Chereads / Sebuah Perjalanan di Dunia Kai / Chapter 63 - Serangan para manusia klon

Chapter 63 - Serangan para manusia klon

"Tak terasa sudah pukul enam sore. Nampaknya sudah waktunya kami pulang." Ujar Sean sambil beranjak dari tempat duduknya. Sean berjalan ke dekat Maria dan meraih lengannya, "Bila kita terlalu lama disini, kita tidak akan dapat pergi ke rumah ibumu."

Maria mendongak pada Sean, "Ah, benar." Maria menoleh kepada Maribelle dan Adel. "Aku sangat merindukan kalian sehingga waktu terasa sangat cepat sekali." Maribelle dan Adel tertawa bersama-sama, "Kami juga begitu, Maria. Sayang sekali Malika masih disibukkan dengan pekerjaannya bersama tuan Allison." Adel menghela nafas sambil sedikit cemberut.

Tak lama setelah Adel menghela nafasnya, dia memasang tampang penuh kebanggaan "Tapi tentu saja tidak ada pilihan lain, Malika 'kan asistenku yang berharga, tentu saja mereka menginginkannya." Dia terlihat gembira dengan kesuksesan Malika yang diangkat menjadi ilmuwan tersendiri setengah tahun lalu. Ketiga wanita diruangan tersebut tertawa bersama-sama.

"Baiklah, hari sudah mulai gelap. Ini sudah waktunya kami pulang." Maria dan Sean membungkuk pada semua orang yang berada di tempat itu. "Sampai jumpa lagi semuanya." Ujar mereka berdua sambil melambaikan tangannya perlahan.

Maribelle tersenyum kepada Maria "Sampai jumpa lagi dan terima kasih telah mengunjungiku." Sikap Maribelle yang sulit diatur dan seenaknya sendiri telah berubah menjadi lebih tenang dan wajahnya memancarkan aura keibuan. 'Kurasa adanya sebuah keluarga sungguh dapat mengubah dirimu.' Pikir Maria sambil berjalan bersama Sean ke pintu keluar ruangan tersebut.

Ketika Maria dan Sean keluar dari pusat medis yang terletak di jalan utama distrik Badak Putih, tiba-tiba saja ada sebuah dentuman yang berasal dari kubah di distrik tempat tinggal para manusia burung. WHAM! Sebuah ledakan terlihat pada Kubah pada Distrik Grosbeak Bonin yang baru saja rampung beberapa waktu lalu.

Sean dan Maria saling melempar pandang. Sean membentangkan sayap besarnya dan segera memeluk Maria. Dia segera meluncur ke arah institusi para pejuang. "Apakah ini serangan dari para manusia klon? Teknologi ini hanya dimiliki oleh para pendatang dari bumi bukan?" Tanya Maria sambil mengalungkan lengannya di leher Sean.

"Kurasa demikian. Aku tak mengerti mengapa mereka menyerang kita." Sean mendongak dan melihat ke arah distrik Grosbeak yang terletak di bawah distrik badak afrika. "Tempat itu sangat dekat dengan pintu masuk dari gurun yang dekat dengan area manusia Klon."

Dalam waktu singkat, Maria dan Sean tiba di institusi pejuang. Mereka melihat semua pejuang sudah bersiap-siap menuju distrik Grosbeak. "Kuharap para manusia burung dapat menangani masalah ini untuk sementara waktu." Sean dan Maria segera memakai baju zirah mereka dengan penuh kekhawatiran.

Setelah mereka menggunakan baju zirah mereka, Sean menggendong pedang besarnya di punggungnya. Dia segera mengangkat Maria beserta senjatanya dan terbang menuju distrik Grosbeak. Maria terkejut ketika dia mengangkatnya beserta semua perlengkapan perang mereka, 'Kurasa Sean sudah bertambah kuat hanya dalam waktu yang singkat.' Maria mengerutkan dahinya sambil memikirkan dimanakah kekuatannya saat ini apabila dibandingkan dengan Sean.

Dengan kecepatan terbang Sean, mereka tiba dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Namun demikian, dalam waktu sepuluh menit tersebut beberapa rumah sudah dihancurkan oleh bom yang di luncurkan oleh musuh dari luar kubah.

"Celaka, kubah tersebut sudah hancur. Kita harus segera keluar melalui kubah tersebut untuk mengetahui posisi mereka." Sean memandang ke kejauhan dengan tatapan serius. Maria menunjuk pada lokasi para manusia burung yang sudah berada di angkasa. "Kurasa mereka sudah mulai melakukan serangan balik sebelum para pejuang tiba."

Sean mengangguk pada Maria "Ayo kita susul mereka." Kecepatan terbang Sean bertambah dan mereka segera meluncur keluar kubah besar itu. Sean segera terbang menuju area hutan di daerah selatan koloni ke enam belas. Hutan tersebut terletak di perbatasan antara padang rumput gelembung dan gurun pasir tempat koloni para manusia klon tinggal.

Sean berada di angkasa bersama Maria di gendongannya. Ia melihat ke arah datangnya bom selanjutnya dan segera meluncur ke arah tersebut. Sean terbang berputar dan berbelok untuk menghindari semua bom yang melewatinya. Para manusia burung yang sudah terbang lebih dahulu tampak sedang menggunakan tombak-tombak mereka.

Dugaan Sean mengenai musuh yang menyerang koloni enam belas ternyata benar. Sean menemukan sekawanan prajurit dengan wajah yang sama. Perbedaan dari mereka hanyalah nomor di dahi mereka. Mereka melompat kesana kemari dan membingungkan gerakan para manusia burung. Namun demikian, para manusia burung memiliki keuntungan karena mereka dapat terbang, sementara para manusia klon menyerang memanfaatkan pohon-pohon dan tanaman raksasa di sekitar mereka.

Sean segera menurunkan Maria di tempat yang aman. "Aku akan segera membantu para manusia burung, kau tetaplah disini." Ujar Sean kepada Maria. Maria menggelengkan kepalanya "Mungkin kau sudah terlalu memanjakan aku, tetapi ingatlah bahwa akupun seorang pejuang, dan aku akan bertarung bersamamu."

Mata Maria yang menatap lurus kepada Sean membuat Sean mengerti keinginan Maria. Ia mengangguk kepada Maria "Kalau begitu, kau dapat membantuku dari bawah. Aku mencintaimu." Sean meletakkan kedua tangannya di pipi Maria dan mengecupnya. "Ayo kita menangkan pertarungan ini." Ujar Sean tersenyum kepadanya.

Setelah Maria mengangguk kepada Sean, Sean segera terbang ke angkasa dan mulai melakukan serangan balik kepada para manusia klon. Maria segera menyusulnya dengan berlari diantara rerumputan yang tingginya melewati lutut Maria.

Maria melihat Sean bertarung dengan salah satu manusia klon dengan nomor lima di dahinya. Sean terlihat menyerang menggunakan pedang dua tangannya yang besar, namun senjatanya tersebut membuat gerakannya menjadi lambat.

Ayunan pedang besar tersebut meleset dari targetnya. Klon nomor lima segera menghilang dari hadapannya dan melompat menuju tumbuhan di belakang Sean. Maria menarik pedangnya dan menangkis serangan manusia klon yang menggunakan belati besar.

SRINGGG!!

Suara logam yang berbenturan membuat bunyi yang nyaring di telinga. Maria menahan pedangnya dan membalikkan badannya untuk memukul klon nomor lima dengan perisainya. Klon nomor lima segera mundur. Di belakang tubuh Maria, Sean menahan serangan klon dengan nomor delapan di dahinya. Klon nomor delapan mendorong mundur tubuhnya dan bertengger di salah satu tumbuhan yang cukup besar.

"Hati-hati, jangan lengah." Ujar Sean kepada Maria. Sean membuang senjatanya dan mengeluarkan sepasang pedang dua tangan dari arlojinya. "Ha… akhirnya pedang ini benar-benar berguna di luar kegiatan Sparring." Sean memegang kedua pedang tersebut di tangannya.

Sean melompat kembali ke udara, diikuti oleh kedua klon yang menari di sekitarnya. Maria mengikuti Sean dengan memanfaatkan dahan-dahan tumbuhan, seperti yang dilakukan oleh kedua klon di sekitar Sean.

Sean menarik dirinya dengan sayap besarnya ke tempat yang lebih tinggi. Salah satu manusia klon tersebut melompat dan melemparkan belatinya ke arah sayap Sean. Sean menutup sayapnya dan memutar menuju daratan dengan memanfaatkan gravitasi di planet Kai.

Klon nomor lima kaget karena ia tak menyangka bahwa Sean mengincar dirinya. Dia segera melompat ke samping dan menghindari manuver Sean. Sayangnya, Sean segera membuka kembali sayapnya tepat di depan klon nomor lima. Sean segera mendorongnya dengan pundaknya dan menjadikannya perisai hidup untuk melindungi dirinya dari serangan klon nomor delapan.

Klon nomor delapan memandang rekannya dengan tatapan dingin. Dia menarik belatinya dan menusuk klon nomor lima. Tepat sebelum belati itu mendarat di tubuh klon nomor lima, Sean menendang tubuh manusia klon tersebut dan menghindari belati yang hampir saja menusuk tubuhnya.

Ketika klon nomor delapan menusukkan belatinya, Maria melompat di belakangnya dan mengayunkan pedangnya ke arah leher manusia klon tersebut. CRAT!! Darah menciprat dari pedang Maria yang mengayun di hadapannya.

Maria segera menyeimbangkan tubuhnya agar dia tidak jatuh ke tanah dari lompatannya yang sangat tinggi. Dia segera berpijak di sebuah tumbuhan yang cukup besar. "Haa… Nampaknya korban pertama telah jatuh." Ujar Maria sambil mendongak ke arah Sean. Keduanya nampak terengah-engah karena mereka menggunakan kecepatan maksimum mereka untuk melawan kedua manusia klon tersebut.

Sean turun di antara rerumputan sambil mengambil nafas, "Ini akan menjadi pertarungan yang sangat sulit." Sean memandang ke kejauhan sambil berharap bahwa Lao Ying dan Tu Ying datang membantu mereka. "Ah, mengapa mereka menyerang kita tepat ketika Bai Ying baru saja menjadi seorang ayah… Kita kekurangan tenaga disini untuk melawan para manusia klon."

Maria tersenyum kepada Sean "Apa boleh buat, kita tak pernah tahu kapan seorang ibu melahirkan." Ujarnya sambil sedikit tertawa. "Yang jelas kita harus menahan para manusia klon ini selama mungkin." Maria menatap pertarungan antara manusia klon dan manusia burung.

Jumlah dari penyerang koloni ke enam belas tidaklah banyak, tetapi mereka dapat mengimbangi pertarungan dengan para manusia burung. Hal yang bahkan tidak dapat dipercaya adalah bahwa para manusia burung terdesak dengan serangan para manusia klon.

Maria dan Sean mendekati arah dentuman mesin yang menembak distrik Mammoth. Ketika mereka berdua mendekati tempat itu, Klon nomor tiga dan klon nomor tujuh melompat ke arah mereka. Maria segera menggunakan perisai miliknya untuk menahan serangan dari kedua klon tersebut.

SREENGG!!!

Suara belati yang mengayun tertahan oleh perisai Maria terdengar begitu jelas. Maria segera mengayunkan perisainya dan mendorong kedua manusia klon tersebut. Keduanya nampak bersalto ke belakang sebelum mereka menahan tubuh mereka dengan tangannya.

Belum selesai dengan klon nomor tiga dan tujuh, dua klon muncul dari sisi atas Maria. Keduanya melompat dan menghunuskan belatinya kepada Maria. Maria segera mengangkat perisainya dan menangkis belati-belati tersebut. Setelah dia menangkis belati-belati mereka, Maria segera mengayunkan tubuhnya.

Tepat ketika Maria mengayunkan tubuhnya, perisai Maria menangkis kembali belati yang ditusukkan oleh klon nomor tiga. Seketika itu juga, klon nomor tiga terpukul mundur. Maria melihat ke sekeliling dan mencari keberadaan klon nomor tujuh.

CRATT! Darah yang menciprat dari sebuah tombak di sisi kanan Maria mewarnai baju zirah Maria dengan warna merah darah. KLANG! Belati yang dipegang oleh klon nomor tujuh terjatuh dari genggaman empunyanya.

"Maafkan kami karena terlambat tiba disini." Tu Ying menarik tombaknya yang tertusuk di tubuh klon nomor tujuh. "Kami segera bersiap siap ketika kalian terbang ke arah institusi pejuang, namun Bai Ying membutuhkan waktu untuk memberikan salam perpisahan." Bai Ying dan Lao Ying terlihat sudah membereskan klon nomor tiga dan tiga belas.

Sean menyeringai kepada Tu Ying, "Aku tak peduli akan hal itu, kita memiliki hal yang lebih darurat yang butuh ditangani disini." Pedang Sean dipenuhi darah segar yang mengalir. Sean berhasil mendaratkan serangannya pada klon nomor sebelas.

Para manusia burung lainnya terlihat berkoordinasi lebih baik setelah Lao Ying datang ke medan pertempuran. Beberapa dari mereka yang sempat terpojok oleh para manusia burung akhirnya dapat melakukan serangan balik.

Pertempuran antara manusia burung dan manusia klon semakin memanas dan kedua pihak nampak lebih seimbang dengan datangnya bala bantuan dari keturunan para manusia pertama. Tiba-tiba saja, dari angkasa ada seorang wanita dengan rambut hitam meluncur dan menghunuskan pedangnya.

Sean terkejut dengan apa yang dia lihat. Dia segera menangkis pedang wanita tersebut. Wanita itu mengepakkan sayapnya dan menatap Maria dan Sean dengan tajam. Wajah wanita tersebut terlihat sangat familiar baik bagi Sean maupun bagi Maria.

"Zhao, apa yang sedang kau lakukan? Tak perlu membantu prajurit-prajurit itu." Sebuah suara pria terdengar dari belakang wanita tersebut. "Ah… tikus-tikus percobaanku ternyata belum mati." Seorang pria dengan rambut putih dan mata berwarna hitam memandang Tu Ying dan Bai Ying sambil tersenyum lebar. Mata pria tersebut memancarkan aura kegilaan dan kepuasan ketika dia melihat kedua manusia burung tersebut berada di hadapannya.