Chereads / ANGELIC DEVIL [MILEAPO FANFICTION] / Chapter 157 - S2-114: I WANNA KILL THE DEVIL

Chapter 157 - S2-114: I WANNA KILL THE DEVIL

"A treasure ...."

[ANGELIC DEVIL: The Crown]

"HEI, KEMANA ARAH BIJI MATAMU BRENGSEK?! TATAP AKU!"

PLARRR! PLARRR!

"HRRRGHH--damn it!"

BUGHHHH!

Lagi-lagi Amaara memukul sepuas hati. Dia menjambak kerah Mile agar mendekat. Lalu berteriak di depan mukanya. "HEI, DENGAR YA PHAKPHUM TOLOL!" katanya. "Tujuh tahun aku di Oslo, kau tidak tahu berapa banyak Alpha mati di tanganku."

DEG

"Oke, lalu apa hubungannya denganku?!" bentak Mile. ".... hkkhh--"

"Nomor 201X74. Itu adalah kode sampelku," kata Amaara lagi.

"So, aku bisa menganggapmu Alpha keparat. Persis mereka yang masuk kerangkengku hanya untuk mengawini."

"Hhh, hhh ... hhh ... hhh ...." keluh Mile yang berusaha melonggarkan cekikan. Sumpah Amaara kuat sekali, mungkin karena dia berkelahi dengan para Alpha demi membuktikan anti feromon seks. "LEPAS--Hhhhh ...."

Otot-otot Amaara justru semakin keluar. Bergetar-getar. Tapi dia tidak melepaskan sedetik pun. "Tidak sampai kau menarik perkataanmu," katanya. "TARIK, MILE! AKU TIDAK SUKA KAU MENUDUHKU SEMACAM ITU!"

BRAKKHH!!!!

Mile pun tak tahan lagi. Dia membalik posisi mereka. Balas mencekik, tapi tidak lupa memberangus pergelangan tangan sang Omega. "Oh, ya? Yang mana? Jadi kau tak pernah dijamah mereka?"

"HHHHKHGG--!" Gantian Amaara lah yang melotot karena kesesakan napas. "Mile--!!"

"Oh, dugaanku benar ternyata. Kau memang masih perawan ...." kata Mile, setelah melihat bola mata Amaara. Bagian itu berbinar mirip Apo saat di pesawat. Pertanda belum pernah ada satu penis pun yang memasuki tubuh Omega ini. "Jadi kenapa sekarang melemah? Apa saat di Oslo mereka memberi senjata?"

"HHRRRGGH---Hgghhhh!"

"Kudengar tembakanmu ke Takhon juga meleset," kata Mile. "Tapi, daripada mental lemah (seperti yang diduga Bretha) aku justru punya pemikiran lain." Jarinya mengusap tepian kelopak Amaara. "Syaraf matamu ini ada yang bermasalah, kan? Ha ha ha ha. Jadi, kadang normal, atau kadang malah samar ...."

DEG

"APA--!?"

".... kau pikir aku tak menyadarinya?" kata Mile dengan seringaian kecil. "Ok, fine. Aku percaya kau membunuh banyak Alpha 7 tahun itu. Tapi, bisa kukatakan kau dewa, jika tak cedera satu pun selama melawan mereka."

DEG

"BRENGSEK, KAU MILE! BRENGSEK!" teriak Amaara, tapi semakin dikungkung massa tubuh Alpha menjengkelkan ini. Mile pun membisikinya tepat di telinga. Menegaskan siapa yang dominan diantara mereka. Lalu mengobrak-abrik harga dirinya.

"Oh ... pantas kau kalah duel dengan Paing Takhon," kata Mile. Seketika mengingatkan momen sang Omega yang tertangkap di Rajamangala Stadion, Bangkok. "Ternyata dugaaanku tak keliru, padahal kau sebrutal itu saat main pisau di atas panggungnya."

SSSKKKKAAHH!

"NO! NO! TIDAK!" bentak Amaara saat lehernya dilumat oleh ciuman. Dia menendang-nendang, tapi itu tak berarti. Karena, tanpa didominasi feromon pun tubuhnya masih manusia biasa. Mungkin bisa diandaikan dengan pada Beta? Dia sulit percaya intuisi Mile tajam saat meraba aktingnya. Terutama saat menggertak Alpha di kafe sewaan Luhiang Achara. "Hmmnhh--damn! Berhenti, Mile! AKU TIDAK MAU DISAMAKAN DENGAN MEW SUPPASIT! PLEASE--STOP!" Omega itu meremas udara dalam kepalan Mile, sementara sang Alpha terus menjelajahinya kulitnya.

"Shit! Shit! Shit! What the fuck with this shitty shit!" batin Amaara dengan air mata bercucuran. Luntur sudah topeng tebal dia, atau keinginan bercinta dengan siapa pun yang diyakini mate. Seperti Mew, misalnya? Amaara memang belum sadar total (masih menunggu bukti pengkhianatan Mew sendiri) tapi bajingan ini sudah meraup payudara kanannya.

"Aahhh! Mile--anngh ...." desah Amaara karena sengatan hasrat yang terbilang baru. Dia tidak mengenali skinship apalagi seks yang dalam, tapi remasan Mile yang merogoh payudara kiri-nya benar-benar gila. "Oh, my god--tolong aku--hhh... hhh ... hhhh ...." Matanya melotor horor karena cairan Omega mulai merembes di bawah. Dan Mile menjambak tali bathrobe agar tubuh depannya telanjang. BRENGSEK!

"Enak, kan? Kau pikir aku tidak tahu titik sensitifmu?" kata Mile. "Palingan sama dengan kembaranmu itu--hhh ...."

DEG

"Hrrrmnhh ...." geram Amaara dengan mata berkaca-kaca. Wajahnya merona karena merasakan penis besar yang tegang berdiri, menggesek pahanya. Dan benda itu keluar setelah Mile menarik tali bathrobe-nya. "Kumohon, hiks ... jangan lakukan hal ini saja. Tolong ...." pintanya dalam cekikan. Omega itu sampai mencakari lengan Mile. Ingin bernapas. Tapi sang Alpha sudah memasukkan dua jari ke dalam mulutnya.

Oh, saliva? Amaara tahu gerakan tersebut. Karena Alpha-Alpha yang dia bunuh juga pernah melakukan itu saat hendak melonggarkan. Namun, beda-nya nyawa mereka dulu hilang di tangannya, tapi Mile bisa menggesek kewanitaannya--

".... mmnhh, nngh ....." desah Amaara sembari menggeleng keras. Dia ingat cedera syaraf tersebut didapatkan pada hari Nadech menjemput. Sehingga (harusnya) setelah itu aman-aman saja. Takkan Amaara biarkan satu pun Alpha tahu kelemahan dia. Atau mereka akan meremehkan kekebalan yang sudah dia dapat dari percobaan panjang. "FUCK! PLEASE DON'T!" bentaknya dengan raungan yang marah. Omega itu bingung karena tubuhnya lemas dan kaku, padahal dia ingin berkelahi saat gesekan jari sudah berganti.

Kali ini dilakukan dengan batang penis, tapi Mile sempat menatap mata sang Omega yang melotot terluka. "Apa yang kau pikirkan di saat seperti ini, hah?" Batinnya "Malu sampai ingin mati? Benci kepada diri sendiri? Trauma?" Yang pasti Amaara akan jadi Omega perawan ke dua yang dia masuki selama hidup andai benar-benar jadi.

Namun, karena Amaara sudah benar-benar putus asa, Mile rasa dia tidak mau mengulangi kesalahan kedua. Dia pun sakit mengingat wajah terluka Apo. Sehingga mengurungkan niat untuk memasukkan penisnya ke dalam.

"Ahhhh, hhhh ... hhhh ... hhh ...." desah Mile saat menggunakan jepitan paha Amaara untuk menuntaskan hasrat dia. Alpha itu membuat Amaara terkejut. Hanya diam karena paniknya berkurang. Lalu menatap penis Mile timbul tenggelam.

Benda berurat penuh otot itu menimbulkan ruam merah pada kulit sang Omega. Semakin panas, semakin cepat, tapi rasa perih yang tercipta diantara paha membuat Amaara tenang. Dia juga berhenti menangis. Tidak melawan atau menjerit lagi. Hanya menunggu Mile Phakphum yang terpejam nikmat, walau tidak sangat-sangat terpuaskan.

"Hhhh ... hhh, hhh ... fuck! Hhh ...."

PLAKH! PLAKH! PLAKH! PLAKH!

Mile pun mendesah oleh nafsu yang membakar. Maju mundur dengan hentakan yang cepat. Memaki-maki dengan segala jenis bahasa--lalu mencurahkan klimaks di perut Amaara.

"AHHHHHHHHHHHH!"

Oh, jangan kira itu sudah selesai. Mile terlalu panas pada malam itu, apalagi tubuh mereka kedinginan oleh cuaca. Antara pening dan agak demam, dia pun melanjutkan sentuhan. Terus menjamah, tapi Alpha itu tidak benar-benar tidak menyentuh rahim Amaara. Dia memimpin beberapa ronde panas, mengatur beberapa posisi berbeda, tapi Amaara merasa baik-baik saja.

Entah mulut atasnya yang dipakai, atau belahan dadanya--semua tidak meninggalkan bekas sakit di dalam hati sang Omega. Yang tersisa hanyalah hangat. Merasa segar, dan Amaara baru tahu seks pun bisa dilakukan dengan cara seperti ini.

BRUGHHHH!

"Hhhh, hhh ... hhhh, hhh ...."

"Hhhh, hhh, ... hhhh, hhh ...."

Setelah ambruk, mereka pun saling menatap dalam. Tapi isinya antara percaya tidak percaya. Pertama karena Mile belum pernah menahan diri saat tubuh partnernya baik-baik saja. Kedua, Amaara mendengar pesan ajaib darinya.

"Oke, oke, aku paham ...." kata Mile

sambil menyibak rambut Amaara. Dia menyentuh lembut pada pipi itu, menahannya. Bahkan nyaris meremas di sana. "Mulai sekarang jangan biarkan orang lain tahu kelemahanmu selain aku. Tetap lindungi diri. Cari Alpha yang baik di luar sana, lalu serahkan dirimu sepenuhnya untuk orang yang tepat."

"Hhh, hhh ... apa--?!" kaget Amaara karena fungsi otaknya belum kembali

"Ha ha ha ha ha, yang pintar-pintar kalau menjadi Omega, seperti mantan istriku. Contoh dia. Termasuk kriteria Alpha yang dia pilih," tawa Mile sambil menangis. Air mata Alpha itu pun bercucuran di leher Amaara. Seperti hujan. Sebab Apo sudah jadi pengingat paling mengagumkan dalam hidupnya.

"H-Hei, hei ... tunggu, kau ini benar-benar menangis?" tanya Amaara yang ingin melipur Mile tapi tidak tahu harus apa. "Sesakit itu ya ditinggalkan dia? Tapi kenapa tertawa? Kau ini sebenarnya senang atau sedang menyesali?"

Brugh!

"Ha ha ha ha ha!" tawa Mile yang mendekap Amaara tanpa sadar. "Aku hanya sedang bangga kepada diriku, walau beberapa orang takkan peduli pada pencapaian ini--ha ha ha ha ha ....!" katanya dengan suara yang lepas. "AKU INI HAMPIR BEBAS, AMAARA! AKU HANYA INGIN SEMAKIN BEBAS DARIPADA SEBELUMNYA! HA HA HA HA HA HA HA HA HA!" teriaknya lebih membahana lagi.

Namun, entah kenapa tidak ada kegetiran dalam mata Mile. Hanya bara semangat, walau untuk melihatnya Amaara harus mendongak dari himpitan dada Mile Phakphum.

"Oh ... tenang saja kau pasti bisa," bisik Amaara sambil meremas bahu Mile. "Ya, walaupun butuh beberapa tahun sepertiku, tapi kau pasti bisa jika serius rehabilitasi."

"Ya, ya ... YA! HA HA HA HA HA!"

Malam itu, adalah malam yang aneh tapi tidak terlupakan. Dimana Mile bisa melihat sisi lain Amaara. Dan Amaara bisa melihat sisi lain dari Alpha itu (tapi mereka tidak bisa benar-benar saling menyakiti). Malahan, mereka bisa tertawa saat melanjutkan perjalanan. Bertukar piring sarapan karena ada yang alergi menu. Lalu Amaara berteriak sambil berdiri di boncengan Mile Phakphum.

"WOHOOOOOOOOOO!!! GASSSSS! AKU AKAN MEMBUNUH SIAPA PUN YANG IBLIS DI MUKA BUMII!"