Sepanjang malam Aulia tidur. Hingga pagi ini dia terbangun. Tapi kesiangan. Tepat jam 12 siang dia bangun.
Aulia terkejut saat menyadari bahwa dia tidak berada di kamarnya. "Kamar siapa ini?" lirihnya.
Melihat seluruh ruangan tampak indah yang dihias dengan berbagai macam kerajinan tangan.
Dimana aku?
Mulai mengingat kejadian yang sedang dialaminya tadi malam. Pria dengan tubuh besar itu memperkosanya. Apakah pria itu sudah memperkosanya atau tidak. Dia masih yakin keperawanannya masih utuh.
Tapi...
Mengingat kejadian semalam lagi, dimana tidak ada satupun yang datang menolongnya. Lalu rumah siapa ini?
Dia turun dari tempat tidur, berjalan dengan hati-hati, takut ada seseorang yang mengetahui dirinya sudah sadar.
Apalagi dia tidak tau rumah itu rumah siapa. Apakah rumah ini milik pria semalam yang berbadan besar?
Perlahan membuka pintu lalu keluar, tiba-tiba seseorang memanggilnya.
"Nona sudah bangun?" tanya pria itu.
"Siapa kau?"
"Saya sekretaris pribadi Tuan..." Dia tidak meneruskan kata-katanya.
"Kenapa saya bisa ada disini?" tanya Aulia to the point.
"Tuan saya yang menyelamatkan Anda dari pria yang hendak memperkosa Anda. Jika Tuan tidak cepat datang, mungkin Anda sudah hancur!"
"Baiklah, saya permisi dulu."
Pria itu hendak pergi tapi Aulia dengan cepat mencegatnya. "Tunggu."
Pria itu menaikkan sebelah alisnya. Sebagai isyarat bahwa dia tidak bisa lama-lama.
"Lalu apa yang terjadi kepada saya semalam di rumah ini?" tanyanya menantang.
Pria itu tersenyum kecil, "Mungkin saja sudah terjadi hal diluar dugaan Nona."
Setelah mengucapkan kata-kata yang membuat pikiran Aulia kemana-mana.
Apa jangan-jangan Tuan nya telah meniduriku semalam?
Jika iya... apa yang harus kulakukan? Tidak. Aku harus minta pertanggungjawaban darinya!
***
"Bagaimana, apakah dia sudah sadar?"
"Sudah Tuan."
Rey mengingat apa yang sudah dilakukannya semalam pada gadis itu. Kalau saja dirinya tidak sadar, kemungkinan dia akan memperkosa gadis yang tidak dikenalnya itu.
Dia marah atas sikapnya semalam. Kenapa bisa dia melakukan hal kotor itu. Dia benci wanita! Dia paling anti bersentuhan dengan wanita.
Tapi kenapa semalam dia bisa merasakan hal aneh ditubuhnya? Seseorang pasti sudah melakukan sesuatu padanya.
"Pak ini dokumen tadi yang Bapak minta."
Ucap wanita yang merupakan salah satu pegawai diperusahaannya.
Mata Rey membelalak besar. Kejam dengan tatapan sengit. Dahinya mengernyit. Wajahnya yang tadinya santai berubah menjadi datar. Dia menatap tajam wanita itu.
"Siapa yang menyuruhmu masuk tidak mengetok pintu?!" hardiknya. Emosinya melunjak saat wanita itu masuk.
Wanita itu ketakutan. Keringatnya bercucuran. Bulu tangannya merinding. Tatapannya ke bawah. Dia takut menatap mata Rey karena mata itu seperti ingin membunuhnya.
Biasanya yang mengantarkan berkas-berkas ke ruangan Tuan Rey adalah sekretaris pribadinya. Tapi karena tadi dia menyuruh sekretaris nya itu untuk menjaga wanita itu sampai sadar, jadi dia pergi sendirian ke kantor. Digantikan supir dengan satpamnya di rumah.
"Ma-maaf Pak, sa... sa..."
Tuan Rey tidak mau mendengar alasan apapun. Yang dia tau sekarang, wanita itu harus segera dipecat.
Sekretaris Dion pun datang dan mendengar atasannya sangat marah. Tanpa perintah Dion langsung mengurusnya. "Nona, maaf Anda harus dipecat!"
"Jadi, dengan kesalahan saya yang kecil saja harus dipecat ya Tuan," simpulnya dengan perasaan sedih. Air matanya mengalir mulai menetesi pipinya. Dia berusaha kuat namun hatinya tidak bisa akur.
Baru saja dia diterima bekerja diperusahaan itu dan baru ini dia pertama sekali terjun ke dunia karir, dengan kesalahan kecil saja langsung membawanya dipecat.
Susah payah dia masuk kesini dan dengan cepatnya dia dicampakkan. Sakit. Tetapi kepada siapa dia mengadu. Dia sudah tidak memiliki orang tua. Hidupnya sebatangkara. Betapa kejamnya dunia ini padanya.
"Terimakasih buat Bapak yang sudah memberikan saya pengalaman sepahit ini," ucapnya sendu lalu pergi.
Dia tidak bisa lama disitu. Yang ada air matanya tidak akan berhenti. Matanya kini sembab. Dia terlihat pucat. Bayangannya kabur dan akhirnya terjatuh.
"Kamu sudah sadar?" tanya sekretaris Dion saat wanita itu mulai membuka matanya.
"Kenapa Tuan mau menolongku," ucapnya sendu. Dia terlihat sangat menyedihkan. Dokter bilang dia mengidap penyakit anemia berat dan perlu donor darah.
Karena wanita itu pingsan, sangat sulit menanyakan hal itu padanya. Dia sendiri tidak kenal dengan wanita itu. "Dokter bilang kamu butuh donor darah, karena kamu mengidap penyakit anemia berat" ungkapnya.
Wanita itu membalikkan badannya ke samping membelakangi pria itu. Dia menangis kuat. Dia tidak bisa menahan kepedihan yang tengah melandanya.
Ada sedikit tersentuh hati sekretaris Dion melihat itu. Tidak biasanya. Selama ini dia hanya menganggap wanita semua hanya pemuas nafsunya dan tidak pantas dihargai. Dia menganggap harga diri seorang wanita itu rendah. Dia tidak pernah peduli dengan wanita. Bahkan bermain diranjang sekalipun dia sangat kasar. Kasihan sekali dia.
Ingin sekali dia membujuknya tapi dia tidak tau caranya. Sikap arogant yang selama ini dia munculkan sama seperti sikap Tuannya. Bedanya Tuan Rey tidak suka menyentuh wanita.
"Jangan menangis."
Hanya kata itu yang keluar dari mulutnya. Tidak bisa dia membandingkan kata mana yang akan dia ucapkan. Terbiasa dengan kebiasaan buruknya.
Wanita itu malah menangis keras. Tidak memedulikan apa yang dikatakan pria yang dibelakanginya itu. Dia tetap meratapi nasib malangnya itu. Sampai kapan dia terus tersiksa.
Dia bangun perlahan, pelan-pelan dia berusaha duduk. Dia menatap pria yang kini dihadapannya itu. Dalam keadaan lemah pucat dia berusaha bicara. "Apa Tuan punya pekerjaan untukku? atau kamu mau tubuhku ini? Aku masih perawan," tuturnya. "Aku tidak punya uang untuk biaya rumah sakit ini. Aku juga tidak punya kerabat lain." Imbuhnya.
Sangat tersentuh hati seorang pria yang berhati batu itu. Dia seakan tidak percaya dengan perkataan wanita itu. Bagaimana dia sendiri mendengar apa yang sudah diucapkan wanita itu. Dia menatap iba kepadanya.
"Siapa namamu?" tanyanya lembut. "Mischa, nama saya Mischa, Tuan."
Tidak tahan lagi untuk duduk, dia pelan-pelan membaringkan tubuhnya lagi. Dia berharap pria ini mau menolongnya.
"Kamu tidak usah khawatir, saya akan mencarikan donor darah untukmu."
"Terimakasih, Tuan."
Sekretaris berusaha yang terbaik untuk wanita itu. Dia tidak mau sesuatu terjadi padanya. Dokter bilang, jika tidak segera mendapatkan donor darah yang tepat untuknya, wanita itu akan meninggal.
Selain mengidap penyakit anemia berat dengan tekanan darah rendah, wanita itu juga mengidap penyakit kanker tumor otak. Dia tidak memberitahukan penyakit yang ini pada wanita itu, karena dia takut wanita itu menjadi depresi. Malang sekali nasibnya. Hatinya meleleh melihat penderitaan wanita yang tadinya dia pecat sendiri akibat ulah Tuan nya itu.
Sekretaris Dion menelepon seseorang. Dia ingin memerintahkan anak buahnya untuk segera memberikan pekerjaan untuk mereka. Secepatnya donor darah itu harus ada. Jika tidak. Tamatlah riwayat. Sekretaris Dion menyuruh pihak majalah/koran, untuk memajangkan disana tentang dibutuhkannya seorang pendonor darah AB negatif dengan upah yang cukup banyak. Tak lama menunggu, ponselnya berdering.
"Halo Tuan, saya siap mendonorkan darah saya untuk wanita itu."