Chapter 72 - BAB 64

Laura pernah bilang, bukan dia pelaku pengeboman pada hari pernikahan. Pun bukan dia yang menghabisi nyawa-nyawa lelaki ini. Jadi, sang ratu mafia jujur apa adanya, huh?

Sangat sulit dipercaya.

Kinn pun memandangi foto-foto Porche beberapa saat. Dia masih heran mengapa "si pelaku" memajang wajah Porche sebesar ini, apalagi memilih bagian senyum terbaiknya.

Hal yang menunjukkan Porche benar-benar bahagia, sedang dalam kehangatan, dimiliki seseorang yang mencintainya, tetapi Kinn tidak diikut sertakan dalam  potret itu.

"Orang ini pasti sangat membenciku," gumam Kinn. Dia mendekat ke foto-foto itu sebentar. Mencoba mengingat wajah-wajah lelaki yang pernah hadir dalam hidupnya. Entah yang sebentar, agak lama, atau tidak ada satu malam ... semuanya ada kecuali lelaki-lelaki yang masih hidup dan tercantum di flashdisk Arm. Namun, diantara semua korban itu, tak ada satu pun wajah Tawan.

"Tuan Kinn? Apa kita jadi pergi?" tanya salah satu bodyguard di sebelahnya. Namun, Kinn mengabaikan suara apapun di sekitarnya.

Tentu saja aneh. Bukankah sebelum Porche, lelaki yang paling lama berhubungan dengannya adalah Tawan? Lantas mengapa hanya Tawan yang tak ada di sana?

"Mungkin aku harus menyelidiki keluarga Tawan. Apa dari mereka yang melakukan ini?" pikir Kinn pertama kali. Tapi setelah dilogika ulang, mustahil.

Tawan bukan lelaki yang memiliki kehidupan semegah ini  untuk melakukan segalanya. Dia hanya pegawai perusahaan biasa. Dia juga tidak pintar di bidang ilmiah. Malahan, antipati jika disuruh berpikir rumit.

Kinn tidak mungkin salah mengenali kekasihnya sendiri. Lagipula, abu kremasi Tawan ada di guci dalam kamarnya. Tersimpan di dalam dinding rahasia. Mana mungkin mayat lelaki itu bangkit lagi hanya untuk balas dendam padanya?

Kinn bahkan tidak ingat Tawan pernah marah padanya, sekalipun lelaki itu berwujud arwah transparan dan menampakkan diri.

"Tawan ...." gumam Kinn pelan. Dan karena teka-teki ini sepertinya memang berhubungan, dia pun bingung dan duduk sebentar di sofa sekitar sana. "Tawan, kenapa kau tidak pernah lagi hadir di depanku? Hei, bisa beritahu aku sesuatu? Kenapa hilang begitu saja setelah aku menikahi Porche?" Dia mengusap wajah frustasi.

Para bodyguard Kinn pun berpandangan. Mereka ingin mengingatkan soal misi lagi, tetapi tak mau mengganggu kegelisahan sang mafia.

"Wah ... wah ... Seorang Kinn Anakin sedang digampar oleh kenyataan ...." Tiba-tiba, suara lelaki difilter mesin muncul dari segala arah.

DEG

"Waspada!" teriak Kinn seketika berdiri lagi.

KACRAK!

KACRAK!

KACRAK!

Bersamaan dengan para bodyguard Kinn yang siaga, manusia-manusia klona berwajah mirip tiba-tiba menyergap seperti sedang berburu. Mereka berjumlah ratusan. Masuk dari tiap pintu-pintu aktif. Lalu menjelma seperti koloni semut yang membentuk formasi kematian. (*)

(*) Formasi kematian: Ini biasa dipakai dalam perang di China zaman kuno khusus pasukan kavaleri/berkuda yang berjumlah ribuan. Bentuknya seperti huruf 8 yang tidur, tetapi di tengahnya adalah korban yang dikepung. Jadi, pasukan ini berjalan memutar terus menerus sambil menodongkan senjata, dan  hanya bisa dilakukan di medan yang sangat luas seperti lapangan atau padang pasir. FYI, di FF ini rumah mewah Kim memang sangat besar. Dan kebetulan Kinn ada di aula utama.

"Tuan ..."

"Tuan, sebenarnya apa yang sudah terjadi?"

"Tuan Kinn ...."

Para bodyguard Kinn pun panik seketika. Mereka mungkin tampak tenang, tetapi keringat langsung menetes di pelipis begitu deras. Apalagi, makin lama pasukan itu semakin menyempit. Membuat mereka bertujuh jadi bergerombol bagai benteng, melindungi Kinn di tengah yang fokus mencari kemana asal suara berbunyi.

"Tenang ... kita hanya harus tenang ...." bisik Kinn, meski kedua matanya juga menegang.

"Bagaimana, Kinn? Apa kau suka caraku bermain?" tanya lelaki tidak kasat mata itu. "Jadi, sangat kusarankan untuk tak bergerak sedikit pun dari sana. Karena bisa jadi ... rasa kasihanku ini hilang seketika, paham?"

"SEBENARNYA APA MAUMU?!" bentak Kinn. Rahangnya boleh mengetat, tetapi dagu lelaki itu tetap tinggi saat menatap nyalang sebuah pilar. "AKU YAKIN KAU DI SANA! KELUAR!"

Suara dengusan lelah terdengar malas. "Memang, ya ... suami-istri itu sama saja. Kalian cocok. Mirip. Pantas saja kompak dan berumah tangga, padahal masih punya dosa pada orang lain."

DEG

"Dosa?" Kinn refleks mengepalkan tangan karena baru saja memikirkan Tawan.

"Jangan pura-pura tolol, Kinn. Buat aku tidak tertawa kalau reaksimu begitu saja," kata lelaki itu miris. "Tapi, yeah ... tak masalah. Siapa yang tidak tahu kalau kau itu keparat kotor."

Kinn pun memutuskan untuk melepaskan segala konklusinya. "Jadi, ini benar-benar soal Tawan?" tanyanya dengan mata berair. "Aku tak sebodoh itu karena dia memang tak ada di sana."

Tak ada sahutan dari lelaki itu.

"HEI, JAWAB--"

"BUNUH MEREKA SEMUA!" sela suara itu hingga gaungnya pecah dan menggetarkan.

DEG

DEG

"Tuan ...."

KACRAK! KACRAK! KACRAK!

KACRAK! KACRAK! KACRAK!

Urat-urat mata Kinn pun muncul, walau dia memang tidak bisa apa-apa. Bagaimana pun, moncong-moncong senjata klona ini sudah di depan dada para bodyguard-nya yang malang.

".... dan sisakan satu pria paling tengah untukku."

"Apa?!"

"SEKARANG!!"

Seketika, suara berondongan peluru pun menyaingi gaung-gaung apapun.

DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!

DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!

DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!

Sampai-sampai ... Kinn tidak bisa mendengar suara rintihan sakit pada bodyguard-nya yang terbantai di sekitar. Dia rusak. Dia lemah. Indra apapun di tubuhnya seperti tak berfungsi seketika karena muncratan darah yang bertubi-tubi mengenai tubuhnya.

Ngiiiiiiiing ....

Hanya dendam kesumat yang tersulut diantara diamnya. Kinn mandi warna merah untuk kedua kali, tetapi kali ini dia jadi sosok yang terkebiri seorang diri.

________

Bukan kemenangan, Kinn ....

_______

Seolah-olah, sosok ini mau mengatakan kalimat tersebut.

_______

Bukan kemenangan lagi yang pantas kau sandang sekarang ....

Karena itu sebenarnya milikku ....

__________

"Sudah? Begitu saja?" tanya sang pelaku yang suara langkah kakinya makin mendekat. "Atau masih ada lagi yang menyusul? Sepertinya aku harus membereskan mereka juga."

Prakh!

Bersamaan dengan topeng yang terlempar, dada Kinn pun terasa runtuh melihat sosok yang berdiri menjulang di hadapannya. Dengan wajah, tubuh, dan penampilan yang sama seperti bagaimana Kinn mengenalnya. Namun, tidak dengan kedua mata yang begitu dingin.

Penuh luka.

Penuh duka.

Penuh kesumat.

Dan Kinn rasa kini dia baru tahu apa yang menjadi alasannya.

"Kim ...."

Sosok dari balik patung-patung itu membuka suara yang teramat dalam.  "SERET DIA SEKARANG!"

Bersambung ...