Semua karyawan di ruanganku sedang bersiap untuk pulang. seperti biiasa aku masih bergulat di depan komouter berusaja untuk menyelesaikan pekerjaanku swbab besok menanti pekerjaan yang lebih banyak lagi.
tok... tok.. tok
Arifin mengetuk meja kerjaki. dia tersenyum manis padaku. aku menhalihkan tatapanku dari laptop le wajahnya setelah itu mengedarkan pandamganku ke sekitar. dimana semua karyawan uentikan aktifitasnya dan fokus padaku dan Arifin.
"Waktunya untuk pulang," kata Arifin tidak risih dengan tatapan para karyawan.
"Iya pak.. silahkan bapak pulang lebih dulu, aku harus mengerjakan pekerjaanku setelah selesai barulah aku pulang," jawabku berusaha untuk bersikap santun.
"Tidak boleh," kata Arifin membuatku terkejut. "Perusahaan tidak membayar lemburmu. itu melanggar peraturan perusahaan," kata Ariffim membuatku geram.
Aku tidak punya alasan lain lagi. aku terpaksa mematikan komputerku lalu pulang leboh dulu sebelum semua karyawan meminta penjelasan padaku.
Arifin berusaha menjejeri langkah cepatku. aku menatapnya tajam tetapi dia hanya nyegir.
"Kita butuh bicara," kataku kemudian langsung masuk ke taksi online pesananku tadi.
sedangkan Arifin menggunakan mobil pribadinya berusaha mengejar taksi online yang aku gunakan.
"Janga bersikap seperti itu," kataku pada Arifin saat kami duduk berhadapan di sebuaj cafe pilihanku.
"Kenapa?" tanya Arifin sok lugu.
"Aku tidak suka," jawabku.
"Aku lelah menunggu jawabanmu. kau lama sekali berfikir," rajuk Arifin.
"Kita baru membicarakan ini semalam. sekarang kau sudah menuntut jawabanki?" bentakku pada Arifin. mrmbuat Arifin bergidik melihatki.
"Rasulullah Shallallahu 'alaihu wasallam bersabda: Wahai Ali, ada tiga perkara yang tidak boleh engkau tunda, yakni salat jika telah tiba waktunya, jenazah apabila telah hadir, dan wanita apabila telah ada calon suami yang sekufu. (HR. Tirmidzi dan Ahmad; hasan)." jelas Arifin dengan senyum kemenangan. Aku memegang kepalaku dengan kedua tanganku. tiba-tiba pusing menyerangku.
"Baiklah.. aku akan segera memberikan jawaban dengan syarat, kau akan bersikap layaknya atasan," gumamku berusaha menahan emosiku.
*Selama ini aku selalu bersikap selayaknya atasan," kata Arifin santai.
"Perhatianmu padaku. seakaj mengumumkan pada semua orang bahwa aku adalah calon istrimu," kataku pada Arifin.
"bagus dong," kata Arifin.
"Jika kamu masih bersikap demikian. aku akan kabur dari kehidupanmu," kataku tegas. membuay Arifin terdiam.
"Lalu apa maumu?" tanya Arifin gelagapan.
"Bersikap biasa saja," kataku. Arifin mengangguk setuju. aku tersenyum puas melihatnya.
Arifin datang dengan wajah datar. masuk ke ruang kerjanua tanpa senyuman. anehnya semua karyawan di ruanganku malah menatap heran padaku.
"Emang gitu. namanya juga bigg boss. kalau lagi bahagia karyawan ikut dampaknya begitupun sebaliknua," kataku.
"Jadi maksudmu, kemarin itu efek dari pertemuan bigg boss dengan calon bu boss?" tanya Dian.
"Mungkin," jawabku santai meski sehenarnya hatiku dongkol setiap kalu harus dihubungkan dengan penyihir itu, iblis berwajah bidadari.
"Ke ruanganku," teriak Arifin dari balik pintu ruangannya. Aku hanya mencibir lalu masuk ke ruangan Arifin.
"Gimana?" tanya Arifin.
"Apanya?" tanyaku balik.
"Sikapku," kata Arifin. aku hanya mengacungkan jempol padanya. Arifin tersipu.
"Lalu..." kata Arifin.
"Tidak apa-apa," jawabku.
"Timbal baliknya dong," kata Arifin.
"Apa?" bentakku.
"Jangan galak-galak. semuda apapun usiaku, aku tetap pemimpin dalam rumah tangga kita," kata Arifin.
"Mimpi," kataku.
"Itu berarti kamu memberikan harapan palsu padaku?" tanya Arifin.
Aku menarik kursi di depan meja kerja Arifin. lalu duduk di kursi tersebut.
"Apa kita tidak bisa melupakan insiden itu?" rajukku pada Arifin.
"Ini untuk menjaga harkat dan martabatmu sebagai perempuan. bukankah Islam mengajarkan hal itu? memuliakan perempuan," kata Arifin.
"Aku cukup mulia tanpa kau nikahi," ujarku. Arifin tersenyum.
"Bicaralah dengan ayah," kata Arifin. aku hanya tertunduk. pembahasan ini sudah ada ujungnya. bicara dengan Pak Burhan. aku melangkah keluar ruangan Arifin masih dengan hati galau.
"Assalamu alaikum," tegur Arifin saat aku menutup pintu ruangannya.
"Waalaikum salam," kataku.
Aku duduk di kursi. menyandarkan tubuhku pada sandaran kursi. semua menatap heran padaku namun aku cuek aja.&$&$&$
"Pertemukan aku dengan kedua orang tuamu," kata Pak Burhan.
"Aku sebatang kara, ayah dan ibuku sudau meninggal dunia," ujarku pada Pak Burhan. Bu Aisyah mendekatiku, mengenggam lembut jemariku. jauh di lubuk hatiiu, aku ingin memiliki mertua sepertinya, tetapi itu nyaris mustahil.
"Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk melamar (wanita kalian), maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut (dengan wanita kalian). Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar." (HR. Tirmidzi) Hadis ini tidak mengandung hukum bahwa sebuah lamaran dari lelaki yang saleh haram ditolak. Substansi hadis ini lebih kepada pentingnya memperhatikan agama dan akhlak dalam memilih pasangan serta khithab hadis ini yang lebih tepat ditujukan kepada wali dan bukan wanita yang dilamar. Sebab yang dilamar memiliki hak untuk menentukan apakah diterima maupun ditolak." kata Pak Burhan. Aku tertunduk malu.
aku juga mengingat kata-kata Dian yang memprediksi masa tuaku berakhir dengan kesepian. Aku takut jika mengingat itu semua.
"Aku tidak ingin egois. demi kebahagiaanku, aku bisa merusak masa depan Arifin," kataku berbata. tanpa aku sadari air mataku mengalir, Bu Aisyah sigap menghapus air mataku dengan jenari lentiknya lalu memelukku erat. aku benar-benar membutuhkan Bu Aisyah dalam hidupku.
"Insya Allah semua akan baik-baik saja," ujar Arifin.
"Kalau begitu, kita persiapkan pernikahan kalian," ujar Pak Burhan. Aku melerai pelukan Bu Aisyah.
"Bolehkah aku mengeluarkan syarat?" tanyaku pada Pak Burhan.
"Apa itu?" tanya Pak Burhan.
"Tidak perlu mengundang orang kantor," kataku.
"Pernikahan itu wajib diumumkan, agar tidak menimbulkan fitnah," kata Arifin. terpaksa aku mrngangguk setuju dengan perkataan Arifin.&$&$&
"Apakah kau mencintaiku?" tanyaku pada Arifin saat dia mengantarku keluar rumahnua. Arifin menggelengkan kepalanya.
"Lalu mengapa kau ingin menikah denganku?" desakku.
"Untuk menghindari fitnah," katanya kemudian tersenyum.
"Assalamu alaikum," kataku mengakhiri pembicafaan kami.
"Waalaikum salam," jawah Arifin. aku lalu meninggalkan Arifin.&-&-&&
Aku terkesima saat melihat undangan pernikahan di atas meja masing-masing karyawan kecuali mejaku. tidak mungkin aku di undang di pernikahanku sendiri.
"Akan menikah Arifin Putra dan Yumna Aszahra," kata Alma.
"Nama boleh sama tetapi nasib yang berbeda, iyakan Yumna?" tanya Dian. aku hanya mengedikkan bahuku.
"Aku akan sangat bahagia jika itu kau," Alma lalu memelukku sangat erat. "Doa terbaik dariku selalu terlantun untukmu," lanjut Alma.
"Jangan sedih," bisik Alma.
"Untuk apa sedih? pernikahan bukan ajang perlombaan," kata Dian sok bijak.
aku lalu memeluk kedua sahabatku dengan sangat erat. aku merasa bersalah sudah menyembunyikan semua ini dari mereka. tetapi aku janji jika waktunya telah tiba, aku akan jujur pada mereka. tetapi bukan sekarang dan bukan disini.&_+&_-&+