Chapter 79 - BAB 70

🚨WARNINGS🚨

NC (Not Child) AREA || NSFW (Not Save For Work) || Dilarang Dibaca Bila Di Bawah Umur || Dilarang Dibaca Di Tempat Umum || Hanya Untuk Kalangan Tertentu|| Btw, walau Porche bar bar di bab ini, tapi dia role-nya tetep bottom, ya. 😊 Mas Suami masih Kinn. Kagak ada istilah kebalik di FF saya 🙏

.

.

.

Kinn bukannya keberatan. Dia justru merasa Porche semakin seksi tiap kali memaju mundurkan bokongnya sendiri. Lelaki itu mencakar bahunya. Berpegangan. Lalu mencium lagi sambil menjambak, hingga rambut Kinn makin acak-acakan.

"Mmnhh ... nnhh ...."

Daripada berhasrat seks, Porche lebih seperti orang kelaparan dan ingin mengamuk, tapi hanya Kinn yang tersedia di depannya. Dia menggigit Kinn dari leher ke selangka. Sedetik menjilat rakus, sedetik mencium lembut bekas luka sang suami dengan tatapan kucing yang mungil.

"What the fuck, Porche!!" maki Kinn yang ingin balas menyentuh, tapi SI KUCING MINTA DIHUKUM!

BRAKH!

Porche persis seperti orang yang kerasukan. Dia tidak rela mengeluarkan penis sang suami sebentar saja, dan menahan Kinn hingga dia selesai di ronde pertama.

Biarkan saja penisnya makin membengkak! Porche akan menelan Kinn bulat-bulat sampai lelaki itu bingung menghadapi keributannya.

"Hahhh ... ahhh ... hhnngghh ... aku--hmmh ... kau juga hanya milikku!" kata Porche posesif. "Kalau pun mati hanya aku yang boleh membunuh suamiku. Siapa dia yang berani begitu--hnnghh ...."

Ya ampun ....

Sungguh kecemburuan tak masuk akal. Kinn pun memutuskan mengalah pada awalnya. Tapi lama-lama dia jengkel sendiri. Karena posisi itu sangatlah sulit dan bikin pegal. Dia pun membalik mereka paksa akhirnya.

Brugh!

"Ahhhh!!" desah Porche yang punggungnya kini ada di tembok. Kinn menahannya saat mereka merosot. Memangku secepat mungkin. Dan memeluk bahu lelaki itu tanpa mengeluarkan kejantanannya.

"Jangan di sana, nanti lecet," kata Kinn. Dia membelai tengkuk Porche lembut, yang dibalas dengan remasan pada paha-pahanya.

"Unnh ... tapi aku tidak bisa pegangan!" protes Porche. Meskipun begitu, dia tidak meneruskan omelannya. Porche malah fokus membuat Kinn sakit jantung, dengan membuka kaki lebar-lebar di depannya.

Lelaki itu tetap meremas-remas penis Kinn, meski punggungnya condong ke belakang. Dia membuat Kinn gemas mendekat, tapi tidak bisa sungguh-sungguh meraup putingnya yang mengerikil. Mau jengkel juga sulit. Porche bahkan bisa membuatnya ngilu hanya dengan meremas tangan memarnya.

"Ssshhh ...." desis Kinn dengan kening yang mengerut-ngerut. Dia mencoba bersabar, melupakan kondisi sekitar yang berantakan, lalu menikmati pemandangan menggairahkan di depan matanya.

Porche yang meremas rambutnya sendiri. Porche yang terus menyebut namanya. Juga Porche yang mengocok penis hingga Kinn sulit mengimbangi kecepatannya.

Plakh! Plakh! Plakh!

Plakh! Plakh! Plakh!

Bunyi benturan bokong bulat itu di pinggul Kinn terus menerus bergema.

"Awas saja kalau kondisiku tidak begini, Porche!" batin Kinn. Lelaki itu benar-benar niat menguasai Porche jika sudah sembuh nanti.

Brugh!

Tidak cukup puas dengan duduk, Porche kini mendorong Kinn rebah di bawah dia. Dia menuntun tangan sang suami untuk memeluk pinggangnya, dan kembali bergerak memusingkan di atas sana.

"Aaahhh .... hhhnnhh ... hhh ... Kinn ...." rintih Porche. Sesekali lelaki itu memandang Kinn dengan semburat tipis, tapi berubah dengan cepat juga. Dia seperti sengaja memamerkan diri, walau Kinn tak butuh seperti itu untuk tergoda menghancurkannya.

Percayalah, Porche bernafas saja sudah membuat Kinn ingin merobeki bajunya--

"Ahhh ... Kinn ... aku mau keluar!"

Kinn pun menggenggam tangan Porche agar gerakannya tidak membuat mereka terpental. "Hhhh ... hhmm ...." desisnya dengan kening mengucurkan keringat basah.

"Hnnnhh ... Kinn! Fuck!" maki Porche pada akhirnya. Sambil menyemburkan cairannya di perut Kinn. Dia diam sebentar waktu Kinn juga klimaks di dalamnya, dan gemetar pelan karena tiba-tiba bingung harus bagaimana.

"Hahhh ... hahh ... hahh ... Hahhh ...."

Mereka saling berpandangan begitu dalam.

Porche fokus pada dada basah Kinn yang tersengal heboh setelah terdominasi. Dia tahu sang suami agak kesal, tapi lelaki itu tetap membelai pipinya sayang. "Oke, sudah?" tanya Kinn. "Atau masih mau main-main lagi?"

"Arrghh!" keluh Porche. Mendadak, lelaki itu memeluk sang suami seperti bocah yang tengah mengadu. "Kepalaku sakit sekali," katanya. "Tolong selamatkan aku, Kinn. Tiba-tiba rasanya berat sekali."

DEG

Refleks, Kinn pun duduk dan merengkuh Porche. "Apa? Bagian mana yang paling sakit?" tanyanya.

Porche meremas kepalanya lagi. "Semuanya," katanya.

Kinn mengikuti tangan Porche untuk menekan pelipis bagian kiri. "Sini?"

"Pusing, serius!" kata Porche. "Aku ini sebenarnya kenapa?!" Bola matanya berair lagi, kali ini semakin cepat menggenang. Mata Porche juga dipenuhi urat merah beberapa detik, tetapi kemudian hilang begitu saja. "Kinn ...." Sebutnya panik. "Kinn ...."

Kali ini air mata Porche menetes-netes. Kinn pun bingung harus melakukan apa, kecuali mendekap erat lelaki itu dan mengelus kepalanya seolah sakitnya bisa dibawa pergi. "Oke, jangan panik. Diam dulu," katanya. "Mungkin ampulnya masih menyesuaikan diri dengan badanmu. Stay still ...." katanya.

Kalau pun bisa dibawa kabur, Kinn pasti segera melakukannya. Namun, ini lantai 1 paling dasar dari bangunan bawah tanah Kim. Pastinya tidak mudah untuk melewati semua itu jika Porche masih dalam kondisi begini.

"Kinn, ya tuhan!! KINNN!"

Makin keras raungan Porche, makin geram Kinn pada dirinya sendiri. "Tenang, Porche. Kau pasti baik-baik saja ...." bisiknya pelan. "Apa yang bisa kulakukan untuk meredakan sakitnya? Mungkin aku harus menekan tempat tertentu?"

Porche tak bisa menyahut lagi. Dia mencakar punggung Kinn begitu kuat. "Hhhmhhh ...." geramnya dalam kondisi sangat menahan diri. Dan dengan tenaganya sekarang, kemeja punggung Kinn sampai tembus dan robek, bahkan mengucurkan darah dari kuku-kukunya. "Kinn, bunuh saja aku ... Kinn ... ini terlalu sakit--KINN!"

BRAKH!!

Kinn tak bisa berpikir lagi. Dia membalik tubuh Porche hingga rebah di bawahnya, lalu menenggelamkannya dalam ciuman ganas.

Persetan apakah semakin sakit! Kinn tidak akan mengambil resiko kalau Porche sudah mengangkat kata "bunuh" untuk mengakhiri penderitaannya.

Bagaimana pun, beberapa saat lalu lelaki itu nyaris hilang darinya. Kinn pasti bisa gila kalau Porche terus menerus berteriak seperti ini.

"Ummhh ... upph ... mnnn!" protes Porche. Namun, Kinn samasekali tak memberikan jeda untuknya. Jangan sampai kata "bunuh" keluar lagi, atau Kinn akan tersugesti keinginannya.

"Kau harus tetap hidup, oke? Hidup!" batin Kinn. Lalu melepas bajunya sendiri. Dia mendadak jengkel sekali, sampai-sampai melempar kain berdarah itu asal-asalan.

Bersambung ....