Chereads / SEBUT SAJA, AKU TAKDIRMU BY / Chapter 2 - Sebuah Rasa...

Chapter 2 - Sebuah Rasa...

"Hum...Humaira, bangun Nak, sudah pagi!!!" teriak Mama Asih.

Jam begitu merogoh setiap mimpi indah Humaira, seakan dunia mempercepat segalanya, dengan mata yang masih terkatung-katung-bibir merah merona seperti bunga kamboja. Humaira siap beranjak dari tempat tidurnya, lalu berjalan mengikuti alur suara dari lorong dapur yang terang terpancarkan lampu bohlam berwarna jingga.

"Ya, Ma. Aku baru bangun nih, capek! kemarin di sekolah pelajarannya banyak banget," celoteh Humaira dengan mengucek mata beningnya.

Humaira bergegas menarik seutas handuk biru dan langsung ke kamar mandi.

Selang lima menit...

"Ma, aku sholat dulu ya, nanti kalo Mama butuh bantuan langsung panggil aja," ujar Humaira dengan mengangkat jari jempolnya seperti memberi isyarat kepada Mama Asih.

"Oke, jangan cepat-cepat kalau sholat, nanti nggak khusyuk malah jadi kufur," cecar Mama Asih.

"Iya Ma, Iya...,"

Sebuah mukenah putih menyelimuti setiap badan Humaira, melihatnya seperti wanita muslimah yang paham akan agama. Cantik, bersih bukan parasnya, namun hatinya.

Tangan Humaira mulai menengadah dan meminta ridhoNya tanpa basa-basi setiap air mata jatuh dalam lingkaran sajadah.

Dengan terbata-bata, Humaira mulai mendoakan orang-orang yang selalu menyayanginya yakni Ayah dan Mamanya.

"Ma, gimana tak bantuin apa nih?" ucap Humaira menawarkan dirinya.

"Bantuin ngupas pisangnya ya, nanti Mama mau keliling jualan gorengan ini, buat tambah-tambah uang jajan kamu, Nak. Kan kamu tau, Ayahmu penghasilannya kurang dan Mama harus bantuin Ayahmu," kata Mama Asih.

Emosional Humaira semakin memuncak, berkat Ayah dan Mamanya dia bisa mengemban sekolah favoritnya. Humaira memiliki cita-cita yakni menjadi Designer handal yang akan dikenal semua kalangan, kalangan elite misalnya.

Humaira selalu berdoa, semoga semuanya baik-baik saja. Humaira mulai berkaca-kaca saat mendengar pernyataan dari Mama Asih. lalu berucap, "Iya, Ma. doain aku ya, semoga nanti kalo udah lulus sekolah bisa bahagiakan Mama dan Ayah,"

Pelukan seorang ibu adalah obat dari segalanya, Mama Asih memeluk erat Humaira dan mencium kening putri kecilnya itu, "Iya Nak, pasti Mama doain kamu, pokoknya yang terbaik deh,"

Senyuman dari Mama Asih membuat Humaira tersenyum dan semakin bersemangat untuk menuntut ilmu dan mengejar sebuah cita-citanya. Dengan telaten Humaira mulai mengupas pisang tersebut dan memotongnya menjadi dua bagian.

Jam mulai menunjukkan pukul 06.00 WIB, Humaira bergegas membuka lemari dan mengambil seragam putih abu-abu nya tak lupa juga hijab putih yang selalu menjadi mahkota dalam setiap kegiatan-kegiatannya.

"Ma, aku berangkat dulu ya," sapa Humaira.

Mama Asih membawa sebuah kotak kecil, warnanya peach keabu-abuan dan disodorkan ke Humaira, "Ini bekalmu, kamu kan belum sarapan tadi." Secarik senyum mendarat diujung bibir Humaira, "Alhamdulillah, makasih ya Ma, Mama baik deh," sambil merayu bak rembulan tertunduk malu Humaira merasakan kehangatan dalam keluarga kecilnya.

"Ma, Ayah udah berangkat kerja ya?" tanya Humaira.

Mama Asih mulai menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat suasana rumahnya yang terlihat sepi.

"Keliatannya udah berangkat, tergesa-gesa gitu Ayahmu, mungkin emang lagi rame kerjaannya," ujar Mama Asih.

"Ooh, yaudah Ma, aku berangkat ya, Assalamualaikum,"

"Kamu berangkat bareng Naura kan?"

"Yaiyalah Ma, lah mau berangkat sama siapa lagi kalo nggak sama Naura, kan dia juga sahabat plus temen sekelas ku," jawab Humaira dengan semangat. sambil mencium tangan Mamanya, Humaira pamit dan bergegas pergi meninggalkan rumah sederhana minimalis dan sejuk dipandang.

Menuju ke rumah Naura...

"Selamat Pagi Naura, Assalamualaikum, Selamat pagi!!!" teriak Humaira dengan lucunya sampai-sampai burung pun ikut datang menyertai kebisingannya.

"Apasih Hum, pagi-pagi udah rame sekalii!!!"

"Ayo, berangkat, ini udah kesiangan," sambil mengarahkan jam dinding yang ada di rumah Naura.

"What happened?" kaget Naura, "Ini baru jam 06.15, nggak mungkin lah bakalan kesiangan."

Humaira tertawa, melihat kekesalan yang dipancarkan dari Naura, "Aish, pagi-pagi gini udah buat orang badmood aja lu." geram Naura.

"Haha, tenang, cuma becanda jangan dimasukkan ke hati dung,"

Humaira mencoba menenangkan Naura, "Ayo, berangkat sekalian liat-liat pemandangan alam, suasana segar dan nyaman."

"Iya-iya sabar, ini mau ambil tas dulu," jawab Naura. "Ayo, let's go to school angel class."

Humaira dan Naura, Sosok periang, tulus tanpa sekali ada dendam karena keduanya sangat saling sayang.

Mereka berjalan menjejaki jalan Pantura yang sedikit bising sebab banyak kendaraan.

Sekolah mereka hanya beberapa menit saja, sangat dekat dengan rumah Humaira dan Naura, jadi mereka sangat santai dan menikmati setiap keramaian yang ada di kota tersebut.

Angin bersiul, mengikuti hentakan kaki sambil bercanda receh, ditengah jalan yang padat, ada selembar kulit pisang yang tiba-tiba mengenai kaki Humaira.

SreeeettT...

Tergelincirnya badan Humaira, serasa terbang ke angkasa, sempat mau terjatuh datanglah sosok pria yang menangkap raga Humaira dengan sigapnya.

"Aaa..." teriak Humaira.

Naura tercengang akan sahabatnya itu, "Hum...!!!"

BreekkkK...

Pria tersebut memeluk erat Humaira dan berkata, "Kamu nggak apa-apa 'kan?" Humaira masih menutup mata dengan kedua tangannya, saat membuka mata tiba-tiba dia melihat wajah pria manis itu, matanya berbinar, rambutnya lurus hitam, senyumnya menyejukkan hatinya.

"Oh,oh, iya aku nggak apa-apa, maaf-maaf ya," sentak Humaira.

Naura sempat syok lalu menghampiri Humaira, "Syukurlah, kamu nggak kenapa-kenapa Hum, kaget aku tadi pas liat kamu hampir jatuh, untung aja ada Mas ini, Makasih ya Mas."

Senyum tipis mengiringi Pria tersebut, "Iya sama-sama, tadi kebetulan aja aku lewat, eh Mbaknya mau jatuh, ya maaf aku tangkap gitu aja, bukan maksud apa-apa cuma mau membantu aja." Humaira mendengar percakapan mereka Naura dan pria itu, Humaira tak tinggal diam, dia bergegas berterimakasih ke pria yang menolongnya.

"Mas, Makasih ya, berkat kamu aku nggak kenapa-kenapa, emang aku orangnya sedikit ceroboh ya gimana ya, maaf ya udah nyusahin," ucap Humaira dengan senyum manis.

Pria itu menengok Humaira dan berkata, "Iya sama-sama, mbaknya hati-hati ya, kalo lagi jalan menghadap ke jalannya bukan malah ke bawah."

"Iya Mas, maaf ya, lain kali bakalan hati-hati lagi," seru Humaira dengan tatapan malu.

Matahari mulai menunjukkan auranya, pancaran cahaya mulai merambat ke seluruh dunia.

Pria itu, tiba-tiba langsung pergi tanpa memberi tau siapa dia, dan Humaira sangat menyesali hal itu.

"Kenapa tadi nggak kenalan ya aku," gerutu Humaira ke Naura.

"Loh, iya kok nggak tanya namanya siapa, rumahnya dimana, kan siapa tau nanti dia bakalan jadi jodohmu," canda Naura.

Inikah rasa yang tiba-tiba datang menyibak sebuah benteng Takeshi Humaira, yang dulunya sangat terkerangkai dengan padatnya, pedang pun tak bisa menyentuh denyut nadinya, Humaira berbinar-binar, pipinya merah merona, jantungnya berdetak kencang.

Apakah ini cinta?