelus bahuku. Dia berfikir keras.
Dahinya mengernyit, tidak ada hal yang Isaak boleh fikirkan saat ini. Kami memutuskan untuk diam, hingga mendapatkan sebuah ide.
"Gimana kalau Mrs.Hera masuk dan ia malah menunjukkan wu-wujud aslinya?" Aku semakin melantur sana-sini, tidak habis fikir.
Isaak menatapku, "ini bukanlah hal yang mirip dengan apa yang kamu fikirkan, Nta." Isaak mengehela nafas.
"Ini bahkan diluar pengetahuan otakku, mungkin."
Suasana kelas yang ramai dihentikan dengan derik pintu yang terbuka.
"Mrs.Hera menitipkan soal untuk kalian, harap dikerjakan." Seru seorang guru dengan kacamata.
Ia memanggil Salsa si ketua murid dikelasku. Untuk segera membagikan kepada teman-teman kelas.
"Kenapa Mrs.Hera tidak masuk?" Tanya diriku pada Isaak, heran.
Isaak mengangkat bahu, tidak tahu. Dia justru lebih tenang dibanding sebelumnya, hanya sepenglihatanku saja.
Perasaan aneh yang sebelumnya muncul, terus meningkat. Semenjak aku melihat makhluk tadi.
"Akhirnya kelas Mrs.Hera jam kosong selama tiga jam. Bahagia sekali seumur hidup." Seru salah seorang siswa kelasku.
Siswa lain ikut bersorak hore. Tidak dengan kami berdua, yang seharusnya Isaak ikut bersorak bahagia. Kini berubah.
"Kalian berdua kenapa?" Tanya salsa saat ia menuju bangku kami untuk membagikan soal yang diamanatkan.
Aku menggeleng, Isaak tersenyum. Kami selaras untuk berpura-pura seakan tidak terjadi apapun.
"Nanti aku minta jawabanmu ya, Nta." Ucap Salsa yang sedang mendekat menuju bangku murid lain.
Aku tidak merespon, kami saling berfikir tentang makhluk itu.
"Sudahlah. Aku menyerah!" Isaak menghentak kecil kakinya. Dia menumpu lengan di belakang tengkuk.
Aku menoleh, "mau bagaimanapun, yang tadi kita lihat itu semua nyata. Dan apapun makhluk itu kita tidak tahu." Isaak mengeluh.
"Mungkin, itu seperti di film-film?" Tanya diriku, dengan wajah masam.
"Entahlah, sepertinya bukan. Karena kita tidak memiliki pengetahuan yang cukup."
"Maksudmu? makhluk itu memang benar ada keberadaannya?" Aku kembali bertanya.
"Tentu, kalau hal semacam itu ada dan wujud. Seharusnya memanglah ada." Isaak menarik lembar soal yang tergeletak diatas meja ia.
"Siapa tahu kalau mereka menyembunyikannya dari publik." Celoteh dirinya.
"Mereka?" Aku mengangkat alis setengah.
Isaak kembali menghembuskan nafas panjang. "Siapa lagi, kalau bukan para ilmuan."
Aku paham, yang dikatakan Isaak ada betulnya juga, kami hanyalah seorang pelajar. Mana mungkin aku dan Isaak mengetahui hal gila itu. Kecuali kemampuanku.
"Tidak usah difikirkan, kali ini kita fokus dengan apa yang ada dihadapan kita dahulu." Isaak menarik tutup bolpoin miliknya, mengerjakan soal-soal yang diberikan.
Makhluk hitam berwujud aneh dengan tatapan tajam. Aku yakin itu adalah sebuah misteri yang takdir berikan padaku lagi.