PERNIKAHAN DINA
Hari pernikahan adalah hari yang banyak ditunggu-tunggu oleh pasangan yang saling mencintai. Hampir semua orang yang sedang dilanda asmara akan beranggapan bahwa hari pernikahan adalah sebuah hari besar dimana mereka akan melangkahkan kaki menuju gerbang kebahagiaan yang sejati, dimana mereka bisa merasakan nikmatnya hidup bersama orang yang paling dikasihi untuk selama-lamanya. Hari pernikahan adalah ujung sempurna dari sebuah hubungan asmara.
Sayangnya hal tersebut tidak berlaku bagi seorang wanita jelita yang bernama Dina Febrianti. Baginya, hari pernikahan adalah bencana.
Esok lusa dia akan menikah.
Pernikahannya yang kedua.
Dengan seorang lelaki idiot yang tidak dia kenal sama sekali.
Dina tidak bisa mengelak dan menolak pernikahan yang telah direncanakan ini. Dia hanya bisa pasrah menghadapinya, sebagaimana ia juga pasrah menghadapi semua masalah yang datang bagaikan badai yang menghantamnya bertubi-tubi. Suaminya sendiri telah pergi dan menjual Dina pada laki-laki lain demi menyelamatkan diri dari hutang yang bertumpuk.
Anton adalah laki-laki brengsek dan mungkin saja Dina beruntung telah berpisah dengannya. Kadang Dina heran pada dirinya sendiri, bagaimana dia bisa bertahan menghadapi semua masalah ini? Kalau saja tidak ingat pada anak-anaknya yang masih kecil Dina pasti sudah bunuh diri sejak pertama kali dia disetubuhi Pak Pramono yang bejat itu.
Dina hanya bisa pasrah menghadapi semua masalah ini. Yang akan terjadi terjadilah. Suatu saat kelak, keadaan pasti akan menjadi lebih baik.
Wanita jelita itu memperhatikan pantulan dirinya pada cermin yang terdapat di kamarnya yang besar. Usianya memang sudah lebih dari 30, tapi wajah dan tubuhnya masih bisa bersaing dengan remaja belasan tahun. Dina masih cantik dan masih tetap seksi.
Lekukan tubuhnya yang matang sangat menggiurkan bagi seorang pria normal, wajahnya yang cantik namun tidak membosankan menimbulkan kesan mendalam bagi mata yang memandang, kulitnya putih bagaikan pualam, tubuhnya harum bagaikan bunga, rambutnya yang sebahu menambah aksen kedewasaan yang lembut yang didamba seorang pria. Dina adalah seorang wanita yang mendekati kata 'sempurna'.
Walaupun tidak telanjang, keindahan tubuh Dina masih terlihat jelas di cermin. Dina tidak tahu apakah dia harus berterima kasih ataukah malah mengutuk semua karunia ini. Apakah kecantikan dan keseksiannya merupakan anugerah atau justru kutukan? Saat ini Dina sedang mencoba baju pengantin yang akan ia pakai esok lusa. Ia mengenakan baju berwarna putih tulang yang sangat indah dan cantik.
Gaun putih yang diberikan oleh Pak Bambang sebagai baju pengantin sangat pas ia pakai, selain menampilkan lekuk tubuhnya yang indah, Dina makin terlihat bercahaya jika mengenakannya, pas sekali dengan warna kulitnya yang seputih pualam.
Dengan baju indah yang tentunya harganya sangat mahal ini Dina bisa memamerkan pundaknya yang halus putih mulus, leher yang sempurna dan belahan dada yang aduhai. Dia pasti terlihat sangat cantik dengan baju pengantin ini, jauh lebih cantik dari saat dia pertama kali menikah dulu.
Sungguh sayang, dia akan menikah dengan orang yang tidak ia cintai. Bagaimana mungkin ia bisa mencintai calon suaminya kalau bertemu saja belum pernah?
Walaupun terpaksa mencoba baju pengantin, tapi Dina tak bisa memungkiri kalau baju yang sedang ia pakai sangatlah indah. Bahannya halus dan nyaman digunakan, harganya sudah pasti sangat mahal. Berulang kali Dina melenggak-lenggokkan badan di depan cermin.
Karena asyik mencoba baju seperti layaknya seorang calon pengantin baru, perlahan-lahan Dina lupa kalau esok lusa dia akan dinikahkan paksa dengan putra Pak Bambang yang idiot. Pak Bambang memang hebat, dia bisa tahu pasti pakaian pengantin mana yang bagus dikenakan Dina tanpa perlu memastikan ukurannya. Baju tersebut membuat kemolekan tubuh mulus Dina makin bercahaya, seperti seorang bidadari. Selayaknya seorang wanita yang menggemari baju bagus, Dina menyukai gaun pengantinnya.
Kamar yang saat ini digunakan Dina berada di lantai atas villa raksasa milik keluarga Pak Bambang, letaknya jauh di luar kota. Dina tidak tahu dengan pasti di mana mereka sebenarnya berada karena Pak Bambang masih merahasiakannya, Dina hanya tahu mereka berada jauh di luar kota dan berada di lokasi yang asing baginya.
Agaknya Pak Bambang masih takut Dina akan ketakutan dan melarikan diri dari pernikahannya nanti. Selain melarang Dina menggunakan telepon dan melarangnya keluar villa, kakek tua itu juga membatasi pertemuan Dina dengan anak-anaknya. Mereka hanya bertemu beberapa jam saja perhari.
Pak Bambang sengaja membatasi pertemuan itu agar Dina tahu pasti, nasibnya dan nasib anak-anak berada di tangan laki-laki tua itu. Sesudah pernikahannya dengan putra Pak Bambang, barulah Dina bebas menemui anak-anaknya lagi. Anak-anak Dina dijadikan jaminan supaya Dina tetap menurut kepadanya.
Terlalu asyik melamun dan mengamati dirinya sendiri di cermin membuat Dina terlena dan lengah. Dia tidak menyadari ada sesosok laki-laki tua masuk ke dalam kamarnya.
"Cantik."
Ungkapan kagum Pak Bambang membuat Dina kaget, ia terhenyak dan mundur ke belakang.
"Kamu cantik sekali. Aku puas punya menantu seperti kamu." Wajah Pak Bambang yang sudah terbakar nafsu birahi membuat Dina bergidik ketakutan. Saat masih menjadi boneka Pak Pram saja kakek tua ini dengan mudah bisa menidurinya, apalagi sekarang saat mereka tinggal serumah.
"Kalau nanti si Dudung absen meniduri istri barunya, Bapak bersedia mengambil alih pekerjaan itu. Mempercepat memperoleh keturunan." Katanya sambil terkekeh-kekeh.
"Ma-maaf… tapi saya sedang tidak ingin diganggu, bisa Bapak keluar dulu sementara saya berganti…?" Belum sempat Dina melanjutkan, Pak Bambang sudah maju ke depan mendekatinya. Kepala Dina menunduk takluk, ia tidak berani melawan kakek cabul ini.
"Aku tidak akan mengganggumu bersolek."
"Saya hanya sedang mencoba baju, bukan bersolek…"
"Bagus! Itu artinya kamu sudah siap menikah dengan anakku esok lusa, kamu sudah sadar dan menerima siapa kamu serta apa posisimu sekarang. Jujur saja, aku akan jauh lebih lega kalau kamu akhirnya dapat menikmati hidup bersama anakku, Dudung." Kata Pak Bambang. "Tapi kalau melihatmu dengan baju itu, sayang sekali rasanya harus memberikanmu pada Dudung… kamu terlihat sangat cantik dengan baju pengantin."
"Terima kasih atas pujiannya, tapi…"
"Tidak perlu takut seperti itu, aku tidak akan menyentuhmu hari ini. Aku masih lelah. Kecapekan gara-gara kemarin sore meniduri sekretarisku yang baru. Aku tidak ingin penyakit punggungku kumat gara-gara kebanyakan meniduri wanita cantik yang mengantri, walaupun harus kuakui, tubuhmu yang indah itu benar-benar menggiurkan." Kata Pak Bambang sambil menjilat bibirnya.
Dina mengeluarkan nafas lega, sepertinya dia selamat kali ini.
"Tapi tidak ada salahnya kalau kamu ingin memuaskan calon ayah mertuamu dengan seponganmu yang nikmat itu." lanjut Pak Bambang. Dina yang tadinya sudah lega kini menunduk kesal dan mengumpat, sekali bejat ternyata tetap bejat, dasar laki-laki tua busuk! Melihat Dina kesal, Pak Bambang tersenyum puas dan kembali menambahi. "Sangat tidak sopan kalau kamu tidak menyuguhkan hidangan yang menarik untuk calon mertuamu, kan, Mbak Dina?"
Dina mengangguk sambil menggemeretakkan gigi menahan jengkel.
Pak Bambang duduk dengan jumawa di tepi ranjang Dina. pria tua itu lalu membuka celananya dan mengeluarkan kemaluannya dari dalam celana dalam tanpa rasa risih sedikitpun. "Dihisap-hisap sedikit saja." Katanya sambil menyunggingkan senyum tanpa dosa. "Seperti biasanya."
Senyuman yang sangat menjijikkan dan membuat harga diri Dina jatuh ke dasar lantai terbawah. Si cantik itu terhina sekali namun tak bisa melakukan apa-apa, dia harus melakukan apapun yang diminta Pak Bambang.
"Kamu punya wajah yang sangat cantik," kata Pak Bambang, "bibir yang indah…"
Dina tidak ingin mendengar kata-kata gombal dari kakek tua itu lebih panjang lagi, dia tahu apa yang harus dilakukannya. Dengan langkah pelan ibu muda yang cantik itu berjongkok di hadapan calon ayah mertuanya, perut Pak Bambang yang gemuk menggelambir membuat Dina muak, tapi dia harus menahan diri agar tidak muntah di hadapannya. Pria tua itu sendiri kegirangan melihat Dina sudah siap mengulum kemaluannya.
Dengan jari jemari lentik yang terawat rapi Dina mengangkat kantong kemaluan Pak Bambang dan memainkannya dengan lembut. Ketika tangan kirinya sibuk mengelus kantung Pak Bambang, tangan kanan Dina mengangkat batang kemaluannya. Jari jemari Dina yang sangat halus dan lembut membuat kakek tua itu harus menggigit bibir agar bisa menahan nafsunya yang menggelegak. Baru dipegang saja sudah nafsuin, apalagi nanti kalau sudah masuk ke mulutnya…
Wajah Dina kian mendekati penis Pak Bambang, entah kenapa makin lama dia semakin ingin mengulum kemaluan laki-laki tua itu. Dia malu pada dirinya sendiri karena tak mampu mempertahankan harga diri dan lemah pada nafsu birahi yang selama ini telah dilatih dan dibangkitkan oleh Pak Pramono. Kemaluan Pak Bambang tidak menarik, keriput dan terlihat tua, tapi seperti apapun bentuk penis Pak Bambang, Dina mau tidak mau harus menikmatinya.
Pak Bambang terus mengamati wajah cantik dan jari-jari lembut yang kini memegang alat vitalnya. Wajah Dina yang segar dan sangat cantik membuat laki-laki tua itu hampir-hampir tak tahan.
Dina melirik ke atas, menatap wajah Pak Bambang yang diselimuti nafsu birahi. Wajah laki-laki tua itu berkeringat deras, matanya terbelalak tajam seakan hendak keluar dari wajahnya dan air liur menetes pelan dari ujung mulutnya. Dina tahu pasti, wajah yang sedang menatapnya bukanlah wajah yang tampan, wajah itu adalah wajah seorang kakek tua bejat yang penuh nafsu dan berkuasa penuh atas dirinya.
Mulut Dina terbuka, lidahnya keluar dan dengan lembut ia menjilat bagian bawah batang kemaluan keriput milik Pak Bambang. Kakek tua itu bergetar karena nikmat yang ia rasakan. Ia menatap tajam mata indah milik Dina ketika ibu muda dua anak itu mulai memasukkan ujung gundul kemaluan Pak Bambang ke dalam mulutnya yang mungil dan perlahan menghisapnya.
"AAARRGHH!!!" teriak Pak Bambang. Kakek tua itu tak mampu menahan dirinya lagi, ia merasa tubuhnya melayang dan melambung tinggi ke awan, ia merasa dirinya bagaikan raja yang sedang dilayani oleh hambanya. Rasa nikmat yang ia rasakan tak terucapkan, penis tuanya yang lelah masih bisa diperlakukan dengan lembut oleh wanita terhormat seperti Dina. Pak Bambang memejamkan mata ketika lidah Dina mulai berputar di ujung kemaluannya.
Pak Bambang memang sering bermain cinta dengan wanita muda, dengan istri atau bahkan dengan anak gadis orang. Tapi nikmat yang ia rasakan tidak setulus ini, kelembutan wanita dewasa yang anggun seperti Dina membuat Pak Bambang merasakan nikmat yang luar biasa.
Sementara bibir Dina terus bergerak mengulum dan lidahnya menjilat, Pak Bambang mengelus rambut indah Dina yang lurus sebahu dengan jari jemarinya yang gemuk. Kedua tangan Pak Bambang lama kelamaan menjepit kepala Dina dan menyorongkannya maju mundur seiring gerak hisapan si cantik itu.
Dina tak melawan sedikitpun. Pak Bambang mulai menggerakkan kepala Dina dengan cepat, mendorong kemaluannya masuk ke kerongkongan ibu muda yang jelita itu dan menariknya keluar, lalu mendorong masuk lagi secepatnya. Kakek tua itu melakukannya berulang dan semakin lama semakin cepat. Ia sangat menikmati kuluman bibir mungil Dina.
"Arrrggghhhh, …enaknyaaaa!!" kata Pak Bambang yang mulai kehilangan kontrol.
Dina tetap meneruskan sepongannya sementara Pak Bambang menggerakkan pinggulnya agar bisa melesakkan penisnya dalam-dalam ke mulut Dina. Jepitan tangan Pak Bambang di kepala Dina makin rapat dan dorongannya makin dalam, hal itu membuat Dina terbatuk-batuk.
"Aaaaggghh, aku mau keluar! Di dalam mulutmu! Aku mau keluarin di dalam mulutmu!" kata-kata itu diucapkan Pak Bambang sambil memejamkan mata dan menggemeretakkan gigi. "Yaaaaa!! Yaaaaaaaaaa…!!! Ahhhhhhhh!!!"
Tanpa basa-basi, kontol Pak Bambang menyemprotkan cairan kental ke dalam kerongkongan Dina seperti keran bocor. Dina harus berusaha menelan air mani kakek tua itu agar tidak tersedak. Semprotan kontol keriput itu hanya berlangsung beberapa detik, tidak terlalu lama dan tidak banyak.
Pak Bambang mengangkat kepala Dina agar wajah si cantik itu menatapnya. "Kamu cantik. Sungguh sangat cantik." Pak Bambang tak pernah bisa menahan diri di hadapan wanita anggun yang jelita ini. Setelah tetesan terakhir mani kakek tua itu turun, Pak Bambang menarik kontolnya dari mulut Dina. Mulutnya tersenyum penuh kepuasan.
Dina berdiri dengan goyah, ia meneguk semua mani Pak Bambang agar tertelan ke perut, hanya itulah satu-satunya cara agar tidak tersedak. Tanpa menunggu Pak Bambang yang masih dibuai kenikmatan, Dina berjalan ke arah kamar mandi.
Dia ingin berkumur dan membersihkan mulutnya yang kotor oleh penis peyot si kakek tua bejat. Pak Bambang mengawasi Dina yang melangkah pelan ke kamar mandi. Pantatnya yang bulat dan buah dadanya yang kenyal membuatnya meneguk ludah. Alangkah senangnya dia bisa memperoleh menantu seperti Dina yang bisa dipakai kapanpun dia mau.
Pak Bambang tertawa penuh kemenangan.