"Tidak Bu, ini enak kok." Sahut Putri. Dia menepis tangan Ayahnya.
"Oh, kalau ke asinan atau ada yang aneh bilang, ya." Kata Ibunya lagi dan hanya dibalas Putri dengan
Anggukan kepala.
Ayahnya tersenyum menatap Putri, membuat Putri dengan cepat menghabiskan makanannya.
"Sudah selesai, Put?" Tanya Ibunya.
"Iya aku sudah selesai." Sahut Putri ingin segera kembali ke kamar.
"Bisa tolong bantu Ibu mencuci piring habis ini? Tangan Ibu agak kesemutan kalau terlalu lama di air." Kata sang Ibu membuat Putri mengurungkan niatnya ke kamar.
"Iya, Bu." Sahut Putri kembali duduk.
Setelah selesai makan sang Ibu membantu mengangkat piring kotor ke wastafel.
"Ibu duluan ya, Nak." Kata sang Ibu lalu pergi ke kamar. Sang Ayah keluar sejak tadi karena ingin merokok dulu.
Putri dengan cepat mencuci piring, tapi tiba-tiba dari belakang ada seseorang yang memeluknya dengan erat dan menyibak rambut Putri ke samping.
"Ayah kangen..." Ucap Yanto pelan di telinga Putri, membuat Putri merinding.
"A-apa yang Ayah lakukan di sini?" Tanya Putri ingin berbalik.
"Shuutt,,, jangan berisik nanti Ibu dengar." Kata sang Ayah berbisik ditelinga Putri.
Sang Ibu rupanya sudah tertidur setelah merebahkan diri di kamar, sedangkan Dila di suruh Ayahnya untuk segera tidur. Sang Ayah memel*k dan mer*mas da*a Putri dari belakang.
Putri berbalik dan mendorong Ayahnya sekuat tenaga, membuat Ayahnya terjengkang kebelakang.
"Putri!" Kata Ayahnya pelan tapi dengan tatapan Marah. Putri berlari ke kamar dan mengunci pintu, dia bahkan belum menyelesaikan cucian piringnya.
Yanto yang tidak bisa berbuat apa-apa memilih merebahkan diri di sofa ruang tamu, tidak mungkinkan dia mendobrak pintu, itu akan membangunkan istrinya.
Sesekali dia menghembuskan asap rokoknya ke udara, sebenarnya dia tidak ingin melakukannya lagi, tapi setiap kali melihat Putri dia seperti singa yang melihat mangsanya, LAPAR itulah yang di rasa Yanto. Apalagi Putri tidak pernah buka mulut atas perlakuannya padanya.
Janjinya untuk menyayangi dan melindungi anak sambungnya kini telah hilang di telan nafsu. Apa yang akan terjadi jika Santi istrinya tau, tapi dia tidak mau memikirkan itu. Ini sebagai bentuk terimakasih menurut Yanto, karena dia sudah menjadi Ayah dan suami yang sempurna sebelumnya. Menurutnya.
*******
Paginya Putri bangun seperti biasa, dia sudah siap berangkat ke sekolah dan ingin berpamitan pada Ibunya tak lupa meminta uang saku untuk sekolah.
Hari ini Putri tidak di jemput Alek karena Putri memintanya agar tidak menjemputnya, Putri berniat pergi ke sekolah bersama Dila.
Sesampai di sekolah, Alek menunggunya di pintu gerbang.
"Hai, ayang. Capek?" Tanya Alek menyentuh kepala Putri yang berbalut kerudung.
"Em, tidak juga." Sahut Putri.
"Apa kemaren kamu dimarahi Ibumu, yang?" Tanya Alek.
"Iya, sepertinya untuk beberapa hari ini aku akan di rumah saja sepulang sekolah." Kata Putri.
"Oke tidak apa, kita bisa telponan atau video call jika sedang kangen." Kata Alek menggandeng tangan Putri.
"Jangan gandeng-gandeng, nanti keliatan guru lagi." Kata Putri menarik tangannya.
"Ma'af, aku jadi tidak sadar kalau sedang di sekolah." Kata Alek tersenyum malu.
Mereka masuk ke kelas, di sana sudah banyak murid yang lain termasuk Una dan Sisil.
"Hai, Putri." Sapa Una.
"Iya, hai." Balas Putri.
"Kenapa kamu, Put. Keliatan lesu?" Tanya Una.
"Tidak ada apa-apa, Kok." Sahut Putri.
"Oy Alek, kenapa Putri nih? Habis lo apain jadi keliatan lesu." Teriak Una.
"Hei! Apaan sih tidak ada hubungannya." Sela Putri.
Alek mendekati Putri. "Kenapa?" Tanya Alek menatap wajah Putri.
"Tidak ada apa-apa, kok. Mereka aja yang berlebihan." Sahut Putri.
"Aduh ngeliat kalian membuatku ingin mencari cowok buat jadi pacarku." Kata Sisil.
"Noh pacaran sama Alvin." Kata Alek.
"No, tidak akan!" Sahut Sisil.
"Guru datang!" Kata Chika yang baru masuk ke kelas sambil berjalan cepat ke kursinya.
Pelajaran di mulai, dan 2 jam kemudian bell istirahat berbunyi.
"Yuk ke kantin." Ajak Una.
"Aku di kelas aja, lagi males jalan." Sahut Putri sambil menaruh kepalanya di atas meja.
"Ah kamu pasti pengen berduaan sama Alek, ayo bangun kita ke kantin." Kata Sisil menarik tangan Putri agar bangkit dari kursinya.
"Aduh, tidak kok." Sahut Putri lagi.
"Cepat bangun, Put. Ku traktir deh, pas banget aku lagi dapat rejeki nomplok." Kata Una.
"Rejeki apa?" Tanya Sisil.
"Aku dapat endorse pertamaku, tidak banyak sih tapi lumayan lah." Kata Una.
Putri bangkit dari kursinya.
"Ayok ke kantin." Kata Putri berjalan mendahului Sisil dan Una.
"Jadi endorse yang bagaimana kamu dapatkan, Una?" Tanya Putri penasaran, mereka sudah di kantin sekarang.
"Aku di suruh membuat video dengan memakai kaos, jadi di captionnya aku ketik menawarkan kaos yang ku pakai juga link pemesanannya." Jelas Una.
"Berapa kamu di bayar?" Tanya Sisil.
"Tidak banyak sih, cuma 500 ribu." Sahut Una.
"Banyak itu, Na. Gimana biar bisa dapat endorse begitu?" Tanya Putri.
"Kumpulin followers minimal 100 ribu." Kata Una.
"Hemm, followers ku baru 20 ribu." Kata Putri.
"Masih mending, followers ku cuma 10 ribu. Padahal aku sudah buat konten capek-capek." Kata Sisil.
"Capek apanya cuma joget-joget doang, iya kalau bagus ini kayak kejang-kejang." Una lalu tertawa terbahak-bahak.
"Itu juga capek tau." Sela Sisil.
Putri diam merenungkan perkataan Una, apa dia buat konten yang sama kayak Una. Una lebih sering membuat konten make up, tapi Putri tidak bisa pake make up.
"Hai, ayang." Suara Alek mengagetkan Putri.
"Astaga! Bikin kaget saja." Kata Putri.
"Lagian kayak bengong gitu." Kata Alek.
"Kamu sedang mikirin apa?" Tanya Alek.
"Bukan apa-apa, kok." Jawab Putri.
Putri ingin menghasilkan uang sendiri dan akan pergi dari rumahnya jika Ayahnya masih seperti itu, lebih baik dia pergi dari pada harus menerima perlakuan Ayahnya yang tidak wajar itu.
Putri sudah mengancam Ayahnya akan memberitahukan pada Ibunya tentang kelakuan Ayahnya, tetapi itu semua tidak pernah terjadi karena lidah Putri selalu kaku jika akan mengatakan itu.
Putri masih menyayangi Ayahnya walau sedikit mangka dari itu dia takut Ayahnya di penjara kalau dia melaporkan ini pada orang lain.
Jalan satu-satunya ialah dia harus pergi dari rumah itu bila Ayahnya tak kunjung berubah.
Tapi Putri sadar dia tanpa keluarganya tidak akan bisa apa-apa.
"Ayok kita ke kelas, sebentar lagi bell berbunyi." Ajak Alek.
Mereka semua kembali ke kelas, dan benar saja tidak lama bell tanda istirahat telah selesai berbunyi.
Hingga waktunya pulang sekolah, semua murid berhamburan ke luar kelasnya masing-masing.
"Mau aku antar, yang?" Tanya Alek.
"Tidak, aku mau jalan kaki saja." Jawab Putri.
"Nanti kamu capek." Kata Alek.
"Tidak akan, aku juga mau barengan sama Una pulangnya." Kata Putri.
"Oh, oke kalau begitu. Ayang hati-hati ya." Kata Alek.
"Iya." Ujar Putri.
"Tumben pulang jakan kaki." Kata Una.
"Biasanya juga jalan kaki." Sahut Putri.
"Kamu kan setelah pacaran sama Alek, selalu boncengan sama dia." Kata Una.