Dina menundukkan kepala, berpikir keras sementara Dudung masih sesunggukan.
Dengan satu desahan panjang Dina menggeleng kepala dan menepuk pundak Dudung. Dia yakin akan menyesali keputusannya ini…
"Kamu mau melakukannya, Mas? Sekarang?" Dina memandang ke arah Dudung dengan pandangan mata pasrah. Dudung terhenyak kaget, ia menghapus air mata yang mengaliri pipinya. Dina bertanya lagi, "Kenapa? Kenapa kamu ingin melakukannya denganku, Mas?"
"Du-Dudung mau karena… karena… karena Dudung suka Dina. Dina cantik."
"Kamu suka sama aku, Mas? Suka atau sayang?"
"Dudung sayang Dina. Dina cantik… Du-Dudung tidak mau menyakiti Dina. Janji! Tidak sakit… Dina pasti senang. Pasti…" wajah Dina yang cantik bersinar membuat Dudung makin bersemangat, dalam keluguan dan kebodohannya ia tidak sadar bahwa ia mungkin mencintai Dina sejak pertama kali bertemu dengannya.
Dina tidak bisa melepaskan pandangan dari benda menggantung yang ada di selangkangan Dudung, ukurannya, bentuknya… ah! Bagaimana mungkin ia bisa tertarik pada alat vital Dudung? Apakah dia akhirnya bersedia digauli Dudung karena kasihan dan terpaksa, atau karena dia ingin segera merasakan batang kemaluan Dudung itu di dalam memeknya?
Dina tahu dia tak akan pernah bisa menjelaskan pada siapapun, bagaimana dia bisa tertarik pada manusia aneh bernama Dudung ini. Dorongan seksual menggebu dalam batinnya menjadi gairah liar tak tertahankan yang mengurung perasaannya sendiri. Dina hanya mengangguk pasrah pada pria idiot yang berdiri tegak di hadapannya.
Ibu muda yang cantik itu bahkan membuka kakinya lebar-lebar, mengeluarkan desahan mesra penuh irama kala batang kemaluan raksasa milik Dudung menyentuh paha bagian dalamnya. Sentuhan ringan ujung gundul kemaluan Dudung mengalirkan sensasi dahsyat ke seluruh bagian tubuh Dina, melejitkan nafsu birahinya sampai ke tingkat yang tak terkatakan. Dina hanya terdiam, memejamkan mata dan menunggu.
Dudung yang bodoh tidak tahu bagaimana caranya membuai seorang wanita, dia tidak mengerti bagaimana caranya melakukan permainan cinta sejati. Dia tidak tahu bagaimana melakukan pemanasan. Dudung mengulurkan jarinya ke dalam selangkangan Dina, membiarkan jarinya masuk dan mencubit bibir kemaluan sang istri yang berwarna merah jambu, dia melakukannya dengan kasar – tanpa mengelus dan tanpa rabaan.
Dina melonjak kaget ketika jari-jari Dudung yang ukurannya sangat besar mengobrak-abrik pukinya yang kini mulai basah. Dina malu pada dirinya sendiri, Dudung belum melakukan apa-apa tapi kemaluannya sudah mulai basah. Hanya dengan melihat penis Dudung yang besar itu, Dina tak mampu menahan nafsu birahinya.
Dudung sendiri sekarang mulai maju, penisnya yang mengeras bagai baja seperti tak sabar ingin segera menjajah liang kenikmatan milik Dina. Wanita cantik itu sendiri juga tak sabar, ia ingin Dudung segera melakukannya, ia ingin penis itu segera masuk ke vaginanya yang dahaga. Tanpa ada seorangpun yang meminta, Dina mengangkat kakinya lebih tinggi, memberikan Dudung akses yang lebih bebas, si cantik itu telah menunggu.
"Ma… masukkan saja, Mas." Desis Dina, tangannya mencengkeram dan kukunya menancap di pundak Dudung. "A… aku menginginkannya… berikan padaku… berikan pada istrimu ini…"
Kata-kata Dina bagaikan musik yang indah bagi Dudung, belum pernah ia mendapatkan seorang wanita yang mau ia perlakukan seperti ini sebelumnya. Senyumnya yang manis mengundang Dudung untuk segera melakukan apa yang mereka berdua inginkan. Dengan satu lolongan yang keluar dari mulut Dudung, kepala gundul kontol raksasa miliknya mulai masuk ke dalam liang kenikmatan Dina, sedikit demi sedikit, perlahan-lahan sekali.
Awalnya ujung gundul kemaluan Dudung hanya menyentuh bibir kemaluan Dina saja, walaupun begitu vagina si cantik itu sudah basah dan siap menerima serangan. Ketika Dudung benar-benar bersiap melesakkan kemaluannya, mata Dina terbelalak melebar.
Ujung kontol Dudung dioles kesana kemari, bibir vagina, rambut kemaluan, paha dalam, seluruh bagian sensitif di sekitar memek Dina dirambahnya. Dudung tidak tahu mana yang enak dan mana yang tidak. Ia hanya mengamati perubahan wajah Dina saja. Lalu dengan satu hentakan pinggul yang kuat, pria bodoh itu memakukan batang penisnya ke dalam liang kenikmatan Dina yang elastis, merenggangkan dinding-dindingnya ke batas maksimal.
"Aaaaaaaaaahhhhh!!!" teriak Dina, gabungan rasa sakit dan kenikmatan yang dirasakannya tak terkatakan. Ia hanya bisa melolong tanpa daya. "Ooooohhhhhmmm… enaaaaaaakkkkghhhh…"
Luar biasa, kontol Dudung baru masuk hanya beberapa senti saja ke dalam memeknya, tapi Dina sudah melolong tak berdaya.
Tubuh Dina bergetar hebat merasakan batang kemaluan yang kerasnya bagai kayu mulai dilesakkan ke dalam kemaluannya, diiringi dengan nafas yang kembang kempis, Dina mengangkat pinggul dan pantatnya agar Dudung lebih leluasa. "Terus… terus, Mas," bisik Dina yang sudah tak mampu menahan diri lagi. "Tidak apa-apa… pelan-pelan saja… jangan –… jangan terlalu cepat…"
Dudung yang sudah sangat bernafsu tidak bisa mendengar kata-kata Dina, pria bodoh itu melanjutkan niat buasnya. Ketika penisnya ditusukkan, rasa sakit menyengat Dina. Si cantik itu mulai memukul-mukulkan tangannya ke pundak Dudung, perihnya tak tertahankan lagi, apa yang awalnya nikmat berubah menjadi rasa sakit yang luar biasa.
Tapi Dudung sudah terlanjur berubah menjadi pejantan yang buas tanpa ampun, saat itu tiba-tiba saja Dina merasa bodoh. Ia menyesal merasa siap menerima kemaluan Dudung yang sangat besar itu. Kini, batang yang keras bagai baja itu telah melesak masuk dan akan terus masuk sampai ujung terdalam.
Siap tidak siap, mau tidak mau, Dina harus menahannya. Ukuran kemaluan Dudung yang besar seakan membuat dia hendak merobek bibir kemaluan Dina ketika penisnya ditanam dalam-dalam di memek sang istri.
"Gakkghhh!! Aghhh!! Ahhh!" Dina melenguh berulang, tenggorokannya tercekat. Rasa sakit yang tak tertahan membuatnya berontak secara reflek, namun sia-sia, Dudung sudah berubah menjadi makhluk mengerikan yang memangsa tubuhnya dengan buas.
Tidak ada kata berhenti atau istirahat, Dudung melanjutkan niatnya, mengobrak-abrik memek sempit Dina dengan batang kemaluannya yang raksasa. Dina mengeluarkan air mata, sungguh dia tidak tahan, dia sudah mencakar, memukul, mendorong, tapi Dudung tetap memompanya. Teriakan Dina juga tak digubris. Si cantik itu berharap dia bisa segera pingsan, lebih baik tak sadarkan diri daripada merasakan sakit yang seperti ini.
"Ja-jangan menangis, Dina," pinta Dudung dengan suara memelas, "…ka-kalau Dina diam saja, Dudung cepat selesai. Kalau diam saja, Dina pasti merasa enak, soalnya Dudung juga enak. Sebentar lagi selesai, janji! Jangan menangis… jangan menangis…"
Dina mendengarkan permintaan Dudung yang memelas itu dan membuka matanya. Pandangan matanya buram dan kabur karena baru saja menangis. Rasa sakit itu tidak seberapa… batin Dina, setelah semua yang terjadi… setelah pernikahannya dengan Dudung yang diawali tanpa dasar cinta, ini semua tak seberapa.
Bukanlah Dudung yang bersalah, tapi ayahnya. Pak Bambanglah yang telah memaksa mereka menikah. Dina merasa tidak enak hati pada Dudung, pria ini tidak mengenal siapapun kecuali Dina dan Pak Bambang dalam hidupnya. Pria yang kesepian dan tak punya teman.
Dia tidaklah sebodoh yang Dina kira, Dudung bahkan sangat cermat dan perhatian, walau kadang terlalu sensitif. Dudung memang bukan suami yang sempurna, tapi Dina bisa belajar mencintai. Ketika Dudung menusukkan lagi kemaluannya ke dalam vagina Dina, si cantik itu memilih memejamkan mata dan menggigit bibirnya tanpa mengeluarkan suara. Lebih baik dia yang kesakitan, daripada Dudung tahu rasa sakit yang ditimbulkan karena bersetubuh dengannya.
Batang kemaluan Dudung tidak berhenti berdenyut dan membesar, seakan-akan batang itu adalah balon gas yang terus membesar, bedanya kontol Dudung yang besar lebih mirip batang baja daripada balon gas. Kontol Dudung terus saja mendesak ke dalam bagian terdalam kemaluan Dina yang menolak kehadiran benda asing itu.
Dudung mengira kalau dia sudah selesai menancapkan kontolnya, Dina akan merasa nyaman dan bisa menikmati permainan cinta mereka. Sayang tidak seperti itu keadaan sebenarnya. Dari gayanya — walaupun ada kesan malu-malu – Dina bisa memperkirakan kalau ini bukanlah pertama kalinya Dudung bermain cinta. Entah dengan siapa dulu dia bercinta… tapi bagi Dina sendiri, dari semua 'lawan main'nya, barang milik Dudunglah yang paling besar.
'Ampuuuun!' batin Dina, sungguh dia bisa merasakan setiap senti desakan kontol Dudung dalam liang rahimnya. Kali ini, kemaluan Dudung amblas lebih dalam dari sebelumnya, tanpa ampun menusuk terus ke dalam, sakitnya terasa sampai ke perut si cantik itu.
Batang penis Dudung yang keras bagai baja menjajah dan mengobrak-abrik dinding lembut memek Dina, mendesak ke dalam bagaikan paku. Dina tidak ingin berteriak lagi, tapi sungguh dia tidak tahan… dia tidak tahan kalau begini terus… dia tidak tahan kalau Dudung tidak berhenti!
Gaya permainan buas ala Dudung membuat Dina terombang-ambing tanpa daya, namun detik detik berikutnya hal yang mengejutkan Dina terjadi.
Dudung menggoyang penisnya dan memompa keluar masuk, sekali, dua kali, tiga kali… terus menerus tanpa henti! Dina mulai merasakan sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya, sesuatu yang tidak pernah terlintas dalam benaknya… kenikmatan yang luar biasa. Terus… terus… terus… jangan berhenti… Dina tidak mau Dudung mengakhiri permainannya, enak… enak sekali… jangan berhenti…
Dina tidak percaya ini, setelah semua rasa sakit yang ia terima dan genjotan tanpa ampun dari Dudung, akhirnya ia menerima semuanya dengan penuh kenikmatan. Ia ingin Dudung melanjutkannya tanpa henti, Dina membuka kakinya lebar-lebar, ia ingin Dudung masuk lebih dalam! Lebih dalam! Ia percaya suaminya yang tidak begitu pintar ini ingin membuktikan kalau dia menyayangi Dina, mencintainya… sepenuh hati…
Tiba-tiba saja, denyutan batang kontol Dudung terhenti. Ujung gundul penis yang tadinya melesak ke dalam tiba-tiba saja terdiam. Dudung menarik batang kemaluannya dengan perlahan. Dina sudah bersiap melepas, ia merenggangkan kakinya dan memejamkan mata… tapi… tiba-tiba saja… dengan satu sodokan penuh tenaga, Dudung mendorong kemaluannya kembali masuk ke dalam!
"Aaaaaaaaaaaaahhhhh!!!" Dina menjerit kesakitan.
Seluruh batang kontol Dudung amblas ke dalam memek Dina, semuanya masuk ke dalam, dari ujung gundul sampai batas terbawah. Kantong kemaluan Dudung menampar bagian bawah bibir memek Dina sampai ke lubang anusnya. Ya Tuhan! Dudung benar-benar melakukannya… pria bodoh itu memasukkan semuanya sampai ke dalam!
"Sa-sakit?" tanya Dudung yang terkejut mendengar jerit kesakitan Dina.
"Sakit…" erang Dina.
Dudung memperlambat gerakannya. Wajahnya berubah, ia merasa bersalah.
"Ooooohhhh…" Dina melenguh perlahan.
Dudung mengubah gaya permainannya. Dia tidak sebuas seperti awal serangannya, dia kini lebih lembut, sepertinya pria bodoh itu mulai sadar kalau apa yang telah dia lakukan tadi menyakiti Dina dan kini ia berusaha memperbaiki kesalahannya.
Dudung memegang lengan Dina dan mengelusnya lembut, bukannya berusaha memaksa kemaluannya masuk secara bertubi, Dudung kini menunggu agar Dina bisa menyesuaikan diri. Dengan sabar pria bodoh itu memperhatikan tubuh Dina mulai relaks dan bisa membiasakan diri dengan ukuran kemaluan Dudung yang memang di atas rata-rata lelaki Asia pada umumnya. Dudung tidak melakukan ini semua karena ia pintar, ia melakukannya secara refleks, intuisi laki-laki yang entah sejak kapan ia miliki.
Dina tidak percaya apa yang baru saja terjadi pada dirinya, seluruh batang kemaluan Dudung telah amblas! Masuk ke dalam liang kenikmatannya!
Sesuatu yang sebelumnya tak terbayangkan olehnya… batang sekeras baja itu kini berada di dalam tubuhnya, masuk ke dalam liang rahimnya, menyodok seakan hendak mengoyak perut. Dina membuka mata dan menatap kekasih barunya dengan pandangan penuh pengertian, ia berusaha menyembunyikan rasa sakit yang masih dirasakannya, rasa sakit yang ditimbulkan oleh sesaknya desakan batang kejantanan Dudung di dalam vagina mungilnya.
Setelah gerakan lembut keduanya berinteraksi, otot-otot kemaluan Dudung yang tadinya lemas kini mulai mengeras kembali. Dina mengerang perlahan, ia takut Dudung akan menghentikan gerakannya kalau tahu dia kesakitan. Dengan sekuat tenaga, Dina berusaha bertahan, ia sampai menggemeretakkan gigi karenanya.
Entah bagaimana Dudung merasa curiga, ia memperhatikan Dina, menunggu dan bergerak maju mundur kembali. Rasa sakit yang tadi begitu menyiksa Dina kini sudah mulai banyak berkurang, sekali lagi wanita cantik itu memaksakan senyum pada Dudung.
Lagi dan lagi, luapan cinta keduanya saling bertumbukan, tersalurkan melalui tumbukan sebuah batang kemaluan yang sekeras baja. Dudung memperlakukan tubuh Dina dengan penuh kelembutan dan rasa sayang, ia bergerak pelan, memutar pinggul dan penisnya, menggiling kemaluan Dina dengan tumbukan yang sebisa mungkin tidak menyakitkan, sampai akhirnya dinding memek Dina yang elastis merenggang dan bisa menyesuaikan ukuran dengan kontol Dudung.
Dina merasakan kegairahan yang makin lama makin memuncak, membuatnya bingung dibuai kenikmatan yang tak seharusnya terjadi. Dina tidak mampu berpikir dengan jernih, tubuhnya terasa melayang ke atas awan.
Ibu muda yang cantik itu membiarkan tubuhnya lepas, ia ikuti kemana saja suami barunya akan membimbing. Dina berharap perlakuan yang begitu nyaman dan enak ini tak akan pernah berakhir.
Bidadari jelita itu membentangkan kakinya lebar-lebar, membiarkan lututnya membuka dan mengimbangi gerakan maju mundur suaminya yang idiot dengan hempasan pantat penuh nafsu. Wanita cantik yang tadinya jijik pada suaminya itu kini tergila-gila. Ia mengerang dan menjerit, membiarkan tubuh dan pikirannya terbebas.
Setiap hentakan yang dilakukan Dudung membuat Dina makin mabuk oleh kenikmatan yang diberikan suaminya. Kantung kemaluan sang pria idiot menumbuk kuntum liang anus sang istri tanpa kenal lelah sementara jembutnya yang lebat mencambuk kelentit Dina. Enak sekali rasanya. Sangat enak sekali.
Tiba-tiba Dudung berhenti dan menarik keluar kemaluannya. Dina menggeleng kepalanya keras-keras, dia lalu merubah posisi agar Dudung lebih nyaman, ia berbalik, merendahkan tubuhnya ke bawah hingga buah dadanya tergencet.
Doggie style, siapa tahu Dudung menyukai posisi ini, ia berniat memuaskan Dudung sebisa mungkin, bukankah itu tugas seorang istrii? Permukaan karpet yang kasar merangsang pentil payudara Dina hingga menjorok ke depan. Dina mengembik penuh kenikmatan saat batang kemaluan Dudung yang sangat besar kembali melesat masuk ke dalam liang kewanitaannya tanpa bisa dihentikan.
Dina melejit nikmat ketika batang penis Dudung digenjotkan di dalam kemaluannya, wanita cantik itu tidak percaya penis raksasa milik Dudung bisa masuk ke dalam memeknya. Ia sudah pernah merasakan milik Anton, milik Pak Pramono dan milik ayah Dudung, tapi semua tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pria idiot yang kini telah resmi menjadi suaminya ini.
Ujung gundul penis Dudung mengoles-oles dinding dalam kewanitaan Dina. Belum pernah ada lelaki yang pernah melesakkan penis sedalam Dudung, nyeri dan sakit yang dinikmati oleh Dina bagaikan gadis yang sedang diambil keperawanannya.
Si cantik itu menjerit-jerit dengan bingung, sebenarnya dia kesakitan atau malah keenakan. Saat ini Dina sudah tidak peduli lagi siapa sebenarnya Dudung, suami barunya yang idiot itu menyimpan keperkasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Dina bagaikan seorang budak seks yang duduk berlutut dan membiarkan seorang pria bodoh menggenjot memeknya dari belakang, menanamkan nafsu birahinya dalam-dalam di liang kenikmatan yang diberikan oleh Dina. Setelah selama ini dipermainkan oleh pria-pria hidung belang, baru kali inilah Dina tahu bagaimana rasa nikmat yang sesungguhnya.
Tidak ada pria yang bisa menandingi Dudung dalam hal memuaskannya, tidak ada. Dina tahu dia ingin selalu menikmati kebersamaan dengan Dudung seperti ini, dia ingin selalu di samping Dudung, Dina ingin selalu menghentakkan tubuhnya yang indah di atas penis tegak milik Dudung. Dina sudah dibuat terpukau oleh penis raksasa Dudung.
Dina tidak ragu sedikitpun. Ada sesuatu yang mendesak dan membuncah dalam hatinya yang membuat si seksi itu hampir-hampir gila karena nafsu birahi yang menggelegak. Dina ingin menghisap seluruh kemaluan Dudung dengan memeknya!
Malu rasanya Dina mengaku pada dirinya sendiri kalau dia ingin terus menikmati batang penis laki-laki itu! Awalnya dia kalap dan panik ketika Dudung mendekati dan akhirnya menidurinya, tapi semua kini berbalik. Dia ingin menikmati permainan cinta dengan Dudung, dia menginginkan Dudung. Dia membutuhkan Dudung.
Kenikmatan dalam tubuh Dina makin lama makin memuncak menuju sebuah ujung yang tak ingin ia capai dengan cepat. Dina tahu inilah saatnya ia merasakan kenikmatan puncak itu! Kenikmatan yang tidak ia dapatkan dari mantan suaminya yang pengecut dan telah menjualnya.
Dudung mengerang hebat dan Dina bisa merasakan batang penis suami barunya menegang dengan sangat keras di dalam liang kewanitaannya. Tak perlu waktu lama bagi Dudung untuk segera menyemprotkan air maninya yang putih lengket ke dalam memek wanita cantik yang kini sudah ia miliki itu.
Semprotan pejuh Dudung menggila di dalam memek Dina, memenuhi seluruh ruang liang kewanitaan sang istri hingga luber keluar, membasahi pinggul dan kantung kemaluannya sendiri.
Tanpa malu-malu Dina memutar-mutar pantatnya dan mengisi seluruh rahimnya dengan sperma kiriman Dudung. Si cantik itu tidak ingin permainan seks yang indah ini segera berakhir, dia ingin Dudung tetap menyetubuhinya selama mungkin. Tapi sekuat apapun Dina berusaha bertahan, dia tetap seorang wanita biasa.
Dengan satu teriakan sekuat tenaga, Dina melepaskan seluruh kenikmatan puncak yang bisa ia rasakan, kenikmatan yang telah dihantarkan oleh seorang lelaki idiot yang ternyata bisa memuaskannya. Dina merasakan tubuhnya meledak akibat aliran sensasi erotis yang dilepaskan, si cantik itu lalu terisak-isak saat mengeluarkan seluruh kegembiraannya yang meluap-luap, sampai-sampai inti sari kehidupannya seakan ikut tersedot keluar.
Saat semua usai, kedua insan berbeda jenis itu ambruk terkulai tak berdaya.
Puas.
Dudung memeluk Dina dengan penuh rasa sayang.
Dina memejamkan matanya, ia benar-benar lelah, seluruh badannya terasa linu, tapi ia tidak akan memungkiri, rasa nikmat yang diberikan Dudung benar-benar berbeda. Dia jauh lebih perkasa dari pria manapun yang pernah menidurinya.
"Dina… masih… sakit?" tanya Dudung setelah terdiam lama. Matanya yang polos menatap Dina takut, ia tidak mau wanita cantik yang berada di hadapannya ini kesakitan. Ia sangat menyayanginya, ia merasa bersalah tadi sempat menyakiti Dina.
Dina tersenyum lembut sambil membelai rambut Dudung, "sedikit."
"Dina sudah hamil?"
"Hah?" terkejut Dina mendengar pertanyaan Dudung. "Hamil? Maksud Mas?"
"Se-setahu Dudung… kalau sudah memasukkan ke dalam, terus selesai, terus hamil, terus punya anak."
Dina tidak tahu apakah harus tertawa atau sedih mendengarnya. Dengan lembut Dina mengecup dahi Dudung. "Tidurlah, Mas…" bisiknya pelan. "Kalau hari ini gagal, besok kita coba terus sampai aku hamil…"
Dudung menurut, pria dewasa yang masih seperti anak-anak itu meringkuk dalam balutan selimut dan pelukan bidadari.
Dua orang yang kelelahan itu akhirnya terlelap.
###
Pak Bambang membalik kalender duduk yang ada di meja kerjanya, hari telah berganti, memasuki bulan baru. Tidak terasa cepatnya waktu berlalu, sudah tiga bulan lebih sejak Dina menikah dengan Dudung. Betapa enaknya punya menantu yang cantik dan seksi seperti Dina, tiap seminggu sekali, Pak Bambang selalu meminta Dina datang dan melayani nafsu syahwatnya. Seakan-akan Dina memiliki dua orang suami.
Dengan perlahan, laki-laki tua itu melangkah menuju jendela dan melihat ke luar. Di taman villa yang asri, Dina, kedua anaknya dan Dudung sedang berpiknik. Sejak kemarin Dina memasak roti kesukaan kedua anaknya dan membuatkan steak kesukaan Dudung.
Entah bagaimana Dina bisa berbincang-bincang dengan Dudung yang idiot itu, tapi makin hari, Dudung terlihat semakin dewasa. Dia semakin terlihat normal. Ketelatenan dan keikhlasan Dina merawat Dudung lama kelamaan membuat Pak Bambang terharu.
Setelah apa yang telah dia perbuat pada Dina, setelah semua masalah yang bertubi-tubi ditimpakan pada wanita cantik itu, dia membalasnya dengan perbuatan yang mulia. Pak Bambang geleng-geleng kepala. Dalam hati kecilnya yang terdalam, dalam hati yang ternyata masih berperasaan, Pak Bambang mulai merasakan penyesalan.
Dudung bermain bola dengan kedua putra Dina, mereka tertawa dan bahagia. Dina bertepuk tangan dan tertawa lepas ketika kedua putranya berhasil mengalahkan Dudung. Kalau saja tidak mengenal Dudung, mereka terlihat seperti keluarga biasa saja. Keluarga yang bahagia.
Pak Bambang terbatuk.
Ia tersenyum melihat kebahagiaan Dudung dan bahagia telah menemukan wanita yang tepat untuknya. Mulai hari ini, Pak Bambang tidak akan memanggil Dina ke kamarnya lagi. Biarkan dia menjadi milik Dudung seorang. Semoga mereka berdua membangun kehidupan yang jauh lebih baik dari hari ini.
Pak Bambang kembali ke meja kerjanya.