Chereads / SVERA / Chapter 4 - EPISODE 4

Chapter 4 - EPISODE 4

Semakin lama perasaan tidak enak ini semakin memanjang, menjulur. Membuatku tidak nyaman.

Sudah tiga mata pelajaran yang ku lalui hari ini, sebentar lagi bell pulang akan berdering keras. Aku harus mengecek kondisi Mrs.Hera didalam laboratorium.

"Kamu mau kesana lagi, Nta?" Isaak menyenggol tanganku, aku meliriknya.

"Ya." Angguk kepalaku, Isaak terlihat terdiam.

Pelajaran bahasa Indonesia yang tadinya berlangsung usai, bell berdering tepat saat Mr.Hendru meninggalkan kelas kami.

"Huahhh!" Semua anak kelasku menghela nafas panjang, meregangkan otot tubuh mereka.

Aku bergegas membereskan alat tulis dan buku yang ada di atas mejaku. Isaak juga terlihat sedikit buru-buru.

"Tunggu sebentar." Isaak mencegah langkahku usai merangkul ransel.

Aku menoleh, "kenapa?" aku tidak tahan lagi, aku tidak bisa berdiam diri. Rasa aneh yang membuatku tidak nyaman ini menyebalkan.

"Tidak, jikalau saja makhluk itu mengetahui keberadaan kita bagaimana?" Tanya Isaak.

"Aku tidak pernah mengetahui makhluk seperti itu secara spesifik." Ia menjelaskan dengan gesturnya.

"Bagaimana kalau sewaktu-waktu makhluk itu malah muncul dihadapan kita?"

"Kita hanya akan bisa terdiam.."

Aku menghela nafas, tidak ada yang tahu tentang itu semua. Jika saja dugaan Isaak benar, mau bagaimana lagi. Kami akan berlari.

"Kita tinggal lari saja, Sak!" Aku meyakinkan, memegang bahunya.

"Seenaknya kamu bicara, kalau dia bisa melompat jauh bagaimana?" Isaak kembali bertanya.

"Sudahlah, fikirkan cara kaburnya lain kali. Kita membuang-buang waktu untuk hal itu." Aku pergi melangkah keluar kelas.

Isaak mengikutiku, "Nta, kamu tidak tahu makhluk apa itu. Begitu juga dengan diriku." Isaak menarik bola matanya, berputar.

Tanpa banyak bicara aku bergegas menuju laboratorium sekolah. Dugaanku Mrs.Hera masih ada disana.

"Tunggu!" Isaak menyusul diriku yang tengah berlari menuju laboratorium.

Hingar-bingar setiap bangunan sekolah semakin surut. Lambat laun hingga suara yang terdengar hanyalah serangga yang mencicit.

"Seriuslah, aku bahkan kembali ke dalam ruangan menakjubkan yang aneh." Gumam Isaak yang memulai dengan keseriusan.

Sesaat kami masuk, cahaya oranye matahari menyorot ke dalam ruangan.

"Perlahan-lahan." Seru Isaak kepada diriku, dia justru lebih mahir menyelinap seperti maling.

Dia bergegas memeriksa sekitar laboratorium. Namun, dia lebih tertarik melihat tabung reaksi yang tersulut menyambung kesana- kemari.

"Sak!, kenapa kamu malah mainan!" Aku berbisik kecil padanya.

"Khilaf, maaf." Isaak kembali ke posisi semula, dimana dia sangat berhati-hati.

"Sepertinya sudah tidak ada disini lagi." Seru Isaak.

Aku juga merasa hal yang sama, kami sudah mengitari ruangan laboratorium yang cukup besar ini. Dengan banyak labirin lemari besi.

"Sedang apa kalian." Suara melengking, tipis namun terdengar sangar. Sangatlah familiar ditelinga kami.

Isaak menoleh bersamaan dengan ku. Melihat kearah bayang-bayang surup cahaya mentari.

"Mrs.hera?" Ucap diriku, terkejut langsung gemetar dan melongo.

"Sial." Isaak mengecap kan bibirnya. Memasang wajah masam.

"Kalian memasuki laboratorium tanpa seizin staff?, sungguh hebat." Mrs.Hera menepuk tangannya.

Ini lebih terlihat horor dibanding melihat film layar lebar. Aku meneguk air liur.

"Apakah kalian ingin minus poin?" Mrs.Hera menatap aku dan Isaak bergantian.

Isaak terdiam, merunduk. Begitu juga diriku, padahal kami hanya ingin mencari dirinya.

"Sudah ku bilang bukan?" Isaak menyenggol sepatuku.

Ia bergerak jongkok, membenarkan tali sepatu yang lepas dari ikatannya.

"Isaak, kamu sudah mendapat banyak minus poin. Kini kamu tidak segan jika di drop out dari sekolah ini?"

"Walau begitu banyak prestasi yang kamu raih, jika sudah terlalu banyak minus itu sama saja terlihat sia-sia." Mrs.Hera kini terlihat seperti inspektur polisi yang sedang mengintrogasi.

"Untuk kali ini, ku maafkan kalian. Segeralah keluar sebelum aku mengunci laboratorium ini." Mrs.Hera menatap tajam.

Kami bergegas keluar dengan terbirit-birit. Aku menghela nafas, perasaan aneh ini sudah menghilang saat melihat Mrs.Hera barusan.

"Sudah, apakah kamu masih penasaran?" Tanya Isaak yang murung.

"Maaf, lain kali aku tidak egois." Aku bergegas pergi. Isaak terlihat murung.

"Tidak mengapa, aku hanya kesal dengan Mrs.Hera. Dasar gorila." Seru Isaak tengah berjalan menuju lobi sekolah.

Aku menggeleng, tidak henti-hentinya dia memanggil Mrs.Hera dengan sebutan gorila, ini tidak pantas di contoh bagi semua murid sekolah.

"Apakah kamu tidak bisa berbaik hati sedikit pada Mrs.Hera? memanggilnya dengan sebutan tadi, bisa saja ia benar-benar menjadi gorila." Seru diriku, tertawa kecil.

Isaak tersenyum, "biarkanlah, memang bukankah itu sungguh mirip?" Ia tertawa kecil.

"Sudahlah, nanti kualat jika kita terus mencemooh orang yang lebih tua. Sewaktu-waktu kita harus meminta maaf, lho."

Aku baru ingat akan suatu hal, hari ini hanya satu kali aku mendapat penglihatan masadepan.

"Baiklah, ayo kita pulang." Isaak merangkul diriku menuju halte bus.

Kami mengobrol tentang beberapa hal acak yang melewati benak ini, entah kenapa itu semua bisa menyambung untuk dijadikan topik pembicaraan.

"Itu dia, angkutan umumnya." Isaak melihat kearah jalanan.

Sebuah mobil angkutan umum berwarna hijau tua berhenti tepat di depan halte bus.

"Tumben, den. Pulangnya lama, yang lain saja sudah pulang dari tadi." Ucap supir, ia melihat kami dari spion dalam.

"Tadi ada ekskul." Ucap Isaak, ia berbohong padahal kami justru bertemu dengan Mrs.Hera yang mengerikan.

Mobil angkutan umum melaju beberapa detik, lalu berhenti. "Ada apa?" tanya diriku yang terkejut.

"Itu kasihan satu orang lagi dibelakang lagi jalan ke halte. Kita tunggu saja." Seru supir itu.

"Astaga, ku kira kenapa." Celetuk Isaak. Lalu seorang siswi masuk kedalam angkutan umum bersama kami.

"Permisi.." Ucap dirinya sambil menuju tempat duduk. Isaak denganku membuang pandangan dari siswi itu.

Tidak pantas jika kami berdua laki-laki seangkutan umum dengan satu perempuan. Bisa menimbulkan sesuatu yang buruk di mata orang lain.

"Kalian berdua, itu anak yang tadi pagi di dekat laboratorium?" Tanya siswi itu secara tiba-tiba.

Aku menoleh, merasa terpanggil."I-iya." Aku terkejut saat melihat pin organisasi yang ditampal di kerah seragam siswi itu.

"Kalian berdua tadi pagi ngapain berada disana? aku baru melihat siswa yang duduk-duduk di dekat laboratorium." Seru siswi itu melirik aku dan Isaak.

Isaak masih saja tak menghiraukannya, entah kenapa. "Tadi sedang iseng saja sih." Aku berusaha mengelabui.

"Oh, apakah kalian anak kelas sepuluh?" Ia kembali bertanya.

"Buat apa kamu bertanya terus? bisa-bisa rumahmu terlewat." Isaak bersetru.

"Hanya penasaran." Siswi itu merunduk, bersalah.

"Astaga, maaf ya. Kami dari kelas X-F." Ucap diriku memperbaiki suasana.

Isaak menjadi aneh ketika siswi ini memasuki angkutan umum bersama kita.

Dia sedari tadi memandang keluar jendela angkutan umum, melihat jalanan yang diramaikan oleh penduduk kota.

"Tampang kalian seperti kakak kelas ya, hehe." Siswi itu terus mengoceh, aku sengaja meladeni dirinya. Karena lihatlah Isaak yang terdiam.

Biasanya jika ada yang mengajak diriku ngobrol Isaak lebih memilih untuk ikut mengobrol bersama.

"Kalian ikut Ekskul ya?" Tanya Siswi itu kembali padaku dan Isaak.

"Tidak." Jawab singkat diriku.

"Oooh, tumben sekali aku melihat murid yang tidak ikut ekskul pulang lebih lambat." Siswi itu menatap.

"Siapa namamu?" Tanya dirinya padaku. Dia terlihat sangat penasaran.

"Namaku, Genta. Kalau dia Isaak." Aku menunjuk Isaak sambil tersenyum pejam.

"Woah, ternyata kamu adalah anak yang jenius itu ya?" Ucap siswi itu seketika berbinar.

Isaak hanya melirik kecil, memangku dagunya dengan lengan.

Isaak memang cukup terkenal semenjak ia memenangkan banyak sekali olimpiade tingkat kota maupun nasional.