Di usia yang baru 17 tahun aku sudah banyak mengenal gadun. Beberapa kali aku juga menjalin hubungan yang cukup serius, seperti pacaran meskipun aku akui kalau aku tidak tulus mencintai mereka. Tak banyak teman-teman dekatku yang mengetahui rahasiaku ini, apalagi keluarga. Justru yang tahu adalah orang-orang yang aku kenal ketika masuk ke dalam dunia ini.
Istilah gadun bukan hal yang asing di antara remaja sekolah seusia kami, terutama di Jakarta, tempat sekarang aku tinggal. Bahkan beberapa teman cewek di sekolah sering membahasnya dan aku sering kali cuek saja, karena sebagai cowok terasa risih ketika membahas tentang om-om.
(Reza, 17 Tahun Siswa kelas XII Tahun 2018. Gambar hanya ilustrasi)
Namaku Reza siswa Kelas XII salah satu SMA Swasta di Jakarta. Dari kecil aku sudah merasakan ketertarikan dengan laki-laki, saat itu aku belum memahaminya sama sekali. Aku pernah bermimpi memeluk teman kelasku waktu SD, dan dia cowok. Perlahan fantasiku tentang cowok semakin kuat, aku sering membayangkan tentang adegan-adegan seksual dengan cowok, objeknya tentu saja teman-teman sekolahku.
Aku banyak mendapatkan bahan dari internet yang aku akses melalui smartphoneku. Ada rasa hangat begitu melihat gambar-gambar pria macho dan ganteng, padahal aku bukan orang yang kemayu. Kadang ketika secara tidak sengaja melihat foto profil cowok ganteng di beranda facebook aku akan langsung mengecek detail yang punya akun. Meskipun seringkali ternyata itu akun palsu. Kadang ada juga yang berbagi video porno sejenis melalui facebook, aku menikmatinya meskipun beberapakali aku mencoba menggosok-gosok kemaluanku dan tidak ada yang terjadi, hanya mengeras saja. Hal itu terus terjadi sampai usiaku 12 tahun dan puncaknya adalah saat pertama kali sperma meluncur keluar dari penisku.
Kejadian itu bermula saat aku duduk di kelas VIII semester dua. Waktu itu kakak sepupuku menikah dan Pakde Agus (kakaknya papa) mengadakan resepsi di rumahnya yang ada di Salatiga. Kami sekeluarga berangkat dan akan menginap di tempat Pakde Agus selama beberapa hari. Kami tiba di lokasi sore harinya. Awalnya papa mengajak kami menginap di Hotel karena rumah Pakde Agus digunakan untuk rangkaian acara pesta pernikahan, tapi jarak pusat kota ke rumah Pakde Agus sangat jauh, jadi papa memutuskan kami akan menginap di rumah Pak Darmin tetangganya Pakdeku.
Rumah pak Darmin cukup luas seperti rumah-rumah di desa pada umumnya, tidak terlalu banyak desain. Ada tiga kamar tidur, ruang tamu dan ruang keluarga yang ukurannya besar-besar serta dapur. Kamar mandinya ada di luar di samping sumur dan hanya disekat dengan karung plastik bekas. Sore itu kami istirahat sebentar di salah satu kamar yang masih lumayan berantakan. Papa dan mama sudah mandi ketika aku bangun.
"Ja, mandi sana gi, bentar lagi kita mau ke tempat Pakde" ucap mama sambil memegang pundakku.
Aku mengangguk dan berjalan menuju pintu belakang sambil menenteng handuk dan sikat gigi. Terlihat beberapa ember besar telah terisi air, kelihatannya sudah disiapkan oleh yang punya rumah. Aku membuka pakaianku dan menyisakan celana dalam saja lalu mulai mengguyur tubuhku dengan air yang ada di ember, terasa begitu segar. Suasana sore di desa ini benar-benar bikin betah. Entah sudah berapa lama aku menikmati mandi sore itu sampai aku tidak sadar ketika seorang remaja laki-laki berdiri hanya menggunakan celana dalam saja tepat di sampingku.
Aku terkejut ketika dia memberi tanda kehadirannya dengan batuk kecil. Sebagai orang yang sudah terbiasa membangun fantasi tentang keindahan tubuh laki-laki, tentu saja mataku langsung memandangi setiap senti tubuh cowok yang hanya menggunakan CD itu.
(Yudhi, 16 Tahun Siswa kelas XI Tahun 2014. Gambar hanya ilustrasi)
Tubuhnya tampak begitu mempesona, dengan kulit putih dan otot-otot kecil di kedua lengan serta perutnya, wajah manis dengan hidung mancung serta tinggi yang ideal anak ini benar-benar ganteng. Dia tersenyum dan menyapaku. Tampak dua lesung pipit muncul di kedua pipinya. Aku tidak menjawab karena tidak ingat apa yang dia ucapkan.
"Reza kan?" dia kembali bertanya.
"Oh, iya kak." jawabku.
"Aku ikut madi juga ya, soalnya sudah hampir malam. Tadi sudah ditegur Bapak, nggak apa-apakan mandinya bareng?" tanyanya lagi.
Pikiranku belum begitu jernih akibat kehadirannya, jadi aku mengangguk saja.
Tanpa memperpanjang ucapannya anak itu segera mengambil gayung yang ada di ember besar dan mulai mandi, sesekali dia memandangku. Aku berusaha mengontrol mataku supaya tidak kemana-mana, soalnya pemandangan ini sunggu bikin jantungku berdetak lebih cepat. Tanpa mempedulikan cowok ganteng itu aku melanjutkan membasuh dan menyirami tubuhku sampai bersih lalu mengambil handuk dan meninggalkan anak itu di pinggir sumur.
Saat acara pesta yang diiringi organ tunggal, Pakde Agus ngobrol sama papa, dan istrinya Bukde Lastri ngobrol sama mamaku. Suasana begini terasa begitu membosankan. Papa adalah anak bungsu dan terpaut jauh dari kakak-kakaknya. Jadi aku adalah keponakan yang paling kecil, karena semua sepupuku rata-rata sudah kuliah, kerja dan berkeluarga, alhasil aku tidak punya teman sebaya di sini. Waktu pesta dua jam terasa begitu lama. Hanya smarthphone temanku sebagai pelampiasan kebosananku.
Tepat pukul sembilan malam kami kembali ke rumah Pak Darmin, dan anehnya rumah itu sekarang sudah lebih rame. Papa duduk di teras ngobrol dengan Pak Darmin dan beberapa pria dewasa yang aku tidak tahu siapa, kemungkinan saudaranya Pak Darmin.
"Pak Rahmat maaf ya kamarnya sempit, maklum di kampung" sekilas kudengar ucapan Pak Darmin berbasa-basi.
Papa menjawab dengan sopan dan melanjutkan basa basi serupa. Dengan malas aku masuk ke dalam rumah, ada mama dan istrinya Pak Darmin sedang menyiapkan minuman hangat.
"Ja, tidurnya di kamar Yudhi ya, sama keponakan-keponakan Buk De." ucap Istri Pak Darmin.
Aku menangguk saja, toh kamar tempat papa dan mama tidur berantakan dan juga sempit.
"Yudhi, ayo ajak Reza ke kamarmu le" panggi Istrinya Pak Darmin.
Aku lumayan kaget ketika melihat cowok yang tadi sore mandi bareng di sumur denganku berjalan sumringah ke arahku. Ternyata dia anak Pak Darmin.
"Ayo za, ke kamar." ajaknya ramah sambil menarik tanganku.
Ada rasa aneh yang mengalir ke seluruh tubuhku ketika anak itu menyentuh tanganku. Aku hanya menurut dan diam saja.
Kamar Yudhi ini ternyata sama saja ukurannya dengan kamar yang dipakai papa dan mama tadi, bedanya kamar ini lebih rapi. Tidak ada dipan di kamar ini, hanya ada karpet dan kasur busa yang diletakkan di sudut kamar. Ada tiga orang anak yang belakangan aku ketahui berumur 15 s.d 16 tahun sedang asik dengan smarphone masing-masing. Mereka tidak begitu mempedulikanku.
Aku cukup lama diam dan ikut sibuk dengan media sosialku sendiri. Tidak ada yang berbicara selama beberapa waktu, menurutku wajar saja karena aku tidak mengenal satu orang pun diantara mereka, sedang sesama mereka itu bukan urusanku.
Tapi akhirnya Yudhi memulai obrolan. Awalnya aku dan ketiga orang yang sibuk dengan smartphonenya itu tidak terlalu peduli, namun semakin lama Yudhi bercerita kami mulai tertawa dan bercanda lalu ikut nimbrung berbagi cerita. Aku baru tahu ternyata Pak Darmin ini bukan hanya tetangga Pakde Agus tapi juga Adiknya Bukde Lastri. Pak Darmin punya dua orang anak, yang pertama perempuan sedang kuliah di Undip dan yang nomor dua Yudhi ini yang sekarang duduk di kelas XI.
Sedangkan ketiga orang yang juga ada di ruangan ini adalah Alif, Rizky dan Daniel. Mereka semua kelas IX dan merupakan sepupunya Yudhi. Kami akhirnya mulai akrab dan bercerita banyak hal, meskipun aku baru kelas VIII mereka tetap mau bermain dan berbagi cerita, terutama cerita-cerita konyol tentang cewek-cewek di sekolah mereka masing-masing.
Kami akhirnya tertidur entah pukul berapa. Suasana rumah sudah sunyi, aku tertidur begitu nyenyaknya karena masih lelah dari perjalanan jauh. Mataku terbuka ketika ada kaki yang menindih dadaku, ternyata kakinya Rizky.
Aku menyingkirkan kaki Rizky dari dadaku dan menggeser posisi tidurku. Kamar ini lumayan sempit untuk ditiduri lima anak. Di samping Rizky ada Alif dan Daniel yang posisi tidurnya juga tidak jelas. Aku membalikkan tubuhku menghadap Yudhi yang tidur tepat di sebelah kananku. Remaja ini hanya menggunakan celana pendek dan kaos singlet yang bagian bawahnya terangkat cukup tinggi sehingga menampakkan perut dan pusarnya yang semakin ke bawah mulai ditumbuhi bulu-bulu halus.
Aku menelan ludah melihat pemandangan itu. Pemandangan yang biasa aku temui di foto-foto profil facebook. Semua yang ada di kepalaku selama ini seakan-akan mulai keluar bersamaan dan akan meledak. Sambil pura-pura memejamkan mata ku pandangi tubuh Yudhi dari bagian celananya yang tampak ada tonjolan menuju perut dan akhirnya sampai ke wajahnya. Anak itu tertidur dengan pulasnya. Aku memperhatikannya cukup lama dari sela-sela kecil mataku yang sengaja aku buka sedikit.
Entah dari mana keberanian muncul, aku tidak mampu mengendalikan diriku. Perlahan aku menoleh ke arah kiri masih dalam keadaan berbaring dengan mata hampir terpejam. Kupandangi Alif, Rizky dan Daniel sambil memejamkan mata dengan sedikit celah untuk mengintip. Tampaknya mereka sedang tertidur pulas. Aku merubah posisi tidurku agar terlentang sejajar dengan Yudhi. Terasa anak itu tampak lebih tinggi dariku. Hidungku tepat diatas lengannya yang putih pada posisi diluruskan ke arah kepala sehingga menampakkan bulu ketiak yang hitam dan lebat. Aku mendekatkan hidungku, aroma ketiaknya bercampur dengan wangi sabun mandi dan parfum membuat aku benar-benar terangsang.
Masih dalam keadaan terlentang sambil pura-pura tidak sadar aku mengangkat kaki kananku dan meletakkannya tepat di atas perut Yudhi. Terasa nafas yang mengalir di dadanya dan gerakan naik turun perut Yudhi menandakan dia masih tertidur nyenyak. Aku mencoba menekan kaki kananku untuk mengetes kesadaran Yudhi, apakah dia akan terbangun dan menyingkirkan kakiku atau tidak. Sedikit demi sedikit ku tekan untuk menambah beban dan kelihatannya dia tidak akan sadar bila ada yang menduduki perutnya.
Aku membiarkan kakiku di atas perut Yudhi beberapa menit. Pikiranku mulai membayangkan apa yang ada tepat di bagian bawah perut, sementara kemaluanku mulai mengeras. Perlahan kakiku aku gerakkan dan mulai menggesernya ke bawah. Gesekan kakiku dan perutnya membuat aku merasakan betapa lembutnya kulit perut Yudhi. Anak itu masih seperti semula, belum bergerak, nafasnya juga masih sama seperti tadi. Dia masih tidur nyenyak. Aku menurunkan lagi kaki kananku hingga menyentuh kemaluannya. Jantungku langsung berdetak cepat ketika bagian lutut kakiku tepat berada di atas kemaluannya yang masih terasa lembut.
Sambil memejam ku pandang wajah Yudhi, dia masih tertidur seperti semula. Aku semakin berani saja, ku letakkan tangan kanan di atas lutut kananku sambil pura-pura menggaruknya, dan membiarkan tanganku tetap diatas lututku, lalu selang beberapa detik menjatuhkannya tepat diatas kemaluan Yudhi.
Detak jantungku kembali memompa semakin cepat, seakan ada aliran listrik ketika jari-jariku tergeletak tepat di atas kemaluan Yudhi yang hanya tertutup celana pendek yang tipis, dan astaga ternyata dia tidak menggunakan celana dalam. Tiba-tiba terasa Yudhi menarik nafas panjang, aku diam sejenak dan membeku. Kemaluanku yang tadi tegang malah mulai mengempis, ada rasa cemas perbuatanku ketahuan sama yang punya tubuh, tapi tampaknya Yudhi masih tertidur karena dia tetap pada posisi itu.
Aku menenangkan diriku dan kembali masuk dalam imajinasiku lalu keberanian mulai muncul lagi seiring mengerasnya kemaluanku untuk kedua kalinya. Dengan posisi tangan tepat diatas kemaluan Yudhi aku kembali pura-pura menggaruk lututku, namun bagian kelingkingku bergesekan dengan kemaluan Yudhi, dan anehnya penis Yudhi mulai membesar. Aku melakukannya cukup lama, sampai Yudhi mengangkat kedua tangannya dan menguap, aku langsung mengangkat kaki dan tanganku dari tubuhnya. Kami berdua masih sama-sama terlentang.
Perlahan aku menyentuh kemaluanku sendiri, terasa mengeras dan basah. Aku cemas dan terkejut. ini belum pernah terjadi sebelumnya. Ku pegang ujung kemaluanku terlihat ada cairan bening yang kental. Aku belum pernah melihat itu sebelumnya.
Beberapa saat aku tetap pada posisi tidurku, begitu juga dengan Yudhi.Tapi dari bunyi nafasnya kelihatannya dia masih tertidur. Aku berfikir keras apa yang harus aku lakukan. Aku mulai ragu dengan tindakanku, dan berusaha bersabar agar tidak terburu-buru. Kalau Yudhi samapai sadar bisa saja dia memarahiku atau melaporkan perbuatanku pada papa dan mamaku. Selain itu Yudhi bisa saja pindah posisi tidur sehingga aku tidak dapat melanjutkan aksiku malam itu.
Kantukku telah hilang, tapi aku masih pura-pura memejamkan mata sambil mengintip, dan aku kaget ketika memandangi tonjolan di celana Yudhi sudah lebih besar dari sebelumnya. Antara rasa takut dan penasaran serta nafsu yang sudah mulai memuncak, aku tidak tahu cara mengendalikannya. Entah dari mana ide itu muncul, aku sengaja membalikkan posisi tidurku membelakangi Yudhi, lalu dengan sengaja menggeserkan tubuhku lebih dekat dengannya secara perlahan, sampai pantatku hanya berjarak beberapa senti saja dari pinggulnya.
Aku diam beberapa saat. Penisku sudah sangat tegang, sampai akhirnya kenekatan muncul, dengan pura-pura menguap aku membalikkan tubuhku seratus delapan puluh derajat dimulai dengan kaki kananku kurentangkan di atas kaki kiri Yudhi lalu ku balik seluruh tubuhku dan mendaratkannya tepat di atas tubuh Yudhi. Aku cemas sekali, tapi nafsuku sudah membutakan akalku.
Posisiku saat ini tepat menindih tubuh Yudhi. Walaupun kepala dan dadaku tidak persis di atas tubuh Yudhi melainkan masih di atas kasur tapi kedua pahaku minindih kedua paha Yudhi secara menyamping, begitu juga batang kejantananku yang sudah mengeras menindih batang kejantanan Yudhi yang entah kenapa terasa begitu besar dan keras. Aku menunggu sesaat, apakah Yudhi terbangun atau tidak, semoga saja dia tidak sadar, tapi kalau dia terbangun aku akan pura-pura tidak sadar, kemungkinan dia hanya akan menyingkirkan tubuhku yang sedang menindihnya.
(Gambar hanyalah ilustrasi yang disadur dari film Brod)
Ternyata keberuntungan ada di pihakku, anak itu tidak bereaksi apapun, malah dia semakin melebarkan kedua kakinya sehingga selangkangannya semakin luas menampung selangkanganku. Aku mulai menekan penisku ke penis Yudhi, tapi ada gerakan yang aneh, gerakan itu bukan dari tubuhku. Aku merasa Yudhi menggerak-gerakkan pinggulnya naik turun dan kemaluannya terasa mengeras dan kadang berdenyut. Aku tidak peduli lagi, aku terus saja menindih kemaluannya dengan kemaluanku sambil mengesek-geseknya perlahan sampai akhirnya kemaluanku berdenyut dan cairan kental serta hangat keluar dari penisku, disertai sensasi yang begitu nikmat yang belum pernah aku rasakan seumur hidupku. Nafasku tersengal, tubuhku bergetar dan tanganku meremas kasur.
Tidak lama kemudian aku langsung membalikkan badanku dan membelakangi Yudhi, ku raba celanaku tenyata basah dan lengket serta ada aroma aneh seperti getah pohon. Aku bingung, malu, takut dan cemas. Selang beberapa menit aku pindah ke kamar lain tempat papa dan mama tidur meninggalkan Yudhi dan sepupunya.
Bersambung.