MANUSIA DICIPTAKAN UNTUK KHALIFAH BAGI DIRINYA SENDIRI
"Di lubuk hati yang dalam aku selalu berharap untuk mendapatkan ridhomu Ya Allah."
"Cinta bukan selamanya baik, namun kenapa aku selalu mendapat keyakinan bahwa seseorang yang aku cintai juga mencintaiku." debat Syifa dalam hati.
"Apakah keyakinan seorang yang yang percaya kepada bisikan hati dan janji Allah dapat dibenarkan?"
"Apakah ini bagian dari kesufian seseorang?" Syifa mencoba menerangi hantinya.
Masih bersimpuh di balam yang larut. Syifa berdzikir menyebut nama Robnya.
Tidak dapat dipungkiri bisikan hatinya kian kuat dan tak mampu dia redam. Kalau tidak percaya dengan kata hatinya yang seolah pernah terjadi nyata, maka dia bisa jadi tidakpercaya pada Robnya.
Walaupun sesungguhnya dia sangat ingin untuk mengikuti permintaan sang ibunda. Menikah dengan orang yang diinginkan oleh ibu dan keluarganya. Menerima kenyataan untuk dijodohkan. Namun keyakinan kuat akan suara hatinya tak dapat di bendung.
Berhari-hari dia bermunajad. Mengurung diri di kamar.
"Syifa, keluarlah. Bukan dengan benini caranya. Semua dapat kita bicarakan!" kata ibunya membujuknya gara keluar kamar.
"Ibu juga bukan diktator yang memaksakan kehendak pada anaknya!" ambung ibunya dari luar.
"Tidak ada seorang ibu yang tidak menginkan anaknya untuk bahagia."
"Justru karena ingin anaknya bahagia dia mencari cara. Juga karena sadar orang tua lebih banyak pengalaman dan tau bagaimana menata masa depan anak-anaknya!" tegas ibunya.
Syifa belum juga keluar. Bahkan dia juga tidak menyahut.