Chereads / AVIARA: Katanya Itu Sekolah Sihir / Chapter 57 - Masalah Kain

Chapter 57 - Masalah Kain

Anggota divisi yang lain langsung mulai kikuk saat menyadari keberadaannya, tapi Fiona malah langsung melambaikan tangannya. "Rei, lihat! Kostumnya manis kan?" Katanya sambil memutar-mutar tubuh Alisa.

"Aku sudah memikirkannya, tapi di festival olahraga nanti kita bisa menjadikannya sebagai target di acara kejar-kejaran!" Lanjut Fiona sumringah. "Jadi yang bisa melemparkan bola lumpur nanti akan dapat poin tambahan. Kalau di tangan-kaki 1 poin, di perut 2, dan kalau kena wajah 20 poin."

"...Kalau begitu nanti wajahnya jadi incaran terus."

"Memang itu tujuannya!"

'Sepertinya dia memang tidak menyukainya.' Celetuk Rei dalam hati.

"Ya kalau orangnya mau, terserah." Sahut Rei asal. "Daripada itu, kau perlu ikut denganku dulu—"

"KAIN-KAINKU?!" Seru seseorang tiba-tiba dari arah pintu. Rupanya ada dua laki-laki yang sedang memasang wajah kaget di depan pintu ruangan.

Rei tidak ingat yang berkacamata, tapi laki-laki satunya yang pendek adalah Lugi. Dia merupakan anggota di divisi keamanan, tapi dia juga merupakan ketua ekskul menjahit.

"Aku sudah curiga saat dengar ada yang mengambil beberapa paket dari gudang, tapi ternyata betulan kainku??" Oceh laki-laki itu sambil melotot pada Erika. "Padahal Aku sudah memesannya sejak minggu lalu dan hari ini akhirnya sampai, tapi… Pokoknya kakak harus tanggung jawab!" Tuntutnya.

"Kenapa Aku? Fiona bukan anggota di divisiku atau apapun." Balas Erika acuh.

"...Eh, Fiona?" Ulang Lugi pucat. "Maksudnya kak Fiona yang…?"

Dia mulai menoleh ke arah Fiona dengan takut-takut, tapi dia malah dengan santainya melambaikan tangan lagi. "Maaf ya, habisnya kain-kainmu bagus semua." Katanya, jelas tidak merasa bersalah.

Sadar dengan situasi yang tidak memungkinkan, bahkan temannya saja langsung menyenggol-nyenggol tangannya dengan ekspresi takut. "Woi, kita pikirkan cara lain saja." Katanya dengan bibir yang hampir tertutup. "Aku tidak mau berurusan dengan kak Fiona."

Lugi terdiam beberapa saat untuk mempertimbangkan saran itu. Tapi pada akhirnya dia tetap saja melangkahkan kakinya ke kerumunan di depan. Dan dia berhenti di depan Rei.

Tidak seperti saat berhadapan dengan Erika, Lugi setidaknya tahu untuk tidak melotot pada ketua Osis yang matanya menyeramkan itu. "Ini adalah pertama kalinya Aku dapat pesanan sebanyak ini. Jadi kalau sampai gagal, bukan cuma rugi banyak, ekskulku juga akan kehilangan pelanggan pertama kami." Ocehnya sesopan mungkin.

Rei kelihatan memainkan alisnya dengan bingung. "Dan urusannya denganku adalah…?" Balasnya, yang kedengarannya tulus mempertanyakan itu.

"Kakak kan ketua Osis. Dan…" Balas Lugi sambil melirik-lirik takut ke arah Fiona.

Mengikuti pandangan Lugi, Rei juga ikutan menoleh ke arah Fiona sejenak. Dan memang, sedikit-banyak, Fiona memang tanggung jawabnya. Tapi masalahnya, dia kan baru saja mensyukuri Fiona yang tidak go berserk, masa sekarang sudah harus diganggu lagi? Dia sudah cukup stres hari ini!

"Pesanan banyak yang pertama ya?" Balas Rei kemudian. "Tapi kalau begitu mungkin sebaiknya memang gagal saja. Supaya kalian tidak perlu lagi dapat pesanan yang merepotkan seperti ini."

"Kak Rei!"

"Aku baru saja membicarakannya di rapat, kau tahu. Kalau kuota pekerjaan di daerah timur meningkat belakangan ini." Lanjutnya. "Jadi sebenarnya Aku berpikir kalau jumlah pekerjaan yang kalian terima harus dikurangi—"

"Baru dibicarakan kan? Belum fix sepenuhnya?" Potong Lugi. "Lagipula para guru dan staff yang lain juga pasti tidak akan menyetujuinya kalau mereka mendengar itu. Bahkan sebagai ketua Osis, Aku yakin kakak juga tidak bisa membantah mereka begitu saja."

"..." Rei seketika melebarkan senyumnya seakan menahan tawa saking tidak percayanya dibalas begitu. Tapi Fiona yang ada di belakangnya malah sudah terbahak-bahak duluan.

"Bwahaha! Wah, Aku harus merekam ini." Celetuknya sambil mencuri handphone Alisa dari kantungnya. "Kapan lagi bisa lihat Rei diancam orang yang lebih pendek darinya begitu!"

Rei menahan dirinya untuk tidak menoleh ke arah Fiona karena tahu dia akan mulai mendidih kalau melihatnya. Tapi karena semua ini awal mulanya adalah ulah Fiona, Rei pun akhirnya tetap berbalik. "Ini semua ulahmu. Jadi cepat kembalikan semua kainnya!" Katanya.

"Mana boleh!" Balas Fiona yang langsung memeluk Alisa.

"Ugh, persetan!" Padahal hari sudah mulai gelap, tapi untuk kesekian kalinya, lagi-lagi Rei harus menarik napas panjang demi menahan dirinya.

Jadi daripada buang-buang energi untuk membujuk Fiona, akhirnya Rei memutuskan untuk menggunakan sihirnya saja.

Semua orang seketika berjingit melihat itu karena takut Rei sedang membuat angin topan untuk melempar semua orang keluar dari gedung atau semacamnya. Tapi yang dia lakukan ternyata cuma meng-copy semua kain yang sudah diacak-acak Fiona tanpa harus menelanjangi orang-orang yang sudah memakainya.

Baru setelah itu dia mulai mengembalikannya jadi lembaran-lembaran kain baru yang utuh, bahkan sampai melipatnya rapi jadi beberapa tumpukan yang hampir sama dengan tinggi Lugi sendiri.

"Ini kain-kain jelekmu…" Kata Rei dengan berat hari.

Buk! Lugi sudah akan menyentuhnya, tapi Rei kembali memukulkan tangannya duluan ke tumpukan kain itu.

"Dengan satu syarat…" Katanya lagi, yang sekilas melirik ke arah Erika. "Kalian yang urus semua kostum untuk festival olahraga bulan depan."

"...Asal kami dibayar—"

"Dibayar satu kali, hanya sampai situ. Tidak ada bagi hasil keuntungan atau semacamnya."

"Baiklah." Kata Lugi yang akhirnya bisa membawa semua kain itu keluar ruangan bersama dengan temannya.

"..."

Walaupun sebaliknya, suasana di ruangan justru malah jadi semakin berat saat mereka pergi. Karena orang-orang di situ bisa lihat jelas kalau Rei masih marah. Jadi jangankan buat suara, bernapas saja rasanya sangat menakutkan seakan itu akan langsung membuat Rei mencekik seseorang.

Tapi Fiona yang tidak kenal takut tentu saja berbeda. "Kau tahu, kalau kau tidak mengubur mereka setelah mereka mengatakan itu, Aku akan sangat kecewa." Tukasnya.

Rei menoleh seakan dia ingin mempertimbangkan saran itu, tapi akhirnya dia hanya berkata, "Bawa saja guntingmu itu dan ikut denganku ke atas." Katanya. "Sepertinya Aku harus melepaskan Hana lagi."

"Kau mengurung Hana??" Balas Fiona sumringah yang langsung melemparkan handphone Alisa kembali pada pemiliknya. Dia bahkan sampai lompat ke belakang Rei untuk mengikutinya. "Jangan-jangan itu hadiah untukku karena sudah keluar?" Ocehnya, meski Rei hanya mengabaikannya dan terus berjalan.

Tapi saat berada di dekat pintu, dia menghentikan langkahnya lagi. Tepat di depan Hazel.

"A-Apa lagi??" Tanya Hazel yang sudah terdengar mengeluh.

"Anak itu… Apa kau sudah menjelaskan tentang gangguan sihir padanya?" Tanyanya tiba-tiba.

Mengikuti lirikan Rei, Hazel menoleh sekilas ke arah Alisa. "Yah, belum."

"Kalau begitu beritahu dia semuanya sebelum gangguan sihirnya mulai muncul betulan. Yang rasanya tidak akan lama lagi." Balas Rei lagi. "Dan periksa juga gangguan sihir yang ada di daerah timur. Aku mau tahu semuanya."

Rupanya Hazel dapat pekerjaan lain.

Tapi tanpa menunggu Hazel menjawabnya, Rei malah sudah mengalihkan wajahnya lagi. "Kalau begitu tolong ya." Katanya dan dia langsung berjalan pergi begitu saja.

"Good luck!" Seru Fiona yang juga akhirnya pergi.

"...Hh, sialan. Padahal kupikir Aku bisa santai-santai minggu ini."