"Apa hubungan kalian?" tanya Alma seperti polisi yang mrmbuka intrograsinya pada seorang pesakitan
"Siapa?" tanyaku pura-pura tidak tahu. Dian langsung mendorong kepalaku.
"Jangan pura-pura bego," kata Dian.
"Apa hubungan kamu dengan big boss?" tanya Alma berusaha untuk tenang mesk aku bisa melihat bahwa penasaran sudah menguasainya.
"Tentu saja atasan dengan bawahan," jawabku santai.
"Tetapi kenapa kalian bisa tertawa bersama," tanya Alma.
"Kami tidak tertawa bersama. dia tertawa sendirian. menertawakanku. apakah aku sebodoh itu?" tanyaku dengan wajah yang buat sedih.
"Pasti karena itu," kata Dian sambil menggebrak meja. "Tidak mungkin karena hal lain," lanjut Dian.
"Kalau karena hal lain gimana?" tanya Alma pada Dian.
"Aku akan bertanya dimana dukun tempat dia ngambil pelet," kata Dian sambil tertawa meninggalkan aku dan Alma.
alma masih menatapku, seakan menuntut aku jujur padanya.
"Apa yang kau sembunyikan dariku?" bentak Alma dengan mata menyala. aki bergidik melihatnya.
"Aku tidak akan berani melakukannya," kataku berbata. " Sepandai-pandainya aku berbohong. pasti kau akan mengetahuinya," jelaski.
"Awas kamu," kata Alma.
"Iya.."kataku kemudian mencubit kedua pipi Alma.
baru saja aku dan Alma akah meninggalkan panrey saat Arifin datang membawa dua kotak makan.
"Pilih salah satunya," kata Arifin.
"Untuk apa?" tanyaku santai sambil memperhatikan kotak makan yang Arifin letakman di atas meja.
"Untuk makan siang karyawan," kata Arifin.
"Dalam rangka apa?" tanyaku lagi. Alma seperti bingung melihat interaksi aku dan Arifin.
"Meningkatkan produktifitas karyawan" kata Arifin.
"Ini," tunjukkan.
"Bagus," kata Arifin lalu mengambil kotak makan yang tidak aku pilih. dia kemudian pergi.
"Kotak satunya gimana?" teriakku.
"Untukmu," kata Arifin.
"Kenapa kalian begitu dekat?" tanya Alma.
"Akukan sekertaris pribadinya," jawabku santai.
"Tetapi tidak harus berdikap begitu," kata Alma
aku terdiam.
"Aku tahu ada sesuatu diantara kalian, mungkin kau belum siap untuk menceritakannya, aku akan menunggumu untuk siap," kata Alma. aku mengagguk setuju lalu memeluk Alma.
"Kau selalu bijak sana dalam menghadapiku," kataku dalam pelukan Alma yang selalu menenangkan dan membuat nyaman.
Untuk perantau sepertiku, tempat kembali yang paling tenang adalah sahabatku, meski aku tahu saat ini bukan hanya aku yang mrmbutuhlan Alma tetapi juga anak dan suaminya.
apakah sekarang saatnya untuk melepaskan persahabatan kami dan aku akan memulai kehidupan baru dengan pernikahan? entahlah. aku masih bingung.