"Maafkan Aku!" Kata Alisa tiba-tiba.
Sama sekali tidak menyahut, Hazel tadinya cuma mengerutkan alisnya dalam diam. Tapi setelah mengintip isi tas kecil yang disodorkan Alisa--yang kelihatannya berisi es krim dan bola kristal kecil dengan miniatur kapal di dalamnya, iman Hazel pun akhirnya runtuh.
"Ehem! Yah, Aku tidak yakin kau minta maaf karena apa…" Katanya sambil mengambil tas itu. "Tapi karena es krim-nya harus cepat dimakan." Lanjutnya kemudian. Tapi karena tidak tahan melihat Alisa mengulum senyumnya terlalu lama, Hazel pun segera mengalihkan wajahnya dan duduk.
"Kakak kelihatannya tidak suka yang terlalu manis, jadi tadi Aku kurangi gulanya." Kata Alisa lagi sambil ikutan duduk.
"...Kau buat sendiri?"
"Iya, kebetulan tadi di kelas memasak kami buat dessert." Jelasnya.
"..." Mendengar itu, Hazel sebenarnya jadi merasa agak terbebani karena sudah terlanjur menerima sogokan es krim buatan tangan itu. Tapi karena sejak awal dia memang tidak keberatan dengan apapun, dia pun memutuskan untuk membuang perasaan tidak perlu itu dan melanjutkan suapannya.
Malah kalau dipikir-pikir, sebenarnya Hazel juga tidak begitu kaget saat dengar Alisa bisa menggunakan sihir lain. Bagaimanapun dia kan sudah berkali-kali melihatnya suka cari mati. Walaupun cuma sebatas curiga, Hazel sudah punya firasat kalau Alisa mungkin memang punya kemampuan lain.
"Tapi kau baik-baik saja?" Tanya Hazel kemudian.
"Hm? Aku? Tentu… Soalnya kak Hana juga langsung menyembuhkan semua lukaku."
"Bukan itu." Balas Hazel. "Tidakkah semua orang jadi membicarakanmu terus?"
"Ah…" Celetuk Alisa getir. "Sedikit sih, tapi tidak terlalu mengganggu juga."
"Kalau anggota Osis yang lain?" Tanya Hazel lagi, dan seketika itu bibir Alisa langsung terlipat dengan pahit. "Haha… Aku sudah menduganya saat melihatmu numpang dengan Benny ke sini." Ejeknya langsung.
"Walaupun tidak ada di peraturan, mereka memang selalu sensitif kalau melihat ada murid yang menyembunyikan kemampuan sihirnya. Terutama kalau banyak seperti kasusmu." Tambahnya.
Alisa juga sebenarnya sudah mendengar itu berkali-kali dari Mary, makanya tadi dia bilang kalau sebaiknya mereka tidak naik bis Osis dulu hari ini. Tapi karena tidak begitu percaya, Alisa pun memutuskan untuk mencoba lihat dulu keadaannya. Baru kalau seburuk yang dikatakan Mary, dia akan ikut dengan Benny, kakak kelas di divisi Mary yang punya motor atv.
Tapi jangankan di bis, saat dia baru mau duduk di pinggir kolam pancuran untuk menunggu bis saja, anggota Osis lain yang ada di situ sudah langsung menoleh ke arahnya!
"Tapi memangnya semua orang sesensitif itu?" Tanya Alisa lagi.
"Memang tidak sesensitif masalah kebun, tapi tetap termasuk yang lumayan kontroversial. Soalnya kudengar kak Rei juga seperti itu waktu kelas 1." Jawabnya.
"Benar juga…" Celetuk Alisa.
"Makanya kalau ada situasi seperti ini, murid-murid seperti kak Loki juga selalu berusaha memanfaatkannya untuk membuat protes masal… Hm?"
"..." Tapi Hazel akhirnya sadar keanehan Alisa yang malah menyahut dengan normal tadi. "Tunggu, kau sudah tahu tentang kak Rei yang pernah begitu? Padahal setahuku yang tahu tidak begitu banyak—Ah, pasti dengar dari temanmu itu ya?"
"Ah, tidak, Aku dengarnya dari kak Fiona."
"...Kapan? Sewaktu dia berusaha membunuhmu?"
"Tidak, kak Fiona memberitahuku semalam." Jawab Alisa yang malah mulai merogoh isi tasnya dan mengeluarkan sebuah bola kristal hitam--meski tentu saja Hazel tidak tahu apa itu dan cuma bisa diam menunggu sampai Alisa sendiri yang menjelaskannya.
Tapi bukannya menjelaskan apa itu, Alisa malah langsung mengelus bola kaca itu beberapa kali dan asap hitam di bola itu pun menghilang seperti kabut yang kena sinar matahari. "Yo, bro!" Sapa suara yang tiba-tiba keluar dari bola itu.
PLANG! Saking kagetnya Hazel jadi langsung menjatuhkan sendoknya. Melihat sosok Fiona mini dari bola kaca itu sebenarnya tidak begitu meyakinkan, tapi suara itu jelas suara Fiona.
"Wtf…? Kenapa kak Fiona ada di situ—Tidak, kenapa kau malah punya kak Fiona—Tidak, kenapa juga kau membawanya ke sini?!"
"Habisnya Aku gelisah kalau meninggalkannya di kamar…" Jawab Alisa seakan itu normal.
Tapi karena Hazel masih membuka mulutnya tidak percaya, Alisa pun melanjutkan, "Ah, tentu saja bukan Aku yang melakukan ini. Kak Rei yang melakukannya, tapi Aku hanya disuruh untuk memegangnya sementara." Jelasnya.
"Dan kenapa kau mau?!"
"Itu…" Alisa terdiam lama untuk memikirkan jawabannya, tapi karena tidak ketemu… "Aku juga tidak ingat, hehe."