"Hayolooo!!!" teriak Naura dengan menepukkan tangannya ke punggung Humaira.
"Duh, apasiihh? Ra!!!" Humaira tersentak kaget, melihat keberadaan Naura yang tiba-tiba berada di belakangnya.
"Kamu kenapa, kok melamun sendiri kayak nggak ada temen aja, emmm, apa jangan-jangan kamu ada masalah ya, atau..." Nada sumbang Naura menjadikan kebisingan tersendiri untuk Humaira, yang semula sunyi berbalik menjadi keramaian bak hiruk-pikuk kota besar yang banyak dilalui orang. Humaira berkata, "Apasiihh? kamu sok tau ya." sentil Humaira, "Aacie-cieee... jangan-jangan mikirin mas-mas yang tadi ya, yang di jalan tadi, yang bantuin kamu tadi." semakin ricuh suasana di taman yang indah ini, ketika Naura datang seakan-akan banyak binatang buas yang menghampiri Humaira, "Apasiihh, ngeledek terus, aku tuh nggak kenapa-kenapa Nauraku sayang..." Naura semakin membuatnya merasa tidak nyaman, "Halah... jujur aja, aku ini tau kamu kayak gimana, lagi mikirin apa, terus kok bisa..."
Semakin lama-semakin menjengkelkan hati Humaira.
"Udah diem, Naura!!!" bentar Humaira.
"Kan-kan marah, berarti emang bener yang tadi aku omongin itu, hayolo ngaku..."
Rasa-rasanya hati Humaira mulai mengumbar tanda tanya, sebenarnya apa yang dia rasakan, perasaannya gelisah, seakan hatinya pasrah untuk merobohkan benteng jiwanya itu.
"Aku nggak apa-apa sungguh," ucap Humaira, Naura menyahutnya, "Ta-tapi, pipimu merah loh, pas aku bilang gitu, ah, bener nih dugaanku, jangan-jangan ada yang tersembunyi dibalik hatimu nih. Ah, kiyowo."
Humaira tertunduk malu, sampai urat dibibirnya terlihat dengan adanya mata berbinar sampai pipi merah akan senyumannya itu.
Bel berbunyi, Humaira dan Naura segera menuju "Angel classroom" sedikit berlari tapi dengan hentakan pelan-pelan. Dari ujung kelas, Naura melihat sosok laki-laki yang tidak asing dengan penampilannya, dengan perawakannya, dan juga parasnya. Naura mulai mengekspresikan gerak-gerik badannya. tak lama kemudian, "Hum,Hum, itu kayaknya orang yang tadi deh." Humaira menoleh dan langsung memalingkan wajahnya ke laki-laki tersebut, "Itu bukannya cowok yang tadi, yang nolongin aku ya Ra." Naura menjawab, "Bener banget, lah berarti dia sekolah disini ya Hum, wah, jangan-jangan dia jodohmu, Hum." Humaira mencubit Naura dengan kesal, "Dasar!!! tukang biro jodoh, lagi-lagi jodoh-jodoh, padahal itu nggak akan mungkin." Naura menyela, "Oh tak boleh begitu, Humaira cantik jelita, terkadang omonganku didiskusikan sama malaikat-malaikat loh, percaya aja deh."
Naura membuat Humaira semakin kesal, dengan celotehannya yang tak karuan, sampai-sampai laki-laki tersebut mendengar omongan dari mereka berdua.
"Maaf, kenapa ya, ada yang salah dari aku?" sapa laki-laki itu.
Naura menjawab dengan terbata-bata, "Ma-maaf Mas, kita cuma becanda aja kok, cuma pernah lihat kamu, kayaknya." Humaira tertunduk malu hanya mendengarkan percakapan antara Naura dan laki-laki tersebut.
"Oh, iya kayaknya kita pernah bertemu ya," ujar laki-laki itu, terus bertanya, "Bukannya kamu yang tadi mau jatuh ya? pas di jalan raya."
Humaira semakin terperosok, dan jantungnya berdegup cepat ibaratkan angin datang semakin kencang membawa segerombolan mahkota bunga yang penuh dengan keindahan.
"Hemmm," ujar Humaira, "Oh iya, Mas."
Jawaban singkat Humaira menunjukkan bahwa dia benar-benar malu akan hal tersebut, apalagi saat laki-laki itu menatap Humaira penuh dengan rasa nyaman.
"Perkenalkan namaku Hubby, tepatnya Hubby Arbani, kalo boleh tau nama kamu siapa ya?" tanya Hubby dengan suara merdunya.
"Aku, hmmm namaku," gugup Humaira.
seakan-akan Hubby tau bagaimana lugunya perempuan itu, sampai menjawab pun dengan polosnya.
"Aku Naura," jawab singkat Naura.
"Oh iya, salam kenal Naura, kalo namamu siapa ya?" tanya Hubby kedua kalinya terhadap Humaira.