''Kau hanya seorang wanita bodoh... Kau terlalu tinggi berpikir tentang dirimu. Bagiku, kau tidak lebih baik dari mereka yang melemparkan dirinya pada pria di jalanan setiap malam hanya untuk sekantung uang,'' ujar Hugh dengan santainya sambil mencari helai demi helai pakaiannya yang tercecer tak jauh dari tempat tidur.
Bergetar tubuh Atthy, mendengar kalimat demi kalimat yang di lontarkan Hugh yang terus merendahkan dirinya. Dia bukan tidak marah, tapi otaknya masih bisa memperingatkannya untuk tidak terbawa emosi demi keluarganya, selain dia hanya bisa membelalakkan matanya menatap Hugh. Seorang pria bangsawan gagah nan tampan bergelar Duke yang sudah tiga bulan berstatus sebagai suaminya.
Kata-kata Hugh yang tajam, menghunus tepat di jantung Atthy.
Terkejut, heran, bingung, juga marah bercampur jadi satu membangunkan Atthy dari mimpi indahnya semalam.
Malam pertama Atthy dan suaminya Duke Griffith, di awali dengan sebuah tragedi dan sama sekali tidak romantis seperti yang dibayangkan oleh para gadis muda seusia Atthy dari sebuah pernikahan. Tapi, Atthy yang seorang wanita sekaligus seorang istri. Berharap, kalau itu semua hanya karena pengaruh dari minuman keras dan emosi dari Hugh yang belum stabil karena kemarahannya yang Atthy sendiri tidak tahu apa penyebabnya. Tapi, apa yang di dengarnya barusan, membuatnya bergidik. Kata-kata suaminya yang menghinanya, tepat setelah mereka menghabiskan malam bersama untuk pertama kalinya sejak mereka menikah tiga bulan yang lalu. Kalimat merendahkan yang telah menghunus jantungnya, membuat hati Atthy terluka dan otaknya yang seolah meledak membuatnya syarafnya seakan mati rasa. Dia nyaris tidak bisa bereaksi, dia terbakar amarah tapi juga sekaligus merasakan kesedihan luar biasa, dia menangis tanpa bisa meneteskan air matanya. Ternyata, bagi Hugh, suami Atthy, dirinya tak lebih baik dari sekian banyak perempuan murahan yang menjajakan dirinya demi pundi-pundi uang, di setiap malam di jalanan.
''Kau puas sekarang, setelah tidur denganku?'' tanya Hugh dengan memperlihatkan kesombongannya dalam sorot matanya yang terus memandang rendah istrinya yang membeku di depan perapian yang memancarkan panasnya api kayu bakar yang perlahan menjadi abu.
Kamar besar yang mewah dengan barang-barang eksklusif tampak suram bagi Atthy sekarang. Suhu yang nyaris membekukan apa pun di luar sana, tak lebih dingin dari kata-kata suaminya saat ini. Seorang wanita berambut merah dengan kulit gelapnya yang eksotis, tampak lusuh dengan penampilannya yang berantakan. Terlihat beberapa luka lebam di tubuh yang hanya berbalut sehelai kain selimut yang hanya melingkar asal saja di tubuhnya. Dia yang menahan sakit hampir di sekujur tubuhnya, ternyata juga harus menahan jeritan yang tertahan di tenggorokannya yang tercekat perih luar biasa. Dia terduduk layu di atas tempat tidur dengan hati hancur, sehancur-hancurnya sebagai seorang wanita sekaligus seorang istri yang hanya di atas kertas.
''Kau pikir dengan tidur denganku, kau bisa menguasaiku?! Perempuan... Aku adalah Duke Griffith, wanita sepertimu bukanlah hal spesial. Aku bisa dengan mudah mendapatkan wanita sepertimu di jalanan...'' lagi, Hugh melontarkan kalimat yang dengan sombongnya menjatuhkan Atthy, nyaris tanpa berkedip.
Kata-kata Hugh terus saja menyerang harga diri Atthy, betapa terlukanya perasaan Atthy saat itu. Pria yang selama hampir tiga bulan menjadi suaminya, tapi tidak pernah sekali pun pernah melirik, apa lagi menyentuhnya selama ini. Tapi, sekarang segera setelah adegan malam pertama sepasang suami istri yang terlambat, dengan mudahnya seorang suami menghina istrinya tepat setelah dia melepas segel keperawanannya.
''Kenapa kau katakan semua itu padaku?'' tanya Atthy yang berang dengan suara bergetar, ''Apakah itu kata-kata yang pantas di lontarkan seorang suami pada istrinya di malam pertamanya?!''
Atthy yang selama ini diam akhirnya dia tidak tahan jika hanya terus diam menerima semua hinaan Hugh.
''Karena aku ingin memperjelas posisimu. Aku berbaik hati memperingatkanmu agar tidak terlena dengan membanggakan kedudukan palsumu itu... itu hanya kedudukan di atas kertas, ingat itu!''
''Kedudukan yang mana?'' tanya Atthy dengan nada suara naik, dia tidak lagi bisa mengontrol emosinya.
''Haruskah aku juga menjelaskan itu padamu?!''
''Ya!'' seru Atthy dengan tegas dan sorot mata tajam, dia menantang Hugh, ''Seperti katamu, aku adalah wanita bodoh tidak tahu diri, tentu saja harus secara jelas dan gamblang agar aku bisa mengerti.''
''Kedudukanmu sebagai seorang Duchess, wanita yang berada di posisi sebagai istriku, aku ingin kau menyadarinya, bahwa tidak ada yang bisa kau manfaatkan dari itu semua. Seperti halnya gelar kebangsawananmu, gelarmu sebagai Duchess hanya di atas kertas... Kau tak lebih hanya seorang bangsawan jatuh yang memanfaatkan kesempatan yang di berikan oleh orang-orang berotak dangkal yang memanfaatkanmu. Ayahmu hanya seorang yang menginginkan harta sampai dia harus menjual anak perempuannya...'' sahut Hugh dengan tegas memperjelas ucapannya tadi.
''Yang terhormat Duke Hugh Griffith...'' panggil Atthy memotong ucapan suaminya, ''Anda harus tahu!... Pertama, ayahku tidak pernah menjualku, dan yang kedua... Harta dan kedudukan. Baik aku atau keluargaku tidak membutuhkan semua itu. Tidak sekali pun, kami akan menjual harga diri kami hanya demi bongkahan harta seperti yang kau banggakan...'' seru Atthy dengan berani menjawab Hugh walau wajahnya sedang menahan air mata yang terus saja berusaha memberontak ingin keluar dari kelopak matanya.
Hugh yang awalnya tetap tenang dengan berbagai tuduhan kepada istrinya, tersentak ketika dengan berani Atthy memotong ucapannya. Karena sesungguhnya Hugh menyadari bagaimana karakter Atthy yang selama tiga bulan ini menghormatinya sebagai suaminya. Tapi, saat ini ego Hugh seolah membuatnya menutup mata akan semua itu.
''Athaleyah Galina, penjelasanmu berbanding terbalik dengan apa yang aku baca dan aku dengar. Tapi, aku memberimu kesempatan. Kalau memang seperti yang kau katakan padaku barusan, kau bebas pergi dariku. Tidak perlu menjadikan Raja sebagai alasan, dengan kekuasaan yang aku miliki, aku yakinkan padamu, bahwa kau tidak akan mendapat masalah. Kapan pun kau mau, aku tidak akan pernah menghalangimu,'' ujar Hugh menantang Atthy.
Hugh dengan sengaja memberikan pilihan pada Atthy. Saat ini dia sangat yakin kalau Atthy hanya sedang jual mahal. Atthy tidak akan meninggalkannya, itu yang dia pikirkan, walau saat ini Hugh mulai goyah dengan keyakinannya yang berdasarkan data di atas kertas. Hugh yakin bahwa wajah yang di tunjukan istri kecilnya saat ini sama sekali bukan drama. Hati kecil Hugh sangat yakin kalau istri kecilnya itu tersakiti oleh setiap kata-kata kasarnya yang terus menyerang Atthy. Tapi, logika atas realita catatan di atas kertas menutupi hati kecil Hugh yang tenggelam di antara semua berkas dan laporan yang dia dapat tentang istrinya bahkan sejak sebelum mereka menikah.
''Athaleyah Galina?!'' sahut Atthy membeo panggilan Hugh kepadanya, ''Bahkan ketika kau baru saja selesai setelah menghabiskan malam denganku, aku tetaplah ''Galina''... lalu... di bagian aku di akui?!'' tanya Atthy dengan sorot matanya tajam menatap lurus bola mata suaminya, ''Aku akan pergi, tapi berjanjilah padaku!'' seru Atthy setelah menyunggingkan senyum pahit pada suaminya.
Atthy membulatkan tekadnya untuk tidak lagi berharap, sudah saatnya dia pergi. Dia merasa, apa yang di lakukannya untuk bisa membuat suaminya melihat padanya sia-sia. Atthy tahu ada yang aneh selama ini tentang sikap Hugh padanya, tapi kemarahan Atthy terhadap kata-kata Hugh saat ini, membuatnya tidak lagi bisa bersabar untuk mencari tahu apa yang sebenarnya membuat suaminya bersikap seperti itu kepadanya.
''Sudah aku duga, kau tidak akan pergi begitu saja!'' seru Hugh dengan senyum mengembang di bibirnya tapi Hugh juga menyadari ada yang menusuk di hatinya dari tindakan istrinya saat ini. Hugh tidak merasa aman sama sekali dengan keputusannya kali ini tapi dia tetap nekat karena memenangkan ego di dalam dirinya, ''Tambang yang mana yang kau inginkan, tambang emas atau tambang berlianku, kau menginginkannya bukan?! Sebagai kompensasi perceraian... ''
''Pertambangan yang kau miliki bukan apa-apa untukku!'' seru Atthy menyahut, membuat Hugh terperanjat di dalam hatinya karena istri kecilnya dengan berani menyahut bahkan saat dia belum menyelesaikan kata-katanya. Kalimat yang dilontarkan Atthy seolah membenarkan firasat yang dirasakannya tadi.
''Huh, Kau munafik!'' seru Hugh dengan ekspresi dinginnya seperti biasa.
''Terserah, pemikiranmu adalah urusanmu, aku tidak peduli. Tapi satu hal yang aku minta... Aku tahu kau membenciku, karenanya aku berjanji padamu, aku tidak akan muncul di hadapanmu setelah ini...'' jawab Atthy lagi-lagi tidak menunggu mulut Hugh menutup.
''Kau mengujiku?!''
''Untuk apa?!'' sahut Atthy datar tapi pandangannya tegas menatap Hugh, ''Tidak ada gunanya...''
''Tidak mungkin kau pergi begitu saja tanpa ada keuntungan untukmu?!''
''Ada,'' jawab Atthy dengan penuh percaya diri yang lagi-lagi mengusik naluri Hugh, ''Kedamaian dan kebahagiaan keluargaku...''
Terbelalak mata Hugh, kali ini dia membenarkan instingnya yang mengatakan kalau dia dalam masalah dan akan segera menyesali keputusannya kali ini.
''Tepati janjimu! Jangan usik mereka, jangan sentuh mereka, jangan ganggu mereka, biarkan mereka hidup sebagaimana biasanya! Hanya itu permintaanku...''
''Aku bisa memberikan lebih dari yang keluargamu miliki...'' jawab Hugh dengan jantung berdebar yang tidak di sadari Atthy, ''Aku tidak akan jatuh miskin hanya karena itu.''
''Itu tidak perlu, aku tahu dengan baik siapa dan bagaimana keluargaku... menerima pemberianmu... Itu akan lebih menghancurkan keluargaku...''
''Athaleyah Galina,'' panggil Hugh dengan suara bergetar, mata Atthy berkedut menyadari ada yang berbeda dari Hugh saat ini, ''Apa yang sedang kau pikirkan?''
''Apa itu?! Apakah aku salah? Kenapa? Kenapa matanya melihatku seperti itu?! Ada apa dengannya?'' berbagai pertanyaan muncul di benak Atthy ketika melihat bola mata suaminya yang tampak menyedihkan.
''Pemikiranku tidak penting untukmu, bukan?!'' jawab Atthy kemudian, dia berusaha menepis harapan yang timbul. Dia mengeraskan hatinya agar tidak lagi berharap karena itu akan lebih meremukkan hatinya yang sudah hancur.
''Kau benar,'' sahut Hugh yang memiliki pemikiran nyaris sama seperti Atthy, dia membenarkan ego dalam dirinya meminta benaknya untuk berpikir jika wanita di hadapannya tidak tulus, selalu ada maksud negatif dari perbuatannya, ''Aku tidak peduli apa yang kau pikirkan tapi aku peduli pada akibat yang akan terjadi dari tindakanmu.''
''Apa yang bisa terjadi dari tindakan seorang cucu bangsawan miskin sepertiku... Bagaimana hal itu akan berpengaruh padamu?''
''Aku akan jujur padamu, dukungan dari pangeran dan Raja bodoh yang memberikan stempel ijin peresmian pernikahanku denganmu hanya karena tekanan dari para elite politik yang picik. Hal itu cukup menggangguku... Kau tahu kenapa? Karena ayahku mengeluh tentang hal itu... Aku sedang menunggumu untuk jujur padaku, tapi sepertinya kau tidak bisa menghargai kebaikanku, dan malah menjebakku seperti ini...''
''Percaya atau tidak, aku sama sekali tidak tidak mengerti... tapi, aku tidak akan membuang waktumu yang berharga untuk menjelaskannya... Anggap saja aku hanya orang bodoh dari kampung. Sekarang, terserah pada pemikiranmu, berikan surat cerainya padaku dan akan segera aku tanda tangani, lalu aku akan segera pergi dari hadapanmu, menghilang untuk selamanya!'' sahut Atthy yang sudah lelah untuk berdebat dengan suaminya. Dia ingin segera mengakhiri semua hal melelahkan ini.
''Alwyn akan segera mengirimkannya padamu. Aku ingin lihat sejauh mana kau menggertak...'' ujar Hugh, ekspresinya dingin dengan sorot matanya yang tajam menatap Atthy.
Hugh pergi begitu saja meninggalkan Atthy, setelah dia selesai mengenakan pakaiannya, meninggalkan Atthy yang terlalu marah sampai air mata pun tidak mau mengalir dari matanya meski hatinya hancur.
**