Kriss pun ambruk menerima tendangan jarak jauh Mile. Dia mundur tiga langkah dengan tapak kaki yang terseret. Kedua bahunya naik turun merasakan adrenalin yang terpacu. Keringat Kriss merembes keluar hingga berjatuhan ke lantai. Nazha seolah tahu dia harus mundur untuk memberi ruang Mile, dijambaknya lengan kiri berotot lelaki itu untuk dibanting ke lantai. Kepala Kriss terbentur hingga rasanya pening. Mile datang dari depan dengan langkah jengkel dan menjambak kerahnya untuk ditinju. Dua hantaman datang di sisi kiri. Kriss membalas mereka berdua dengan menyatukan dua kepala untuk dibenturkan menjadi satu.
Untuk menghindari, Mile pun membuang muka ke sisi kiri. Efeknya Nazha terpelanting dengan wajah yang menyusruk lantai jika tidak ditahan sebuah lengan. Siku kanan Kriss ditusukkan ke punggung wanita itu. Tiga pukulan keras sanggup membuat Nazha tengkurap tertimpa beban tubuhnya. Kriss mungkin sudah tidak tahan untuk menghabisi wanita itu, tapi Mile merebut gagang pistolnya agar bisa balik ditodongkan.
Kesal, Kriss berteriak sambil melepaskan Nazha untuk memberi pelajaran Mile. Mereka bergulat hingga mendempet kepada dinding. Mile mendorong balik agar bajunya tidak kebakaran. Dia mengantongi pistol di saku belakang celana, tanpa mengambil jeda waktu diremasnya kedua lengan atas Kriss agar bisa didorong semakin mundur. Punggungnya balas digebrak ke dinding. Mile meratakan punggung itu ke suhu panas hingga terbeset dan luka.
Kriss berteriak, "ARRRGGGH!!" Namun bisa melepaskan diri. Pitingan Mile rupanya licin karena dia berkeringat. Mile kecolongan dengan pistol yang diambil balik. Dari samping Nazha menuntir lengannya hingga memutar separuh jalan. Lutut kiri menyeruduk pinggang lelaki itu, dia menawarkan perdamaian tapi sepertinya Kriss bukan tipe yang sanggup berdamai.
Mile pun membebaskan Nazha dari cekikan tiba-tiba. Kriss kesusahan napas karena lehernya dicekik juga oleh Mile dari belakang. Dia berbalik untuk mencakar wajah tersebut. Mile berhasil menangkap lengannya yang bebas.
Mungkin perkelahian itu memang kalah jumlah, tapi Kriss dalam kondisi total dalam tempat itu. Dia tidak segan-segan melemparkan Nazha ke dalam api. Wanita itu sampai melepas bajunya dalamannya hingga terbakar. Kulit belakangnya melepuh berwarna merah. Mile tidak sempat bertanya, "Kau tak apa--" sampai selesai, sebab sebelum mengecek, kepalanya sudah diancam gebrakan pondasi kursi yang rusak.
Nazha meneriakinya, "HATI-HATI, BELAKANGMU!" dengan darah yang mengalir dari ubun hingga wajah, Mile mengelak tapi gebrakan itu masih kena bahu kanan. Rasanya sakit sekali. Tulang selangka Mile kemungkinan ada yang retak karena pukulan itu. Namun semakin marah, Mile meninju Kriss pada wajah. Lima kali berulang-ulang dia layangkan ke sana tanpa peduli hidung yang pembuluhnya pecah.
Kriss tetap dihantam walau sudah berteriak seperti binatang buas. Dia ingin membalas tetapi cukup kewalahan. Pistol yang sempat jatuh menjadi rebutan mereka. Mile menyandungnya agar jauh, sementara Nazha mengambil benda tersebut.
Diantara pergulatan Mile dan Kriss, wanita itu coba mengunci satu ditembak. Mile membanting Kriss dan mendudukinya, tapi Kriss bisa langsung membalik posisi. Lelaki itu membekuk Mile dengan tangan ditekuk agar tak bergerak. Nazha kebingungan bagaimana cara membidik yang benar. Wanita itu selalu membatalkan tarikan pelatuk yang nyaris ditekan. Dia tidak mau mengenai Mile, apalagi yang pertama meleset ke pintu RS.
Bunyi tiga selongsong peluru jatuh ke lantai, semuanya bersarang di tempat berbeda-beda, karena Mile vs Kriss tidak berhenti berguling. Nazha pun menarik peluru baru dari saku ke dalam pistol untuk isi ulang. Jemarinya agak gemetar, tetapi Mile sempat bangun dan mendorong Kriss sebelum melemparnya ke samping lorong.
Tembakan dua kali lagi. Mile meneriaki Nazha karena ingin wanita itu memikirkan resiko penjara. "HEI, JANGAN!" teriaknya. "KAU SUDAH YAKIN MAU MEMBUNUH DIA? TIDAK ADA CARA LAIN APA?!"
"TIDAK ADA! MINGGIR!" teriak Nazha sambil berjalan mendekat. "JANGAN MENGAMPUNI IBLIS SEPERTINYA!"
Baru saja Mile membela Kriss. Dia sendiri lah yang kena batunya. Sebuah pisau bedah yang tercecer diambil dari lantai dan dilempar. Mile berteriak karena punggungnya tertancap cepat. Letaknya nyaris ke tengkuk. Mile langsung mencabutnya, sementara Nazha kembali menembak berkali-kali.
Mile pun syok dengan darah yang mengucur dari sana, dia lihat Kriss berguling-guling melindungi diri di balik perabotan RS rusak. Peluru membentur secara acak. Nazha malah naik dan berhasil mengenai lengan kiri.
Tadinya moncong itu mau langsung diberondong sekalian tuntas. Apalagi sudah mengarah tepat ke kening. Sayang peluru habis dan dia malah diterjang. Kriss tahu momen itu cukup aman sehingga melompat ke tubuh Nazha dan menggamparnya sekuat tenaga. Rahang Nazha langsung luka dan Mile menjambak baju Kriss dari belakang. Kriss diseret mundur-mundur tanpa iba lagi lalu dihantamkan ke lantai. Peluru sudah habis kali ini. Mereka pun bergulat benar-benar dengan tenaga sendiri.
Kriss berbalik, tapi dipiting lengan Nazha segera. Mile batal kena tinju, tapi wanita itu kena sikutan di dada. Nazha pun langsung mundur satu langkah. Untuk wanita yang hanya bertarung dengan sport-bra dia jelas makin kepanasan dengan suhu ruangan tersebut. Nazha berteriak karena tertimpa reruntuhan ruangan dan bahunya beset sebelah. Dia pun punya luka bakar besar walau berhasil menyingkir.
Kini Mile yang dicamah dari depan dan dihajar di muka. Kesal sekali, Mile pun menghajar muka Kriss balik hingga hidungnya semakin muncrat darah. Amarah sudah meluap di ubun-ubun. Mile memanfaatkan momen Kriss kehilangan keseimbangan dengan menyeruduknya di perut. Kriss amat kesakitan karena Mile menusuk sekalian di sana. Pisau bedah yang tadi dia lempar menjadi senjata makan tuan. Mile membesetnya makin turun hingga organ dalam Kriss teracak-acak irisan di dalam.
Nazha menyaksikan pergulatan itu dengan mata yang berair. Telinganya berdenging nyaring tapi tidak menghentikan kaki tetap maju. Wanita itu menyadari ruangan mereka bisa roboh sebentar lagi. Dia pun berteriak, "HEI, PHAKPHUM! AYO PERGI!" Lalu menyeret Mile sambil lari untuk menjauhi ledakan dadakan. Suaranya membahana hingga Kriss yang berteriak kesakitan dilahap habis. Pemandangan terakhir yang mereka lihat dari lelaki itu adalah darahnya tercecer-cecer dalam kondisi berdiri.
Api paling besar membakar Kriss hingga habis jadi debu. Mile tidak punya banyak waktu untuk syok karena tubuhnya diseret terus secara paksa. Konsleting listrik sudah menjalar di mana-mana. Ledakan demi ledakan mereka lalui dan tinggalkan di belakang sana. Saat sampai ke balkon rasanya jalan menjadi buntu. Nazha pun menatap ke bawah dan hampir melompat tanpa berpikir. Untung Mile langsung menahannya di tempat. Dia membentak, "JANGAN BODOH! KAU BISA MATI!" tapi ledakan memang tidak berhenti.
Nazha sendiri menyentakkan tangan Mile karena jengkel. Ini memang jalan terakhir yang tersisa, hingga helikopter terdeteksi kembali dan menyorot mereka dengan lampu putih.
"Perhatikan, kalian berdua! Aku Inspektur Korn mengabarkan mobil pemadam susulan baru saja tiba. Mereka akan memompa kasur angin dalam hitungan mundur 15 detik, lalu melompatlah dengan mengikuti aba-abaku," kata Inspektur tersebut.
"Baik!"
"Baik, Pak!"
Sahutan Mile dan Nazha pun terdengar nyaris bebarengan. Di bawah memang ada banyak damkar yang baru turun, tapi buru-buru membuka peralatan safety darurat. Mereka menancapkan pompa otomatis dengan spidometer ke lubang kasur seukuran kolam monster itu. Inspektur mengawasi jalannya momen sambil terbang sangat stabil.
"10 ...."
Kasur tersebut mulai melembung.
"9 ... 8 ...."
Ledakan pun tak mau kalah semakin dekat.
"7 ...."
Nazha tak menolak lagi diajak saling berpegangan.
"6 ... 5 ... 4 .... "
Api sudah berkobar menyerbu belakang punggung.
"3 ... 2 ... 1 ... SEKARANG!"
Teriakan keduannya pun mengudara dibawa angin. Mile dan Nazha melompat bersamaan tepat saat ledakan terakhir membumbung keluar. Apinya muntah seperti awan bertumpuk yang dihias hitam-oren. Potret dua manusia terjun ke bawah benar-benar disaksikan banyak orang karena lantai 28 tingginya tak main-main. Mereka membuat jantung siapa pun ikutan merosot takut. Pada waktu yang tepat tubuh-tubuh itu menghantam ke bawah dengan membal dua kali perulangan.
Para petugas damkar pun sigap menyerbu. Mereka membantu keduanya duduk dengan handuk khusus luka bakar. Tubuh Nazha yang pertama didekap oleh benda itu. Karena selain hampir telanjang kulitnya juga dihiasi banyak luka yang melepuh. Mile sendiri langsung lompat tanpa menunggu handuknya. Dia bertanya soal sang istri lalu digiring menuju tenda dimana Apo terbaring tidak jauh dari Reba. Mereka sudah dirawat paramedis serta dokter-dokternya sendiri. Apo tampak pucat begitu pun Reba yang baru menjalani operasi pengeluaran peluru.
"APO SAYANG! APO!" teriak Mile, lalu meraih jemari itu dengan tangan hangatnya. Dokter pun melaporkan kondisi Apo, meskipun belum ditanya, adalah janin yang masih bertahan dengan kokoh, padahal pendarahannya termasuk parah.
Mile auto merosot ke sisi ranjang. Dia menciumi punggung tangan itu penuh syukur, hingga si manis membuka mata perlahan.
"Phi Mile ... mmh, Phi ...." kata Apo merengek-rengek.
Mile pun berdiri lagi untuk memeluk remaja itu. Si manis meremas bajunya yang berbau gosong lagi sarat anyir darah. "Iya, Sayang. Phi di sini. Kau aman, dan anak-anak sudah bersama babysitter kita. Jangan pikirkan yang lain, oke? Lukisan itu, RS--ha ha ha ... dan lain-lain sebagainya. Harta masih bisa kita cari lagi nanti. Phi sungguh minta maaf tidak tepat waktu datangnya."
"Mmhh, hiks ... hiks ... Phi Mile, takut ... hiks ... Phi ... baby kita ...." isak Apo. "Baby bagaimana, Phi. A-Aku minta maaf tidak tahu soal dia. Hiks, hiks ... Phi Mile ...."
"Sshhh, shhh. It's okay, Sayang. Baby juga baik-baik saja," bisik Mile sembari mengesun ubun-ubun Apo. "Kau sudah berjuang dengan sangat baik, dengar? Jangan menangis lagi ih. Shhh, shhh ... nanti Sammy sama Katty ikut nangis loh. Ha ha ha ... padahal mau dapat adik baru." Dielusnya rambut berkeringat itu penuh cinta.
Apo pun mendusel-dusel ke perut sang suami. Mile sendiri didatangi paramedis yang secepat kilat menggunting bajunya dari belakang agar luka di bawah tengkuknya segera diobati. Lelaki itu tidak mendapatkan obat bius, karena yang tersedia di bawah habis untuk pasien yang lain. Dia harus menahan sakit dijahit selama 10 menit, tapi itu tidak seberapa jika dibandingkan nyawa melayang.
Mile boleh berkaca-kaca, mendesis, dan mengalirkan air mata. Namun dia kuat karena menahan semuanya sambil menggenggam kebahagiaan. "Ya Tuhan, sakit ...." batinnya, tapi tersenyum. "Aduh, gila--jarum begini rasanya, shhh ... ya Tuhan ...." Dia berkali-kali merapalkan itu dalam pikiran, ditusuk dan dimasuki jalinan benang hingga selesai benar-benar perjuangan yang takkan pernah dia lupakan seumur hidup.
"Sudah selesai, Tuan Mile. Kulit di sekitar perban juga saya sterilkan," kata dokter yang baru bertugas.
"Oh, iya. Terima kasih."
"Ini, permisi."
Mile menerima handuk bersih itu. Dia mengusapi wajah penuh dengan air mata yang harusnya tidak boleh dilihat siapa pun. Si dokter pamit setelah memberikan wejangan terkait luka. Mile mengangguk-angguk saja, meski perihnya luar biasa.
"Oeeeee!! Oeeeeee!! Oeeeee!! Oeeeee!!"
"Oeeeee!! Oeeeeee!! Oeeeee!! Oeeeee!!"
Si kembar yang ribut sejak tadi kini boleh masuk tenda. Mereka menolak mimik ASI Apo yang sudah dalam botol, hingga didekatkan ke orangtuanya. Mile pun membelai pipi Sammy-Katty bergantian. Mereka baru semangat menyedot susu dengan muka merah masing-masing. Suara geraman yang ditimbulkan lucu sekali.
"Mmhh, mmhh."
"Nnngh, nnghrrh."
Mile tertawa melihat para bayi-nya sesehat itu. Dia bilang, "Apo, Sayang! Lihat deh ... lihat sebentar ...." tapi sang istri malah tertidur. Entah sejak kapan napas remaja itu kembang-kempis lembut. Mile geleng-geleng, karena Apo pasti kelelahan. "Ya sudah, sleep thight." Dia pun mengecup kening Apo lembut. Senyumnya merekah lagi karena baru melihat situasi sekitar.
Reba sadar dan berpelukan dengan Nazha serta Lian.
Jirayu menyuapi Jeff makan, sementara sang istri menggendong bayi mereka.
Si bayi yang ditemukan Mile, dijemput ayah dan keluarganya.
Earth dan Masu baru tiba setelah putar balik menuju RS. Masu bersyukur melihat kawan-kawannya selamat semua hingga menangis.
Ya, memang kebahagiaan tersebut tidak sempurna. Ada banyak luka, darah, memori hitam dan trauma yang mendera. Namun, tidak apa-apa. Semua pasti akan terhapus seiring berjalannya waktu.
Mile meyakini dia hanya harus saling berpegangan dengan Apo dan keluarganya sampai kapan pun. Potret kelegaan di wajah orangtua dan mertuanya ikut menguatkan batin saat mereka datang dalam serbuan yang ribut.
"Aaaaa, Mileeee!"
"Sayaaaaang! Apo cillll!"
"Aduh mana-mana cucuku~"
"Cucuku~"
"Mhhh ... mmnh ... apa yang sebenarnya terjadi di sini!!"
"Oh, ganteng dan cantiknya Nenek. Sini-sini ...."
"Kupikir kami akan kehilangan kalian."
Itu adalah pukul 12 malam kurang 4 menit. Untuk pertama kalinya Mile dipeluk haru mertuanya terlalu erat karena mengabarkan tentang baby ketiga mereka.
"Astaga, seriusan?" tanya May.
"Iya, Ma. Baru tadi juga kita tahu."
"Aaaaaaaaa--astaga!! Tidak tahu harus bagaimana!! Huhuhu, senang sekali, ya Tuhanku! Cucu lagiiii!" jerit May girang. "Ha ha ha, padahal Sammy-Katty juga masih bayi--duh ... tidak apa-apa lah malah bagus!" bisiknya mulai terkendali. "Nanti Apo bisa ngambek kalau tidak sekalian sekarang. Wkwk. Memang paling benar sebelum dia sekolah pilot kita panen banyak cucu. Terima kasih, Sayang ...."
"Sama-sama, Ma."
Pelukan itu pun diulang lagi. Mile harus tahan sesak napas hingga semua orang yang ingin memberi selamat mendapat gilirannya masing-masing.
TAMAT
Jawa Timur, 24 Agustus 2023