Drapp... Drapp...
"Holys*t kenapa lo ikut?!. Lo nyusahin tau gak?!." Bentak Aria
Arjuna menatap datar
"Lo gak bakal aman sendiri."
"Gw?. Gak aman?. Silahkan katakan itu 15 menit yang lalu." Sungut Aria dan berlalu pergi
Tepat di belokan mereka kembali bersembunyi. Ada sekitar 3 zombie di depan pintu UKS
Aria segera mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi, setelah merasa pas ia melempar tongkatnya dan tepat menusuk wajah zombie yang agak jauh. Hal itu membuat perhatian kedua zombie lainnya terganggu karena suara dentingan dari tongkat itu
"Lo-."
Arjuna segera maju lalu menghabisi kedua zombie itu
"H-hei sudah!." Aria menarik Arjuna yang brutal menusukkan kuas tajam itu ke zombie yang sudah mati
Arjuna tersentak dan tersadar
"Maaf."
Aria tersenyum kecil lalu mencabut tongkatnya, persetan dengan darah dan cairan menjijikkan. Ia mementingkan sahabatnya sekarang
"Ririn!."
Ririn segera memeluk Aria dan tangisnya tumpah. Sementara Arjuna segera menahan pintu
"Lo gapapa?. Kalian semua gapapa?!." Sentaknya
Semuanya mengangguk
Aria menenangkan Ririn lalu mendekati Tiara yang masih pingsan. Aria memeriksa denyut nadi dan balutan perban di tangan kirinya Tiara
"Sadis juga lo bang." Ledek Aria. Ryan terkekeh
"Mau gimana lagi."
Martin memberikan minum dan kain bersih ke Arjuna
"Thanks."
Martin mengangguk
Aria juga menyempatkan diri untuk beristirahat. Sampai tiba-tiba mereka mendengar suara langkah kaki banyak
"Arjuna cepat buka pintunya!."
Aria bangkit. Arjuna segera membuka pintu dan mempersilahkan seluruh teman-temannya masuk
"Eh kalian kenapa?." Sentak Martin
"Hah hah, tadi pak Eric datang."
"What's?!."
"Kami perbolehkan masuk dan ternyata, dia sudah digigit." Cerita Billy
"Kak Theo mana?!." Pekik Aria
"Kami terpisah dijalan tadi, tapi gw rasa mereka baik'saja." Jawab Reno, laki-laki berkacamata yang Aria tabrak tadi pagi
Aria mengangguk lesu. Semuanya segera beristirahat. Dari tadi Sena dan Mia mencoba untuk bicara dengan Aria
"He dia tak akan bangun. Setelah bangun dia akan menjadi monster dan menyerang kita juga." Tutur Charine
Semuanya tersentak. Martin Ryan Freza Joan Ririn bangkit dengan tatapan tajamnya
"Jaga ucapan lo, lo gak tau apa-apa disini." Ujar Freza
"Apa?!. Kalian itu cuman orang rendahan!."
"Charine lo berlebihan!." Sentak Billy
"What's?!. Lo lebih mihak mereka bil?!." Takjub Charine dibuat-buat lalu ia tertawa mengejek
Tiba-tiba ada sebuah gunting yang melesat melewati wajah Charine lalu menempel di dinding. Darah merembes keluar dari pipi Charine
Aria maju dengan angkuhnya lalu menarik kerah baju Charine
"Want more babe?."
Charine tercekat. Aria mendorong Charine yang langsung ditangkap kedua temannya
"Keluar."
"Ha?."
Martin Ryan Freza Joan dan Ririn mundur
"Kalian bertiga, keluar."
Langsung saja Sena dan Mia bersujud dengan tangan disatukan
"Aria tolong maafkan kami, kami-."
"Persetan dengan itu semua, lo pikir lo siapa?!." Aria menarik Sena dan Mia paksa lalu melempar mereka keluar
Ia kembali masuk dan menarik paksa Charine. Tak ada yang bergerak, semuanya membatu bahkan Arjuna yang baru pertama kali melihat Aria semarah itu
"Jangan macam-macam dengan kami!." Aria memukulkan tongkatnya ke dinding keras
"Grahh!!."
BRAKK
"Tidak!. Buka pintunya!. Kyaa!!."
Semuanya syok. Aria mendongak dengan tatapan macam iblis
"Kenapa?. Baru tau, gw kayak gini?." Ujarnya kepada Arjuna dan teman-temannya
Aria menjilat darah di jarinya lalu melempar asal tongkatnya, dan berbaring di salah satu kasur UKS. Kesadarannya menghilang
Malam itu menjadi malam paling mengerikan bagi mereka. Karena manusia justru lebih berbahaya dan menakutkan, daripada makhluk-makhluk pemakan daging diluar itu
"Kak..." gumam Arjuna sambil menunduk sendu
Malam Harinya...
"Ar, Aria."
"Eunghh, eh?." Aria lantas bangun
"Tiara?!. Astaga lo sadar!." Aria segera memeluk sahabatnya itu
"Iya berkat kalian gw masih hidup."
"Lo ngomong apa sih?. Gak bakal ada yang mati. Btw kenapa kalian masih bangun?." Ujar Aria
"Kami barusan dapat sinyal. Stella dan Daisy berada di ruang kelas 10 dekat kantin. Katanya disana agak sepi." Tutur Ririn
"Oke kita kesana, sekalian mengambil pangan. Bangunkan yang lain." Aria dan para gadis bersiap
Tiara masih dibantu oleh para lelaki. Setelah siap, mereka memastikan keadaan luar dan ternyata sepi. Entah kemana para makhluk itu
Aria mengeluarkan sebuah kunci dan menyuruh semua orang menjauh dari belakang pintu. Oh ternyata di belakang pintu ada sebuah ventilasi dengan lubang kunci, Aria segera memasukkan kuncinya. Dan ketika terbuka, ada tiga gadis yang keluar dengan mata sembab
Semuanya terkejut
"Sena Mia Charine?!. B-bagaimana..."
"Apa yang bakal gw bilang kepada yang lain nanti?. If I just killed them?. That's crazy. Dan lo, lo." Aria menunjuk ketiga gadis itu lantang
"Jangan cuman lo jenius otak lo berani ngelawan semuanya. Asal lo tau, begini cara main kami. Dan kalau memang gw sekejam itu. Bukan cuman kalian bertiga, tapi lo semua bakal gw tinggalin dan jadiin tumbal." Aria menatap Arjuna
Sena dan Mia berulang kali meminta maaf, sementara Charine memilih diam menunduk
"Kunci mulut kalian, dan ikuti kami." Peringat Aria
Billy dkk mengangguk. Lalu semuanya berjalan, si kembar menjaga di belakang
"Ar gw-."
"Lo bisa diam dulu gak?." Arjuna mengatupkan bibirnya
"Oke." Jawabnya lirih
Handphone Ririn berdenting, ia mundur dan segera memperlihatkan isi pesan ke Aria
"Mereka sudah di kantin, katanya sepi." Bisik Ririn
"Hmm, kalau kasih tau mereka. Mereka pasti bakal teledor. Biarin aja." Ririn mengangguk patuh lalu kembali ke depan
Aria menurunkan tongkatnya dan berjalan santai
"Lo mau ngomong apa tadi?." Ujarnya
"Ha?. Ah gak, gak jadi."
Hening...
"Kita..."
Aria menengok
"Kita gak bisa gini terus kan?." Aria menaikkan satu alisnya
"Gw tau dari kecil kita gak punya hubungan yang baik. Kita saling mengiri. Gw yang iri lo bisa dapat banyak teman. Dan lo yang iri karena gw selalu dimanja bokap nyokap. Tapi perpisahan mereka, semakin membuat kita merenggang. Lo pikir apa alasan kita satu sekolah dan semua ini terjadi?." Tutur Arjuna
Aria diam. Jujur ia pun juga memikirkan hal yang sama, namun tak pernah ia sebutkan karena egonya besar. Tapi sekarang ini, ia harus melawan egonya untuk mendapat apa yang ia mau bukan?
Aria memukul pundak Arjuna lalu mengalihkan pandangan dengan senyum lebar. Arjuna pun ikut tersenyum dan merangkul gadis itu
"Thanks Arun, lo nyadarin gw." Ujar Aria. Arjuna menggeleng
"Itu tergantung lo, mau menerima atau gak."
"So we good?."
Arjuna menjawab tangan Aria sumringah. Semuanya yang diam-diam melihat itu pun ikut tersenyum lega