Beijing, China.
TIGA BELAS tahun lalu, saat Wang Yibo hanyalah seorang bocah. Dia senang berlarian di tembok raksasa China setiap kali berkunjung ke sana. Dengan ditemani sang ibu, Xixia, bocah itu berteriak dengan wajah bahagia. "MA! KITA SUNGGUHAN AKAN KETEMU AYAH?!" tanyanya sambil melambaikan tangan.
Xixia pun menggendong Yibo ke pelukan. Dia tak ingin putera kecilnya pegal jika berjalan sendiri, lalu mengesun pipinya. "Iya, Sayang. Ketemu sama Gege-mu juga." (*)
(*) Gege: Panggilan kakak laki-laki dari orang China.
"Woaaah, serius? Mile Gege!" seru Yibo dengan pipi yang memerah. "Jadi Gege sudah lulus? Makanya bisa pulang ke rumah?"
"Iyaaaa!" Gemas, Xixia pun mencubit hidung puteranya. Mereka tertawa karena kabar gembira tesebut, lantas menemui dua orang yang telah dirindukan begitu lama.
Benar, memang hanya dua orang. Yakni Passakorn, dan Mile sendiri. Ayah dan anak berdarah Satan itu bergandengan saat melesat dari kejauhan. Mereka pun melempae senyum. Barulah melangkah menuju Xixia dan Yibo.
Lantas dimana Ibu Mile? Mungkin sempat terbersit hal tersebut di kepalamu. Karena Mile dan Yibo memang beda rupa, walau mereka sedarah dari jalur ayah. Wanita cantik bernama Nath itu meninggal setelah melahirkan puteranya. Sehingga Passakorn menikah lagi tiga tahun kemudian. Dia melamar Xixia saat berburu mangsa di China, lalu lahirlah Yibo satu tahun setelahnya.
"Gege! Gege!" kata Yibo umur 6 tahun. Dia pun turun untuk menghambur kepada sang kakak yang berusia dua kali lipat, lalu memeluk kaki jenjang Mile Phakpum. "Peluuuuuukkk!"
BRUGH!!
Mile pun tertawa, sebelum berjongkok turun untuk menggendong punggung si kecil. "Halo, Nong," sapa-nya. "Ayo, Naik. Kita pulang ke rumah sekarang." (*)
(*) Nong: Panggilan adik dari orang Thailand. Sebenarnya Mile asli punya separuh darah China + nama China juga (Zhang Zhe Yi) tapi lebih baik di FF ini manggilnya Mile aja biar gak makin ruwet
"Oke!" seru Wang Yibo yang langsung melemparkan diri ke punggung lebar tersebut. Si bocah sepertinya sangat gembira, sampai-sampai pelukan di leher kakaknya terasa mencekik. "Aku kangen, tahu. Kenapa lulusnya lama sekali? Sekolah di Thailand apa semenyenangkan itu?"
"Aduh, aduh," keluh Mile sembari melonggarkan lengan Yibo sedikit. "Sesak, ya ampun. Yibo ...."
"Ha ha ha ha ha. Biar. Ini kan hukuman untuk Gege."
Mile pun menggeleng dan tersenyum saja. "Iya, bukannya menyenangkan juga. Tapi aku harus menemani Ayah," katanya dengan jalan yang melambat. Mile tidak mau mengganggu reuni Passakorn dan Xixia setelah sekian tahun. Jadi pura-pura tidak tahu saja ketika orangtuanya berciuman di depan sana.
"Hmmm, Ma juga bilang begitu. Katanya urusan di sana penting. Tapi aku tidak diceritakan semuanya." Bibir Yibo mengerucut. "Memang lagi apa sih? Kok harus perginya ama sekali? Gege bahkan jarang mengangkat telponku."
"Hohoho, Nong penasaran?"
"Iya, lah. Gege kan Cuma mengunjungiku dua kali. Dan, hmm ... sekarang baru bisa pulang. Padahal aku pengennya main sama Gege."
Bukannya menjelaskan, Mile malah menoyor pipi gembul sang adik. "Sudah jangan banyak tanya. Kau itu masih kecil, Satan junior," katanya. "Nanti dewasa pasti tahu sendiri."
"Eh, Satan apa?" pikir Wang Yibo kala itu. Dia versi kecil memang tidak tahu banyak, apalagi lahir dalam keluarga Satan. Ya, dari ibu memang manusia sih. Tapi sang Ayah, Possakorn, merupakan Satan murni yang sering berpindah rumah selama bujang. Di negara mana pun asal ada mangsa, maka dia akan datang untuk berburu. Namun, kebiasaan tersebut hilang semenjak punya anak serta keluarga. Possakorn sempat kumpul-kumpul dengan Xixia selama setahun, tapi dia dapat tugas penting di Thailand setelah itu.
Possakorn diangkat jadi dewan Satan Rahasia yang mewakili Asia dan pusatnya di Thailand. Dia pun harus dinas di sana selama beberapa tahun, sementara Xixia tidak mau ikut.
"Aku masih harus menemani Mama di sini. Maaf, Sayang. Tapi beliau sudah tua dan tak nyaman dengan lingkungan yang baru," kata Xixia waktu itu.
Possakorn akhirnya mengizinkan mereka hidup terpisah negara, tapi tetap mengunjungi Yibo jika ada waktu. Pria itu juga menyuruh Mile menjenguk adiknya, tapi yang diingat bocah itu hanya dua kali. Mungkin ... karena saat masih bisa sering, Yibo baru jadi bayi merah, atau balita mungil. Dia takkan tahu betapa Mile sering menggendongnya kemana-mana. Bahkan diompoli beberapa kali.
"Dasar bocah," batin Mile.
Sayang, semakin mendekati kelulusan, Mile harus fokus pada les dan sekolahnya. Dia pun jarang menemui Yibo lagi, karena pendidikan tetap yang terpenting.
"Kalau bisa pun pasti kuajak kau kemana-mana. Bagaimana pun kau satu-satunya adikku." Namun Mile tidak perlu menundanya kali ini. Begitu pulang ke rumah mereka di Henan, Mile langsung menculik Yibo untuk jalan lagi untuk berkeliling kota. Mereka beli es krim, permen, dan nonton pertunjukan tari di sebuah sanggar, lalu pulang pada pukul 4 sore.
"Mileeee! Yiboooo!" panggil Xixia begitu kedua puteranya pulang. "Ayo masuk. Ayah sudah menunggu kalian di meja makan."
Mile pun mempercepat langkahnya meski mulai pegal. Yibo memang manja karena ini hari pertamanya pulang, jadi bocah itu jarang mau jalan sendiri. Pokoknya si kakak harus sengsara menggendongnya! Apalagi dia baru jalan-jalan di tembok besar. HAHAHAHA!
"Iya, Mae. Aku datang," kata Mile buru-buru. (*)
(*) Mae: sebutan ibu dari orang Thailand. Oh, iya. Kalau dilogika, kenapa Mile yang udah paham dia Satan enggak terbang cepat pas jalan-jalan di kota. Ya karena ramai orang. Terus adeknya masih kecil juga. Nanti kalau gendong sambil terbang Yibo-nya jatoh gimana. Wkwkwk. Ibarat naik sepeda belum jago.
Mereka pun menyantap makan malam bersama di tempat itu. Semua berjalan normal karena Satan bukan berarti tidak bisa makan makanan manusia, tapi untuk bertahan hidup sebagai Satan mereka harus mengonsumsi hal lain. Yakni jantung roh suci.
Roh ini biasanya hidup di kalangan para iblis-iblis rendah. Beda-nya mereka berbentuk binatang dengan cahaya pada seluruh tubuhnya. Dan mereka biasanya mati saat melakukan kebaikan. Seperti serigala yang menolong serigala lain saat diburu. Atau singa yang melindungi kawanannya dari harimau lapar. Dan masih banyak lainnya.
Lantas kenapa berburunya sangat sulit? Karena Satan harus melawan para malaikat pelindung roh suci itu. Jadi mereka bertarung demi makan yang hanya sekali dalam kurun 7 tahun.
"Mile, setelah ini kau harus bicara pribadi dengan Pa," kata Passakorn tiba-tiba. Matanya berkilat dengan suatu rencana, jadi Mile pun langsung mengangguk.
"Baik, Pa," kata Mile.
Dikira Mile dia akan diajak bicara soal sekolah junior mana yang akan dipilih nanti, tapi malah soal mangsa memangsa.
"Adikmu itu, Yibo. Sebentar lagi berumur 7 tahun," kata Passakorn mengawali. Mereka duduk di tepi kolam rumah agar suasana lebih santai, sementara Mile mendengarkan dengan baik di sisinya. "Dia harus belajar berburu mulai sekarang, tapi kalau Ayah yang bertindak langsung sepertinya tidak bagus. Kau harus mengedukasinya lewat dongeng atau apa. Bacakan dongeng-dongeng Satan setiap sebelum tidur, dan selipkan pengetahuan kalau itu nyata."
"Baik, Pa."
"Beritahu juga kalau dirinya punya darah Satan. Mungkin awalnya tidak mengerti, tapi lambat laun pasti nanti paham," kata Possakorn.
Sejak saat itu, Mile pun melakukan perintah ayahnya. Dia memberikan pengertian kepada Wang Yibo, meskipun sang adik lambat mengerti. Tak masalah, Mile dulu juga begitu. Dia pun seperti melihat diri sendiri saat mengajari Yibo terbang, dan ikut perih karana lutut adiknya terluka oleh ranting pohon.
"Akh, sssh," desis Yibo ketika Mile membubuhkan obat merah ke lutut lecetnya. Padahal Mile sudah melakukannya perlahan, tapi bocah itu hampir menangis karena tungkainya juga terkilir.
"Masih sakit?"
"Iya, Ge. Ya ampun—"
KRATAKK!
Wang Yibo pun menjerit ketika Mile membenarkan letak tulangnya. Dia menangis di penghujung hari, tetapi semuanya sepadan. Dua bulan sebelum waktu berburu, Yibo sudah bisa terbang bebas. Dan Mile tidak perlu lagi menggandeng tangannya di udara..
"YIBO, KULEPASSS!!"
"SIAP, GE!"
SRAAAAATTTTTHH!!
WUSSSSSSSHHHHHHHH!
Wang Yibo pun melesat seperti elang, dan sayap hitamnya mengepak lebih gagah daripada beberapa bulan lalu. Dia juga sudah bisa mengendalikan kapan harus mengeluarkan sayap itu, atau menghilangkannya untuk berbaur di kalangan manusia.
Tentu saja, seperti Mile yang ditemani Possakorn pada perburuan pertamanya, dia juga menemani Yibo karena sang ayah kebetulan tak bisa sendiri. Lelaki itu harus dinas mendadak dengan para Dewan Satan, jadi Mile benar-benar menimbulkan kesan hebat dalam dada Yibo.
Bocah 7 tahun itu mengenang masa-masa kakaknya ikut menyerang malaikat bersayap putih putih hingga malam. Mereka bertarung habis-habisan demi roh suci seekor rusa, lalu Yibo menangis bukan karena kegagalan.
"Gege, hkss, tapi lengan Gege berdarah-darah," isak Wang Yibo setelah memeluk roh buruannya. "Masak tidak ikut makan? Kita bagi rusanya separuh, hks. Aku tidak apa-apa."
Mile yang waktu itu masih emosinal dalam wujud Satan sempurna pun mundur dua langkah. "Tidak perlu. Makan saja. Aku sudah melakukannya saat seusiamu," katanya dengan suara seperti gemuruh guntur.
Wang Yibo pun mengangguk sebelum menuruti Mile. Dengan wujud yang perlahan jadi manusia, dia pun mengoyak roh suci rusa untuk pertama kalinya. Oh, lihat itu. Gigi-gigi taring yang begitu mungil. Darah yang mengalir ke lehernya sebagai enigma buruan. Semuanya dikecap segar dalam lidah mungil bocah itu hingga takkan pernah dilupakan sampai kapan pun. (*)
(*) Btw, meski berwujud roh, rusa ini tetep mengeluarkan darah karana yang memangsa dia juga dalam wujud Satan. Maksudnya, udah di dunia laen. Udah bukan dunia manusia, walau bentukannya tetep kayak dunia manusia. Terpisah lah.
Tentu saja Wang Yibo melakukan sambil menangis. Matanya bengkak hingga rusa itu habis, dan Mile baru mengulurkan tangan untuk melantingnya berdiri.
"Ayo, sekarang kita harus pulang," kata Mile.
Yibo pun mendongakkkan kepala demi memandang wajah kakaknya. "Ayo, tapi besok ajak aku ke game center, ya," katanya sambil mengucek sebelah mata.
"Buat apa? Hei—"
"Mau buka celengan untuk Gege," kata Yibo dengan tatapan mata yakin. "Joystick-mu rusak kan, Ge? Nanti tak belikan baru."
Mile pun tertawa karena tingkah kekanakan adiknya. "HAHAHAHA. Dasar bodoh. Tidak usah. Itu untuk tabunganmu rekreasi nanti," katanya. "Lagipula kau adalah adikku sendiri."
"Aaah, tapi—"
"Menurut saja padaku, Bocah."
"Ummm!" protes Yibo saat kepalanya ditepuki tangan besar kakaknya.
Well, itu memang hal sederhana sebagai keluarga. Namun, bagi Yibo yang mengetahui seberapa baik kakaknya, dia ingin mendapatkan banyak kasih sayang dari sosok itu sampai kapan pun.
Tak peduli mau remaja atau dewasa, Yibo senang mengikuti kakaknya di jalur pendidikan yang sama.
Mile masuk ke junior A, dia ikutan meneruskan di sana. Mile masuk ke senior B, dia juga ikutan ke sana. Dan saat Mile masuk ke universitas C, kakaknya itu baru menyadarkan sesuatu.
"Hei, Nong. Apa tidak sebaiknya kau daftar ke jurusan seni saja? Keahlianmu itu bukan bisnis. Jangan sia-siakan potensi," kata Mile sepulang Yibo dari perpisahan sekolah.
"Tidak mau. Aku kan ingin seperti Gege juga."
"Astaga, anak ini—"
"Mileeeeeeeeee! Cherry-nya tadi ketinggalan di toko! Aku ganti dengan anggur saja ya topping brownies-nyaaaaaaa!!"
DEG
Wang Yibo dan Mile pun seketika terdiam. Mereka saling berpandangan. Dan pertanyaan Yibo kalah cepat dengan sahutan Mile.
"Gege, kenapa ada orang dalam rumah kita. Bukannya Ma masih—"
"Iya, Sayaaaaaang! Pakai sajaaaa!" teriak Mile dengan otot-otot leher yang mencuat. "APAPUN BUATANMU KUMAKAAAAAAN!"
DEG
"Sayang?" batin Yibo. "Gege sudah punya pacar?"
"OKEEEEEEEEE!!" sahut lelaki di dalam dengan suara yang lebih keras. Mile pun tertawa karena membayangkan kekasihnya ngotot, lalu menepuki meja yang penuh berkas-berkas kuliah S3. "Sini, Yibo. Duduk dulu. Aku punya hadiah kelulusan untukmu."