"Tapi Rei…" Sela bibinya tiba-tiba. "Mereka siapa?" Tanyanya sambil melihat ke arah Aria dan yang lain.
Rei sedikit tidak menyangka bibinya yang akan duluan bertanya, tapi akhirnya dia pun menjawab. "Ah, ini nona Aria. Dia penjual obat yang belakangan ini bekerja untukku." Katanya memperkenalkan.
Dan setelah Aria buru-buru membungkuk lagi, Rei kembali melanjutkan. "Dia sangat pandai meracik obat. Jadi kalau bibi butuh sesuatu, dia mungkin bisa membuatkannya." Jelasnya lagi.
Rei sebenarnya mengira kalau Aria akan mengatakan sesuatu juga. Tapi karena wanita dengan mata kucing itu terus saja memandanginya dengan tatapan curiga, Rei bisa lihat kalau Aria jadi agak gugup karenanya.
Jadi dia pun langsung buru-buru beralih pada dua anak di kakinya. "Lalu ini Feny dan Helen. Mm, ceritanya panjang, tapi Aku juga perlu mengantar mereka ke ibukota setelah ini." Tambahnya.
"Tidak biasanya kakak berbuat baik seperti itu." Celetuk seseorang tiba-tiba, yang ternyata berasal dari laki-laki tinggi yang ada di samping tuan Fendi juga. Itu pasti Oliver, sepupu yang sempat diceritakan Rei.
Tidak seperti bangsawan yang biasanya selalu memakai pakaian rapi nan mewah, laki-laki itu hanya memakai kemeja hitam yang agak ketat. Jadi meski tidak sampai seperti Rei, semua orang bisa lihat kalau dia punya tubuh yang lumayan berotot.
"Yaa, memang agak terpaksa." Jawab Rei terang-terangan.
Dan setelah beberapa obrolan ringan lain yang sama hampanya, mereka pun akhirnya dipersilahkan untuk masuk ke dalam mansion. Bahkan Helen saja sampai menceletuk pada Feny. "Rasanya persis seperti saat orang tuaku harus bertemu dengan tamu yang tidak mereka suka." Katanya.
"Aku tahu. Ayahku juga suka begitu kalau bertemu dengan orang yang dia hutangi." Balas Feny juga. Hanya saja karena perkataannya agak keras, Rei jadi harus memelototi mereka untuk diam.
Tapi sembari membiarkan Feny dan Helen untuk sembunyi di belakangnya, Aria juga berusaha untuk mendekatkan dirinya pada Rei. "Tapi tadi, rasanya bibimu terus memandangiku dengan sangat aneh." Adunya pelan.
"...Entah, Aku juga tidak tahu." Balas Rei sama bingungnya. "Tapi untuk sekarang biarkan saja dulu. Hati-hati saja--"
"Tapi nona Aria peracik obat ya?" Sela Oliver yang tiba-tiba saja berbalik ke belakang. "Belakangan ini tanganku suka sakit kalau mengayunkan pedang. Apa kau bisa membuatkanku obat untuk itu?"
"Eh, ah, mm, tentu saja." Balas Aria sekenanya. "Kalau cuma obat pereda rasa sakit, saya bisa membuatnya dengan cepat."
"Tidak perlu buat, Aku masih punya banyak." Sela Rei kemudian. "Nanti akan kuberikan semuanya padamu."
Oliver sempat terdiam dengan senyum tipisnya sambil memandangi Rei. Tapi tanpa menggubrisnya, dia pun kembali beralih pada Aria. "Dan sebenarnya Aku juga suka sakit kepala dan sulit tidur, jadi--"
"Wah, makanan!" Tapi untungnya seruan Feny langsung menghentikan percakapan itu.
Malah, begitu dia melihat meja makan yang penuh dengan seratus macam hidangan itu, kakinya langsung spontan lari ke sana. Sehingga Aria dan Rei sama-sama langsung mengejar dan menangkap tangannya.
"Haha! Nona kecil itu pasti kelaparan." Kata tuan Fendi yang malah menertawakannya.
Bahkan Helen saja sampai malu melihatnya. "Ya ampun, kau memalukan sekali." Cibirnya.
Menekuk bibirnya, Feny terlihat kesal mendengarnya. "Hmph! Setidaknya bukan Aku yang perutnya keroncongan terus di kereta." Cibirnya balik.
Mereka berdua juga seperti akan mulai tarik-tarikan rambut, jadi Aria harus buru-buru melerai mereka. "Ya-Yah, perjalanannya memang panjang, jadi tentu saja semua orang lapar kan. Aku dan tuan Rei juga sama." Katanya.
Meski saat dia melirik ke arah Rei, orangnya malah sedang melotot seperti mengomel 'urus mereka baik-baik!!'.
Sembari mendengus, Helen kemudian mengikuti Rei dan duduk di sampingnya. Jadi Aria pun memutuskan untuk kembali memandang pada Feny. "Mm, itu, Feny, kau makan denganku saja ya." Kata Aria hati-hati sambil menggandengnya ke kursi juga.
Lalu masih dengan nada mencibir, Oliver juga ikutan berkomentar. "Kalian tahu, kalian seperti suami-istri yang punya anak kembar--"
"ENAK SAJA!" Teriak Rei, bahkan Feny juga Helen. "Mana mungkin Aku kembar dengan anak kampung sepertinya!" Kata Helen duluan.
"Siapa juga yang mau disamakan dengan bocah tengil dan jelek--" Feny juga sudah akan membalas. Tapi karena panik, Aria pun buru-buru menutup mulutnya. Bahkan Rei juga langsung menyumpal mulut Helen dengan roti di meja.
"To-Tolong maafkan sikap mereka. Padahal mereka tidak begini kemarin." Jelas Aria kemudian.
"Iya. Dan tolong jangan mengatakan sesuatu yang mengerikan seperti itu." Timpal Rei juga. "Membayangkannya saja sudah membuatku merinding."
"Kenapa? Nona Aria kelihatan seperti wanita yang baik." Kata Oliver lagi.
Karena berpikir Rei akan membalasnya duluan, Aria memilih untuk diam. Tapi meski terlihat kesal, anehnya Rei tidak juga mengatakan apapun.
Suasananya sempat jadi canggung, tapi kemudian nyonya Genia bicara duluan. "Hentikan, Ollie. Mana bisa kau mengatakan itu meski tahu kalau Rei sudah punya tunangan." Tegurnya.
"Kenapa ibu serius sekali? Aku hanya bergurau." Balas laki-laki itu sambil tertawa sendiri. "Lagipula pertunangannya belum resmi kan? Jadi siapa tahu kak Rei punya rencana lain…" Tambahnya lagi ke arah Rei.
Padahal acara makannya belum dimulai, tapi rasanya Aria sudah kenyang duluan dengan semua kecanggungan itu. Jadi daripada makan, dia pun lebih memilih untuk menemani Feny makan saja.