"Mereka bilang kita harus saling mengenal, dan aku menutup mata untuk fakta-fakta itu. Namun, saat sudah benar-benar tersadar ... kau ternyata sudah memasuki kehidupanku terlalu jauh."
[Apo Nattawin Wattanagitiphat]
***
Sehari setelah lolos proses casting, sebenarnya Apo sering termenung di apartemennya. Dia makan malam sambil memandangi profil Mile Phakphum yang tertera pada kertas, lalu meletakkannya perlahan.
[Mile: Apo, barusan Phi sudah menyimpan nomormu. Maaf, lama. Baru ingat setelah pulang ke rumah]
Memang sesibuk apa Mile dalam sehari? Padahal persiapan kostum film berakhir jam 10 pagi, tapi lelaki itu baru membalas sekarang.
Apo pun membalas dengan sekadarnya saja.
[Apo: Iya, terima kasih. Maaf merepotkan Phi juga tadi di tempat kerja]
Mile tidak langsung membalasnya. Lelaki itu entah melakukan apa, yang pasti online, tapi mengetik tidak selesai-selesai. Apo jadi penasaran apakah Mile ketiduran saat baru jam segini, lalu meninggalkan ponselnya untuk cuci piring. Well, Apo tidak mau banyak pikir. Mungkin kejadian tadi siang menang agak tak terduga, tapi Apo sungguh-sungguh senang dengan bantuan partner-nya itu.
"Wahh! Phi Apo ... Phi Apo ....! Kenapa wajahnya merah sekali? Kepedasan? Kamu tidak bisa makan pedas, ya?" tanya Poy. Salah satu penulis di bawah nama "Daemi" itu mendekati Apo dengan tangan yang mengipas-ngipas. "Ini ada air minum. Wahh ... kukira kamu betah. Maaf ya. Tadi kuambilkan jajanan yang ini."
Apo hanya mengangguk dan cepat-cepat meneguk segelas air. Namun, perutnya benar-benar tidak bisa menoleransi. Apo pun langsung ke belakang untuk buang air. Tapi malah menabrak Mile di pintu toilet.
BRAKH!
"Apo ...."
"Phiii ... maaf!" kata Apo dengan wajah yang memerah. Bibirnya juga terasa terbakar, lalu segera masuk untuk cuci muka terlebih dahulu. Gila! Apo benar-benar tidak tahan sambal! Tapi di dalam bola jajanan tadi ada isian daging yang super pedas. Andai saja dia tahu ....
"Kau kenapa, Apo? Hei ...." kata Mile yang refleks mendekat. Dia pikir lelaki itu mau muntah karena sakit, tapi ternyata hanya kepedasan. "Oh, astaga. Sebentar ...." Mile pun menepuk punggung Apo agar menunggunya. Tidak ada semenit, Mile sudah kembali lagi dengan susu kalengan. Dia membukakan benda itu untuk Apo, lalu menyuruhnya minum sampai habis.
"Hahh ... rasanya sudah tidak pedas lagi," kata Apo sambil mengusap hidung merahnya dengan lengan. Mile pun tersenyum tipis karena ekspresi lega lelaki itu.
"Iya, kan memang susu itu penetral cabai," kata Mile. "Tapi aku suka bawa bukan karena tak tahan pedas sih. Memang suka minum saja walau tetap lebih sering air."
Apo pun memandang Mile dengan cengiran sungkan. "Oh, begitu," katanya. "Pokoknya terima kasih ya, Phi. Aku sekarang sudah baik-baik saja."
"Ho, ok. Keep safe," kata Mile. "Aku keluar dulu untuk gabung bersama yang lain."
"Hm."
Setelah itu, kegiatan berlangsung seperti biasa. Apo tidak ingin terlalu memikirkan permintaan maaf Poy dan kembali masuk dalam diskusi umum. Di sana ada produser, sutradara, dan seluruh cast film "KinnPorsche The Series" lengkap dengan kedua penulis novelnya. Mereka bekerja sama untuk memikirkan scene ikonik untuk karya populer tersebut dan masing-masing memegang pulpen.
Saat sudah bubar jam 10-an pagi, Mile tampak buru-buru keluar, tapi masih sempat berhenti kala melihat Apo. Lelaki itu mengajak tukar nomor ponsel untuk menyesuaikan jadwal workshop, dan Apo pun menanggapinya sebaik mungkin.
"Oh, iya. Ini, Phi," kata Apo. Mungkin karena Mile lebih tua darinya, Apo yang waktu itu berumur 26 pun bersikap hormat. Dia melepaskan kudapan yang baru digigit, kemudian segera merogoh ponsel dari saku. "Sebentar ... sebentar ...." Apo pun ikutan gugup, karena Mile bahkan hanya sempat memotret layar ponselnya sebelum pergi.
"Oke, oke, terima kasih, ya! Phi pamit," kata Mile. Dia berjalan agak cepat ke pintu keluar, sampai penulis "Daemi" lain yang bernama Yok bercelutuk ringan.
"Haduh, akhir-akhir ini sepertinya Phi Mile sibuk sekali," kata Yok dengan melambaikan tangan. Lelaki berbadan gembul dengan pipi menggemaskan itu menghela napas panjang. "Padahal aku ingin kepo-kepo lebih banyak padanya, kalau bisa."
Sambil menikmati kudapannya dengan saus, Apo pun menatap Yok penasaran. "Eh? Memang kenapa, Phi? Dia punya pekerjaan dobel-dobel di tempat lain?" tanyanya dengan kerjapan pelan.
Mendengar percakapan mereka, Poy pun menoleh dengan raut agak tidak menyangka. "Lho? Phi Apo apa benar-benar belum tahu?" tanyanya. "Phi Mile kan punya banyak usaha di Kalasin. Walau fokusnya memang bukan di sana, tapi Rumah Sakit Kalasin yang baru berdiri itu milik keluarganya."
DEG
"Apa?" kaget Apo sampai kudapannya nyaris merosot dari tangan. "Oh ... begitu. Maaf aku benar-benar tidak tahu," katanya. Karena vakum dua tahun lebih dari dunia hiburan bukan waktu sebentar. Apo pun tidak mengikuti berita artis mana pun di Thailand, apalagi sebelumnya dia hanya memerankan lankorn-lankorn kecil. Mana tahu dia seorang Mile Phakphum punya latar belakang keluarga konglomerat seperti ini? Maksud Apo, detailnya bagaimana dia tidak paham. Apo cukup tahu Mile seseorang yang hebat sejak kuliah dan hanya memandangnya sebagai senior ramah.
Seketika, Apo pun cukup merasa tak enak dengan situasi itu, tapi hanya beberapa detik. Untung Build, seorang cast yang nantinya akan menjadi Pete dalam film memanggil.
"Apo! Sini! Bisa membantuku sebentar?" Build mengayunkan tangannya dari kejauhan.
Apo pun pamit dari tempat duduknya, lalu menghampiri Build yang memegang naskah entah apa. "Oh, iya, tunggu."
Untuk ukuran awal pembuatan film ini, Apo akui dia masih belum bisa benar-benar menempatkan diri. Rasanya baru kembali dari hutan belantara entah mana dan harus meraba ulang bagaimana kinerja dunia hiburan. Meskipun begitu, Apo cukup nyaman karena ada banyak orang baik di tempat ini. Mereka sering mengajaknya bicara, walau Apo cukup pasif sebelum benar-benar menyatu dalam projeknya.
Apo pun mengobrol ini itu dengan Build terkait scene action mereka, lalu bercanda soal hal random. Misal, hei ... Build harus memperagakan klip konyol dengan bokong kelihatan, padahal cast lain cukup fokus dalam pelatihan solo leveling saja.
"Ha ha ha, halah nanti kau juga menari-nari ...." kata Build dengan membolak-balik naskah di pangkuannya. "Lihat ini. Ada scene dimana kau menggoda Kinn Anakinn! Gila! Jangan sombong dulu ya, Apo! Kita 1 banding 1! Jadi tidak ada yang menang di sini."
Apo pun ikut tertawa keras. "Setidaknya aku masih pakai celana!" katanya. "Plus kaus kaki di bawah. Lah kau? Ha ha ha ha ha!"
Build dan Apo pun dorong-dorongan di sofa panjang itu sampai mereka terjengkang. Ruangan riuh hanya karena pergulatan mereka berdua, tapi yang lain tertawa saja. Bible apalagi. Pemeran Vegas itu cukup duduk di sofa lain sambil membaca modul kuliah, lalu meletakkan botol minum dari tangannya.
"Hei, Phi. Minum kalau tidak mau batuk-batuk. Kalian ini bahkan lebih kanak-kanak dariku ...." kata Bible, tapi dengan dengusan tersenyum.
Kini, Apo mulai menyadari circle dalam projek itu seperti apa, walau jujur agak susah menghadapi Mile. Mungkin, apa ya ... coba bayangkan sebentar.
Ketika sutradara memintamu membangun chemistry dengan pasangan di dalam film, tapi bagaimana jika dalam kehidupan nyata mereka juga berbeda kasta? Apalagi situasi Apo saat ini agak dalam kemerosotan. Jujur, dia jadi kesulitan membangkitkan rasa percaya diri.
Apo memang belum pernah beradu peran dengan seseorang seperti Mile Phakphum. Selama ini, rata-rata aktris yang dipasangkan dengannya dari kalangan biasa. Setidaknya biasa dalam segi sama-sama dari dunia hiburan. Mereka fokus kerja untuk membangun kehidupan masing-masing, jadi relasi seperti ini gampang dibentuk.
Tak ada yang dipandang tinggi atau rendah. Tidak ada yang perlu diperlakukan hormat, tapi Mile Phakpum jelas berbeda. Dia bukan gadis lebih muda yang biasa Apo peluk di depan kamera. Tapi semuanya berbanding terbalik.
[Mile: Oh, santai saja. Tapi besok apa kau ada waktu? Aku butuh bantuan dan pendapat harus bagaimana memotong rambutku. Mungkin kalau datang ke barbershop kau bisa jelaskan kepada stylish-nya? Aku jarang tahu soal gaya karena selama ini lebih suka panjang]
Oh, pantas Mile lama sekali mengetik. Mungkin dia tadi menyusun kata-kata yang tepat untuk dikatakan kepadanya. Apo pun membaca chat itu baik-baik, lalu menilik kalender meja. "Besok ini tanggal berapa, ya ...." gumamnya. "Hm, sepertinya tidak ada janji lain."
Namun, sebelum membalas Mile, Apo sempat berpikir sejenak. Kenapa tidak meminta arahan dari sutradara saja, ya? Dan tahu darimana Mile kalau dirinya suka dengan seni berpenampilan? Apa memang kelihatan sejelas itu? Hmm ... mungkin karena mereka akan sangat sering se-frame. Mile pun ingin shoot kamera mengambil visual terbaik dari mereka berdua, jadi tidak ada ketidakserasian atau semacamnya.
[Apo: Free kok, Phi. Bisa. Tapi apa sudah punya langganan barbershop? Kalau belum aku bisa sarankan tempatnya]
Kali ini Mile menjawab begitu cepat.
[Mile: Belum ada. Malah bagus kalau kau tunjukkan yang worth it]
[Apo: Ok]
[Mile: Berangkatnya mau ikut denganku sekalian? Kebetulan Phi ada urusan di dekat-dekat apartemenmu]
DEG
"Hah?" kali ini Apo mengernyitkan kening lebih dalam. "Darimana Phi Mile tahu alamat tempatku?" pikirnya. "Kita bahkan belum bicara sejauh itu."
Namun, Apo memilih menepis semua pikiran yang aneh-aneh.
[Apo: Ok, Phi. Tinggal telpon saja kalau sudah sampai. Nanti aku turun ke bawah]
[Mile: Terima kasih 👍]
Apo tidak membalas pesan tersebut. Mungkin karena dia merasa belum memberikan bantuan secara nyata, buat apa mengatakan "Sama-sama?" Rasanya aneh sekali.
"Rasanya Phi Mile memang tidak seburuk yang aku bayangkan?" gumam Apo tiba-tiba. Dia mengetuk-ngetuk foto Mile pada kertas profil itu, lalu tersenyum tipis. "Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik nantinya."
Bersambung ....
Dalam sebuah wawancara pake baju kuning, Ap pernah ngaku dia bener-bener enggak tahan pedes. Level pedes makanannya harus rendah, dan kalau kepentok dikit harus cepet ke toilet. Dan wajar juga kalau dia agak pendiem pada awal projek KP. Apo introvert lho sebenarnya. Tapi sekarang dia ceria banget karena udah menemukan tempat yang bener-bener kayak keluarga di BOC. See you!