Chereads / MY POLICE / Chapter 2 - Santapan malam

Chapter 2 - Santapan malam

Usai membuat keributan di tengah jalan, kini masalah kembali berlanjut di dalam kantor kepolisian. Sebenarnya semua bisa diselesaikan di tempat jika saja gadis itu mematuhi perintah dan peringatan. Namun, sayangnya Aliesh terlalu keras kepala untuk bisa diajak bekerjasama, selalu membenarkan perkataannya sendiri dan menolak sadar akan kesalahan.

"Apa anda tahu sanksi bagi pengendara motor yang melawan arus?" tanya seorang pihak kepolisian sembari membenahi posisi duduknya bersamaan menautkan jari jemari di atas meja.

"Pak. Saya ini baru masuk kuliah, hari pertama. Lagipula jurusan saya bukan ilmu hukum. Jadi bagaimana saya bisa tahu setiap hak asasi?" celotehnya.

"Sanksi, bukan hak asasi" potong pak Thery membenarkan, mencoba bersabar selama wawancara investigatif berlangsung. Untung saja bukan dirinya yang menjadi pihak penanya, kalau tidak darah tingginya akan berada pada batas maksimal sejak dimenit awal.

"Terserah" Aliesh memutar kedua bola mata tak perduli, kemudian fokus kembali pada kepolisian yang berada di seberang mejanya. "Pak. Saya hanya ingin berbalik untuk menghemat waktu, karena saya sudah sangat telat masuk kelas. Apa bapak tega melihat nilai masa depan negara ini hancur begitu saja? Bapak paham kan maksud saya? Atau memang bapak tidak mengerti karena sebelumnya tidak kuliah?"

Habis sudah. Benar-benar hancur. Mulut gadis itu rupanya perlu di disiplinkan di dalam jeruji besi. Mungkin baginya itu hanya sebuah pertanyaan dengan sedikit unsur privasi, namun tentu berbeda bagi setiap pendengar yang seketika serentak menghentikan kegiatan. Spontan menoleh dengan pandang yang tak dapat diartikan.

Menyadari suasana berubah, obsidian cokelat terang itu berputar pelan mengitari setiap sudut ruangan, mendapati seluruh tatapan kini hanya tertuju padanya. Ruangan tiba-tiba terasa begitu dingin dan sunyi, tak dapat mengeluarkan sepatah kata pun lagi, Aliesh hanya mampu menelan saliva berat dan mengatup rapat kedua bongkahan bibir mungil itu.

"Sepertinya anda benar-benar tidak menyadari kesalahan, kalau begitu…" belum usai pihak kepolisian tersebut melanjutkan perkataannya, Aliesh lebih dulu menyela dengan menyatukan kedua telapak tangan di atas kepala.

"Tunggu tunggu…tolong jangan penjarakan saya pak. Saya mohon" mohonnya dengan menggosokkan kedua telapak tangan cepat. Menundukkan kepala dengan kedua mata tertutup rapat, tak mampu menatap murka dari pribadi tegas di depannya.

Sedangkan polisi tersebut, memberi isyarat pada pak Thery dengan sebuah lirikan kecil. Lalu dengan cepat pribadi yang diberi isyarat bangkit dari duduk, meraih telepon kantor yang berada di atas meja kemudian menghampiri tempat duduk Aliesh.

Dengan geram yang ditahan-tahan, ia meletakkan telepon kantor di atas meja depan Alies sedikit kasar hingga menimbulkan suara gubrakan. Aliesh seketika menurunkan kedua tangan, menatap bingung pada telepon dan wajah pak Thery secara bergantian.

"Apa maksudnya ini?" menggaruk tengkuk heran, hingga tiba-tiba otaknya mencerna dengan cepat makna diberinya telepon kantor. "Ja jangan jangan…ahhh tidak tidak" gelagapnya sembari berdiri dan melangkah mundur, bertekuk di lantai kantor sembari kedua tangan terangkat lagi seperti sebelumnya.

"Telepon orang tua mu sekarang" perintah pak Thery tanpa aba-aba. Ahh mungkin dirinya sudah memberikannya sedari awal, namun bagi gadis kecil yang baru saja hendak masuk dunia perkuliahan itu tidaklah cukup. Mungkin juga Aliesh sudah mengetahui maksudnya dari beberapa detik yang lalu, tapi tetap saja ketika ucapan itu diperjelas, dirinya masih terkejut bukan main..

Menghubungi orang tua karena mendapat sebuah masalah? Sepertinya itu adalah hal yang paling mustahil untuk dilakukannya. Terlebih lagi, dari semua masalah yang ia perbuat, ini merupakan kali pertamanya berakhir di kantor kepolisian. Jadi dari pengalaman siapa dirinya harus belajar?

"Jangan hubungi orang tua ku mohon. Mereka pasti akan sangat marah dan memberikan hukuman berat. Bahkan aku tidak akan bisa lagi mengendarai panda kemanapun" mohon nya kesekian kali.

"Panda?" tanya sang pengintrogasi dan pak Thery bersamaan. Saling melirik tak menyangka sebelum kembali memfokuskan diri pada Aliesh yang tengah berlutut di bawah sana. Tampak kejut dari air muka heran kedua pribadi tersebut. Mereka tidak berpikir bahwa Aliesh benar-benar menunggangi panda ke kampus bukan?

"Benar. Motorku" jelas Aliesh singkat, menciptakan helaan nafas kasar tak berartikan dari kedua anggota kepolisian disekitarnya.

"Baguslah kalau begitu. Jadi kau tidak semena-mena menggunakan jalan umum seperti tadi lagi"

"Lebih baik kalian masukkan aku ke penjara saja, dibandingkan aku harus kembali pada kehidupanku di jaman sekolah menengah" timpalnya tanpa pikir panjang. Mengganti posisi kedua tangan pada kedua sisi pinggang. Berkacak seraya dentungan ancaman mengantar lemparan pandang pada sisi badan kasar. Namun, gadis itu lupa, bahwa yang ia ajak bicara kini bukanlah kedua orang tuanya yang ketika diberikan sebuah gertakan mogok makan, lalu akan menuruti segala permintaannya begitu saja.

"Benarkah? Kalau begitu kami tidak akan keberatan" ucap pak Thery dengan cepat berjalan mendekati Aliesh. Menarik satu lengan kecil itu dengan satu tangan dan satu tangan lagi digunakannya untuk mengambil sebuah borgol dari saku celana.

Tentu semua yang dilakukan pak Thery membuat Aliesh terkejut bukan main. Begitu kalang kabut karena apa yang dilakukan pihak kepolisian itu kini jauh dari bayangannya. Sungguh bukan maksudnya benar-benar ingin menyerahkan diri seperti ini. Apa kata semua orang jika anak yang masih menginjak 18 tahun sudah berkamuflase menjadi seorang narapidana? Hahhh rasanya lebih mengerikan dibandingkan ice cream chocolate yang berlumuran saus tomat.

"Kau benar-benar akan memasukkan ku ke dalam penjara? Kurasa itu bukan ide bagus" tanya Aliesh terbata-bata memastikan dengan menyelipkan sedikit tawaran pada pak Thery untuk berpikir ulang.

"Bukankah tadi kau yang minta? Sekarang aku hanya menuruti kemauanmu gadis kecil"

"Tapi kau bisa mempertimbangkannya. Kau perlu berpikir ulang bukan?"

"Tidak perlu. Mari aku antar"

"Tidak. Aku yakin kau perlu memikirkan ulang tentang ini. Ohh atau kau..kau perlu berdiskusi dengan bapak polisi yang disebelah sana" lalu tangan mungil itu menunjuk ke arah sang pengintrogasi yang dengan cepat mengalihkan pandangan, seolah-olah tidak ingin ikut campur dalam urusan ini.

Hahh benar-benar tidak ada yang bisa diandalkan. Sepertinya ia sudah kehabisan akal, mencari alasan sejak tadi hanya membuatnya semakin terjerumus ke dalam jurang jeruji. Bodoh Aliesh….kau sungguh bodoh. Sekarang harus bagaimana untuk menghindari kedua pilihan gila ini? Menghubungi orang tua atau masuk penjara? Hahh sialll..

"Itu juga tidak perlu. Mari"

"Aku tidak mau" tolak Aliesh dengan nada memohon. Sekujur tubuhnya lemas, tak dapat terbayangkan jika tubuh kecilnya ini masuk ke dalam ruangan tertutup yang dipenuhi hawa pendosa.

Tidak, ini tidak bisa dibiarkan terjadi. Lalu tanpa aba, tetesan bening keluar dari kedua kelopak ganda milik Aliesh. Terisak begitu keras seakan-akan dirinya sudah disiksa berbagai macam rupa. Mulutnya menganga lebar sembari terus menghembuskan suara yang begitu menggelegar memenuhi antero kantor yang kerap dihindari banyak pri bumi. Terakhir, ku mohon ini cara terakhir ku agar bisa terbebas dari kantor penuh tekanan ini-batin Aliesh.

Sementara itu, Inspektur Felix yang berada di dalam ruangan pribadinya mulai merasa terganggu dengan keributan di luar. Dengan cepat menarik diri dari meja kerja dan menyusuri ruang tengah kepolisian. Menampilkan kekacauan yang membuatnya menghela nafas berat.

"Ada apa ini?" tanya inspektur Felix sembari perlahan mendekat ke arah dua pribadi yang saling tarik menarik lengan.

Begitu pula dengan pak Thery dan Aliesh, mendengar suara yang begitu tegas bernada rendah seketika membuatnya menghentikan gerakan. Menoleh bersamaan tatkala postur tubuh dibuat setegap mungkin, kecuali Aliesh. Sibuk memeras habis cairan bening dari kedua pelupuk mata bulatnya.

Inspektur Felix yang mendapati tangisan aneh hanya memandangi tanpa ekspresi. Memangku kedua lengan pada dua sisi saku celana. Menanti salah satu dari mereka memberinya sebuah penjelasan yang membuatnya mengerti akan keributan sejak menit lalu.

"Pak" panggil Alies sembari berjalan mendekat ke arah inspektur. "Aku tidak ingin masuk penjara. Ku mohon. Aku baru saja memulai mengejar mimpi ku. Hari ini seharusnya menjadi hari pertama ku merasakan bangku perkuliahan" Aliesh pun melanjutkan tangis yang dibuat se menyedihkan mungkin.

"Kau bodoh? Masuk penjara tidak sesembarang itu" ketus inspektur.

Alies yang menangkap maksud perkataan inspektur segera berbalik arah ke belakang. Menyipitkan kedua mata tajam, menggertakkan gigi kesal sembari menghapus sisa air mata yang terbuang sia-sia hanya karena permainan pak Thery. Sedangkan pribadi yang ditatap segera beralih posisi, menghindar dari kecaman amarah gadis remaja yang tiba-tiba terlihat sangat menakutkan baginya.

"Hubungi orang tuamu atau kau akan benar-benar masuk ke dalam sana" ujar inspektur menunjuk ruang jeruji dengan dagunya.

"Apa tidak ada pilihan lain?" Aliesh mencoba bernegosiasi untuk kali terakhir, dan segera mendapat gelengan dari ekstensi dingin di depannya. Benar-benar tidak ada pilihan lain.

Tangannya perlahan mengambil sodoran telepon kantor dan menekan beberapa tombol nomor untuk terhubung dengan ayahnya. Setidaknnya ia harus menghubungi pihak keluarga yang berhati lembut seperti ayah, jika tidak ibu nya akan mengoyak tubuh kecil itu di tempat. Hahhh membayangkannya saja sudah membuat tubuh itu bergidik ngeri.

***

Di ruang kerja yang ditempatkan dirinya seorang, tampak pria paruh baya dengan setelan jas hitam rapi tengah begitu sibuk dengan berbagai lembaran kertas yang menumpuk di atas meja kerja. Sesekali menggaruk belakang kepala dan mengacaknya penuh pelampiasan karena pening mulai menguasai kepalanya. Mengerjap beberapa kali karena penglihatan yang mulai memudar, hingga dimana terdengar suara dering telepon yang ia letakkan di meja tengah. Membuatnya seketika beralih menuju telepon yang perlahan bergeser karena getaran.

Kemudian ia membuang nafas penat sebelum bangkit dari kursi. Mendekat ke arah meja dan segera meraih handphone. Ketika ditatapnya, layar menunjukkan nomor telepon tak dikenal. Namun, tanpa berpikir panjang, ia segera menerima telepon agar terhubung.

"Halo. Dengan siapa?" tanya pria paruh baya begitu lembut. Melepas lelah dengan mendaratkan bokong pada sofa empuk dan bersandar pada sanggahan sembari menunggu jawaban dari sang penghubung. Tapi satu menit berlalu, masih belum ada tanggapan sedikit pun. Menjauhkan dan mendekatkan handphone pada daun telinga beberapa kali, mengecek apakah telepon masih tersambung atau tidak.

"Halo. Siapa ini?" tanya sekali lagi, membuat sang penghubung mengeluarkan suara. Namun, tak disangka, tanggapan itu malah membuatnya terperanjat dari duduk nyamannya.

"Apa maksudmu di kantor polisi?" volume suara pak John tak terkendali karena terlalu kaget. Bagaimana tidak? Gadis yang dianggapnya sudah aman sampai pada tujuan dan mulai belajar, malah berputar arah menuju kantor polisi. Kepala yang beberapa saat lalu hanya terasa sedikit nyeri kini terasa berputar seakan diremas beribu tangan hulk.

Usia menanyakan alamat kepolisian, pak John segera memutuskan telepon sepihak dan dengan cepat menelusuri kontak untuk menghubungi seseorang.

/Mama/

Setelah mengabari sang istri, pak John segera mengambil kunci mobil dan berangkat ke tempat tujuan.

25 menit berlalu. Kini sepasang suami istri itu sampai tepat di depan kantor kepolisian. Membuka pintu mobil dengan terburu-buru, tampak air muka begitu khawatir dari wajah pak John. Namun, berbeda dengan ibu Monika, wajahnya tampak merah padam. Mengambil langkah lebar menuju kantor, begitupula dengan pak John yang berusaha menyusul ketertinggalan. Sepertinya dirinya sudah salah membawa sang penguasa rumah menuju putrinya yang bermasalah itu. Entah apa yang akan terjadi pada putri malangnya itu sekarang.

Ibu monika dengan tenaga dalamnya, mendorong pintu kaca kantor. Menenggelamkan diri dari balik pintu, mendapati Aliesh yang tak kalah terkejut dari ayahnya yang baru saja masuk. Membulatkan kedua matanya dan secepat kilat melarikan diri menuju belakang badan tegap kekar milik sang inpektur. Untuk saat ini melindungi diri dari sebuah amukan melebihi masa adalah yang terpenting.

"Tolong aku" Alies memohon bersamaan meremas seragam milik inspektur Felix. Menunduk merasakan getaran yang muncul tiba-tiba dari sekujur tubuhnya.

"DASAR GADIS NAKAL. KEMARI KAU. AKAN KU BUAT TUBUH MU MENJADI SANTAPAN MALAM INI" teriak ibu Monika begitu emosi hingga menghadirkan urat tegang dari leher dan sisi kepalanya.

Selamat atau tidak. Dipotong menjadi santapan malam terdengar begitu mengerikan. Tuhan. Aku tidak berharap apa-apa lagi. Tolong selamatkan aku dari wanita itu sekarang-harap Aliesh dalam diam.

***