Zhao terlihat kelelahan karena tubuhnya yang terus meregenerasi luka-luka yang dia terima. Namun demikian, kelelahan yang dialami tubuhnya itu sepadan dengan regenerasi tubuhnya. Zhao kembali menyerang Sean setelah ia memulihkan semua luka yang dimilikinya.
Sean yang sudah berada dalam batas kekuatannya berusaha untuk melawan dan menangkis kembali semua serangan Zhao. Satu hal yang ia sadari, Sean melihat bahwa setelah setiap serangan Zhao, Zhao semakin limbung dan gerakannya semakin tidak terkontrol.
Setelah Sean menangkis semua serangan Zhao, Sean melihat jarum besar yang ditancapkan Maria di sayapnya. 'Hahaha… Jarum beracun yang dipakai Maria.' Sean terengah-engah sambil tertawa kecil. Dia segera menghimpun semua tenaganya dan terbang melaju ke arah Zhao.
Zhao mengayunkan pedangnya dan mencoba bertahan. Di luar dugaan Zhao, Sean melepaskan pedang yang dia pakai untuk menyerang dan bersalto ke tempat yang lebih tinggi. Sean mengayunkan pedang lain di tangan kirinya ke arah leher Zhao. Leher dari wanita cantik tersebut terbelah dan terpisah dari tubuhnya.
'Haaaa… Selesai… Satu orang.' Sean menghela nafasnya di udara. Ia merasakan sebuah kelegaan untuk beberapa saat. Di saat yang sama, Sean merasakan sebuah keputusasaan. Ia mengetahui pertarungan ini belum selesai dan staminanya sudah habis terpakai untuk melawan Zhao.
Sean turun di antara rerumputan untuk memastikan bahwa tubuh Zhao tidak kembali beregenerasi. Ia merasa lega ketika melihat bahwa tubuh wanita tersebut tidak menumbuhkan kepala yang baru. Sean lalu mencari Maria yang terduduk di rerumputan di dekatnya.
Maria tersenyum kepada Sean dengan getir. "Kita harus membantu Tu Ying dan Bai Ying." Ujar Maria sambil berusaha kembali berdiri. Sean membantunya untuk bangun dan memeluknya untuk beberapa saat. "Ayo kita selesaikan semua ini. Setelah semua ini selesai, kita akan berkunjung ke rumah ibumu." Ujar Sean dengan nada gemetar.
Keduanya kembali berdiri dari rerumputan yang sudah hancur karena berbagai hantaman dari pertarungan sebelumnya. Maria memungut kembali perisainya dari tanah, sementara Sean mengambil pedangnya yang ia lepaskan ketika pertarungan dengan Zhao.
BRAKK!
Maria dan Sean segera menoleh untuk melihat apa yang ada di depan mata mereka saat itu. Mata mereka tidak dapat menyembunyikan teror yang mereka lihat. Wang Guang Ming yang menggunakan penutup dada yang sama dengan Zhao mendarat di sebelah mayat Zhao. Sayap raksasa dan wajah Wang dipenuhi oleh cipratan darah dari seseorang.
Maria dan Sean tidak ingin membayangkan cipratan darah siapa yang mengenai wajah itu, atau bagaimanakah nasib Tu Ying, Bai Ying, dan Lao Ying. Satu hal yang pasti, kemungkinan mereka untuk memenangkan pertarungan ini hampir mendekati nol.
"Sayangku…" Wang memandang mayat tanpa kepala itu dengan tatapan yang lembut untuk beberapa saat. "Tak mengapa. Berapa kali pun kau mati, aku akan selalu membangunkanmu kembali." Mulut Wang melengkung ke atas dan dia terlihat berbahagia melihat mayat Zhao.
Wang lalu mengalihkan pandangannya kepada kedua pejuang yang berdiri di hadapannya dengan mata yang liar. "Kalian… Berani-beraninya kalian membunuh kekasihku. Kau tak tahu apa saja yang sudah kukorbankan demi membangunkannya." Tatapan kebencian terpancar dari matanya.
Tanpa aba-aba, Wang melompat ke depan Sean dan Maria. Sean segera mengangkat pedangnya dan menahan serangan pedang Wang dengan dua pedangnya. "Urgghhh…" Sean terlihat kesakitan ketika ia menahan serangan tersebut.
Luka di lengan kiri Sean menganga lebar dan darah mengalir dari luka tersebut. Maria terbelalak karena ia baru menyadari bahwa Sean terluka cukup dalam karena serangan Zhao sebelumnya. Maria segera menyerang Wang dengan melompat dari atas. Berbeda dengan pertarungannya dengan Zhao, kali ini Maria mengincar kedua sayap raksasa milik Wang.
Wang melirik ke atas dengan matanya yang liar. Ia menyeringai lebar kepada Maria yang sedang mengayunkan pedangnya. Berbeda dengan gaya tarung Zhao yang lebih frontal, Wang sama sekali tidak menghindar dari pedang Maria. Ia menerima serangan Maria yang menusuk sayapnya.
Ketika sayap Wang tertusuk, Wang mengibaskan sayap besar itu dengan penuh tenaga dan melempar tubuh Maria ke arah samping. Wang kemudian mendorong lengannya dengan kekuatan yang lebih besar dan membuat Sean terpaksa menghindar ke arah samping.
Sayap Wang terluka dan mengeluarkan darah, namun Wang tampak tidak kesakitan sama sekali. Ia tersenyum kepada sepasang kekasih yang sudah kepayahan tersebut. Maria kembali menggenggam perisai yang ia miliki, sementara Sean terengah-engah dengan luka menganga di lengan kirinya.
"Aku sangat tertarik dengan kekuatan yang kalian miliki. Apabila kalian mati, aku ingin membawa mayat kalian untuk jadi makananku." Wang tertawa sambil memandang mereka sebagai sebuah spesimen berharga. "Para manusia burung yang mereka korbankan sama sekali tidak dapat memenuhi kriteria kekuatan yang kubutuhkan."
Wang menutup sayapnya yang tertusuk oleh pedang Maria. Darah mengalir deras ketika Wang mengangkat pedang Maria yang tertancap di sayap tersebut. "Sebuah pedang yang indah." Ia menjilat pedang yang terlumuri darah tersebut sambil tersenyum puas.
"Ayo, kemarilah. Seranglah aku, aku ingin tahu seberapa kuatkah orang yang dapat mengalahkah kekasihku." Sesaat matanya memandang Sean dengan tajam "Dia adalah ciptaanku yang terkuat, bagaimana kau dapat mengalahkannya?"
Wang berjalan ke arah kepala Zhao yang tergeletak di tanah. "Bagaimana caranya kau dapat kalah dari tikus-tikus ini." Ia memandang dingin kepada kepala itu dan mencengkeram rambut Zhao. "Aku berjanji bahwa aku akan memenangkan ini. Saat itu, kau akan memakan para pejuang ini bersamaku."
Di mata Sean dan Maria, ilmuwan Wang nampak sudah kehilangan kewarasannya. Ia hanya berdiri di depan mayat Zhao sambil mengangkat kepala Zhao dengan mencengkeram rambutnya. Wang terus mengoceh mengenai betapa ia mencintai Zhao sambil mengatakan mengenai makanan baginya dan Zhao.
Kesempatan itu dipakai oleh Maria untuk mengeluarkan jarum besar yang dia miliki. 'Tuhanku, Semoga aku dapat menancapkannya pada sayapnya seperti yang kulakukan pada Zhao.' Maria berdoa dan menutup matanya dengan penuh harapan.
Maria segera mengangkat perisai yang ia pegang dan memandang ke arah Sean. Keduanya mengangguk bersamaan dan bersiap pada posisi mereka masing-masing. Sean berkonsentrasi untuk melancarkan serangannya kepada Wang. 'Semoga aku dapat bertahan sampai Maria dapat menancapkan jarum itu kepadanya.'
Sean mengambil kuda-kudanya dan menyerang Wang tanpa keraguan. Ia berlari dan mengayunkan pedang di tangan kanannya ke arah Wang. Saat pedang Sean terayun ke arah Wang, Wang hanya melirik ke arahnya dengan pandangan dingin dan tajam. Ia segera mengangkat pedangnya dan menahan serangan Sean dengan satu tangan.
"Kau tidak bisa melihat bahwa aku sedang menghabiskan waktuku dengan kekasihku?" Wang menatap Sean dengan aura membunuh. "Kurasa kau memang sudah bosan hidup." Wang mengangkat pedangnya sambil tersenyum lebar. "Matilah kau."
Maria mendorong Wang dari samping dengan perisainya yang besar. Pedang Wang berhasil menusuk bahu Sean dan menancap ke tanah. Wang terdorong dari posisinya, namun ia segera menyeimbangkan dirinya dengan sayap besarnya. Ia tampak sangat marah dengan tingkah Maria.
Dengan kecepatan kilat, Wang meluncur ke hadapan Maria. JLEB!! Ia meninju perut Maria dan cakar-cakar logam yang tajam keluar dari pelindung tangannya. Cakar-cakar logam itu mengoyak perut Maria dan tidak membiarkannya lepas dari lengan Wang.
"Kau pikir aku tidak lagi memiliki senjata untuk melawanmu, gadis kecil?" Wang berbisik di telinga Maria dengan penuh kemenangan. Maria tersenyum dan membalas bisikan Wang, "Tentu saja, kau pikir aku tidak memiliki senjata untuk melawanmu, tuan Wang?" Wang kaget ketika Maria membisikkan kata-kata itu kembali ke telinganya.
JLEB!! Maria menusukkan jarum yang dia miliki dengan segenap tenaga yang tersisa. Wang segera melepaskan tinjunya dari perut Maria dan membiarkan Maria terlempar ke tanah. Jarum besar yang ditusukkan oleh Maria tertancap sempurna di leher Wang.
'Sakit… Pedih… Panas…' Maria terlempar dan terseret ke tanah sambil memandang Wang dengan tatapan penuh kepuasan. Maria terbatuk dan mengeluarkan darah segar dari mulutnya. Darah itu mengalir dan masuk menuju hidungnya.
Maria yang sudah tergeletak tak berdaya hanya memandang pasrah kepada sebuah tinju dengan cakar-cakar besar yang mengarah kepadanya. Tiba-tiba saja tinju itu berganti dengan darah yang memancar dan menutupi pandangannya.
Maria menoleh ke arah Sean yang mengayunkan pedangnya untuk melindungi dirinya. Air matanya mengalir melihat Sean yang terpelanting oleh pukulan yang dilakukan punggung tangan Wang. Sean terlihat menangis, sambil kembali mengayunkan pedangnya untuk menyerang Wang.
'Sean… Aku tidak dapat membayangkan apa yang terjadi dengan dirimu apabila aku pergi meninggalkanmu.' Memori Maria berputar kembali pada saat ia menghabiskan malam bersama Sean setelah mereka pulang dari distrik Akasia.
'Maafkan aku…' Maria berusaha mengangkat lengannya untuk meraih Sean yang sedang bertarung dengan Wang. Sayup-sayup, ia mendengar Sean berteriak dan menangis, merintih, entah karena luka yang dia alami, ataukah karena perasaannya terhadap Maria.
Mata Maria terasa semakin berat. Kesakitan yang dia rasakan semakin lama semakin memudar dan perasaan panas yang menjalar dari perutnya membuatnya mati rasa. Otot lengan Maria mengendur dan lengannya terjatuh di gundukan rerumputan yang berwarna merah karena darahnya, sementara matanya yang sudah tidak dapat menahan kantuk akhirnya menutup.