"A gift from heaven ...."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
"Apo, apa semuanya baik-baik saja?" tanya Paing setelah mereka bertamu di kediaman Keluarga Romsaithong. Dia mengawasi sang Omega yang tampak pucat. Mungkin karena sempat dipelototi mertua saat pertemuan tadi.
"No, I'm okay, Phi," kata Apo dengan senyuman hambar. Dia menatap Paing yang tampak lelah. Apalagi Alpha itu sempat bertarung dengan feromon Songkit selama bicara. "Mir geht es gut, weil Phi hier ist. Trust me." Dia lantas maju untuk mengecup di bibir itu. Cup. (*)
(*) Bahasa Jerman: "Aku baik-baik saja karena Phi ada di sini. Percayalah padaku.
Padahal mereka belum keluar mobil. Masih di teras Paing yang ditunggui barisan pelayan, tapi pasangan itu melanjutkan ciuman sejenak. Biarlah beban di jalan tidak ikutan masuk. Dan biarlah suasana rumah tetap hangat seperti dulu.
"Ummh, nnh! Akh--"
Namun Apo kaget karena bibirnya mendadak digigit.
"Sakit?" tanya Paing setelah memberi jarak. Dia menatap reaksi Apo dengan mata dinginnya, dan emosi itu tidak seperti biasa.
"Perih, iya--tapi, mnhh!" lenguh Apo ketika bibirnya dilumat lagi. Paing bahkan memegangi tangannya agar diam. Lalu memonopoli dengan sesapan beringas. Dari kekenyalan bibir atas hingga bawah Apo, semua digurat nafsu tapi Omega itu memilih terpejam saja. Dia menikmati, walaupun dicium sedikit brutal. Karena Paing menyerang lehernya setelah itu. "Ah!"
Krieeet!
Tuas kursi mobil pun terdorong karena beban tubuh sang Alpha. Dia mendesak dan Apo merangkul erat. Lalu balas mencakar punggung Paing di balik jas hitam yang dikenakan.
"Nnh ... mmh--Phi--"
"Hhh ...."
Sejujurnya Apo tak menyangka akan dipepet semendadak ini. Sebab ciuman mereka biasa berakhir cepat. Lepas wajar, tapi kali ini sedikit beda. Paing bahkan menorehkan banyak tanda padanya. Dari leher atas hingga ceruk pun terhias merah, tak dilepaskan, juga tak berpindah hingga Paing puas menjelajahi bagian itu.
"Wait--kh ...." lenguh Apo karena lama-lama tak tahan. Dia bingung walau baru lehernya yang kena. Sebab Paing seperti menegaskan itu adalah wilayah dia. "Phi, please--pindah--nnh ...." imbuhnya saat didorong rebah. Omega itu panik karena mereka belum cukup privat, tapi dia merona hebat ketika ada lidah yang meraba bagian tengkuknya.
"Apo, kau paham kan Phi masuk ke rumah mereka untuk menginginkanmu?" tanya Paing, tanpa memberikan jarak.
"Hah? Hhh ... i-iya, tentu saja. Aku sudah sangat-sangat tahu," kata Apo yang hanya bisa menatap langit-langit mobil. Dia agak merinding karena tarian lidah di bagian aroma, apalagi wajah Paing tidak bisa dilihatnya di posisi itu. Apa Phi akan me-marking-ku sekarang? Pikirnya. Gugup parah dengan keringat dingin, tapi entah kenapa jantungnya berdebar tidak sabaran. "Tapi, Phi ... akhir-akhir ini aku khawatir padamu. Umn, apa semuanya baik-baik saja? Aku hanya--"
"No, I'm not okay," sela Paing tanpa merubah posisi mereka. Aroma tajam dan napasnya menekan Apo hingga diam. Dan tidak ada jarak lagi diantara tubuh mereka. "Aku akan membunuh seseorang kalau dia keterlaluan, Apo. Dan akan kulakukan itu dengan tanganku sendiri."
DEG
"A-Apa?"
Ssskh!
Kening Paing tiba-tiba menyeruduk rahang Apo agresif. Gerakannya kasar hingga Apo paham sang kekasih ingin didengarkan saksama. Tak peduli setertekan apa dia di posisi sekarang.
"Aku serius, Apo. Karena aku sudah muak dengan pengkhianatan dan lain-lain. Obat tolol. Apalagi benang rumit kantor yang terjadi akhir-akhir ini," kata Paing. Hal yang membuat Apo sadar mereka membahas kasus dan kesulitannya. Apalagi Apo sempat menemani Paing begadang di saat genting.
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....
"Oh, jadi ada ... ada seseorang yang seperti itu? M-Maksudku, berkhianat di perusahaan atau kerjasama?" tanya Apo mencoba meraba permasalahan. "Tapi siapa, Phi? Apa ini ada hubungannya dengan rencana--"
"Apa kau akan bersamaku kalau Phi menjadi pembunuh?" sela Paing tiba-tiba. Kali ini dia menatap mata ke mata. Tepat setelah melepaskan Apo dengan dengan bibir basah yang seksi.
"Eh?"
"Asal kau tahu, Apo. Phi pernah mematahkan kaki dan tangan seorang seorang lelaki. Menyeretnya ke RSJ dan tak bisa sembuh. Bahkan sekarang dia hidup di kursi roda terus menerus," aku Paing. Refleks membuat Apo meneguk ludah kesulitan.
DEG
"...."
Hah?
Tunggu sebentar ... tunggu sebentar--jangan bilang ini soal Fay Aaron--
".... dia jadi ayah angkat tapi memperkosa kekasihku. Dia mencekokinya dengan narkoba. Menggampari hingga mati tanpa sepengetahuanku. Dan aku tak masalah kalau melakukan perkelahian untuk yang kedua kali," jelas Paing, meski wajah Apo semakin pucat. "Phi paling tidak bisa menoleransi hal seperti itu, paham? Tapi tak masalah kalau kau berubah pikiran."
Lama sekali Apo bersitatap dengan Alpha ini. Dia agak takut, tapi bisa memahami. Bahkan meski Paing tampak ingin melampiaskan segala emosi padanya.
"Phi, do you want to tell me more?" tanya Apo mencoba tenang. Dia mengelus bahu Paing tanpa mempermasalahkan privasi lagi. Mungkin karena lebih mencemaskan Paing setelah bicara sengit melawan Songkit untuknya. (*)
(*) Bahasa Inggris: "Phi, apa kau mau bercerita lebih?"
"No, Phi hanya benci jika seseorang mengambilmu seperti yang pertama kali," kata Paing dengan nada tajam. "Kau harus hidup sebenci apapun seseorang padamu. Dan aku tak peduli bagaimana caranya."
...
....
Seketika napas Apo pun tertahan. Dia masih meraba siapa "pengkhianat" yang disebut Paing, tapi sudah sadar kenapa sang kekasih bermimpi buruk.
Brakh!
"Apo! Hahh ... hahh ... hahh ...."
Paing tampak stress karena pernah dihinggapi trauma. Dia panik sampai takut kehilangan, tapi Apo segera menggenggam tangan tremornya.
"Phi, keep calm first, ok? I'm here ...." kata Apo dengan kerlapan mata yang indah. "Aku masih baik-baik saja. Phi bersamaku dan kita sudah di rumah," imbuhnya coba menyadarkan.
Apo yakin, Paing sebenarnya sudah menahan diri sejak bertamu di hadapan Songkit. Dia mungkin ingin mengamuk karena sempat ditanggapi jelek, maka tidak heran sekarang emosional.
"Kita pasti bisa menghadapinya bersama-sama, hm? Aku tidak akan kemana-mana ...."
Paing pun mereda perlahan-lahan. Dia meneliti ekspresi Apo yang tak lagi pucat, padahal aroma tajam Alpha sudah memenuhi mobil. Omega itu juga tidak lari dari tatapan matanya, tetap menunggu. Lalu merona hebat saat dibisiki. "Dorong aku kalau kau tidak mau."
DEG
Apo pun terbelalak saat tubuhnya kembali ditekan. Dia berjengit kaget, tapi diam saja. Malah makin tenang kala gigi-gigi Paing menancap pada tengkuknya. "Akhh--" jeritnya saat bagian aroma baru dilahap. Omega itu mendesis karena proses marking murni. Bukan knotting dulu baru muncul tandanya.
Dia menggeliat dengan percikan air mata pada kelopak. Rasanya perih dan ngilu sampai ke ubun-ubun. Terbakar. Apalagi saat gigitannya diulang untuk kedua kali.
"Khh--ssshh .... sakit--" rintih Apo sambil memeluk erat sang Alpha. Kakinya sampai menendang kecil beberapa kali. Tapi dia mau bertahan. "Phiii, hhh ... hhh .... hiks ...." keluhnya hingga menangis.
Mungkin karena Paing ingat Apo pernah dilecehkan Alpha di parkiran bar. Dia pun memastikan terkaman itu cukup dalam dan menguasai. Biarkan aroma Apo terblokade dari orang lain. Dan takkan dia izinkan siapa pun menghirupnya hanya karena terlalu kuat.
"Stay still ...." kata Paing sambil menjilati rembesan darah dari tempat itu.
"Umn ... hiks ... hiks ... hiks ...."
Mulai sekarang hanya dia hanya yang boleh menikmati harum Apo Nattawin. Hanya dia yang boleh meminta sang Omega mendekat. Dan siapa pun akan berurusan dengannya jika melanggar batas.
"Mmnh ...." desah Apo begitu prosesnya berakhir. Dia lega karena ditenggelamkan dalam ciuman, walau panasnya masih terasa hebat sekali.
Tak masalah. Apo merespon marking itu dengan debaran gila pada jantungnya. Balas melumat. Lalu menggeleng saat ditanyai apa kau sekarang menyesal?
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....
"Really?" tanya Paing sekali lagi.
Apo justru meringis dan tertawa-tawa. Dia sampai heran kepada diri sendiri, padahal Paing baru mengakui sisi hitamnya--hei, memang separah apa perkelahian yang waktu itu? Apo ingin tahu Alpha macam apa yang dibuat Paing cacat seumur hidup, meski asal muasalnya belum dia dengar secara jelas.
"Ah, aku ini mencintaimu, Phi. Aku berkali-kali bilang serius, tapi kau selalu bertanya lagi ...." kata Apo sembari mengucek mata. Wajahnya sampai merah karena ikut emosional. Kesal, tapi asal Apo tahu saja. Reaksi itu malah membangkitkan monster di dalam sang Alpha. Kilat matanya. Sampai-sampai Apo menjerit saat mendadak ditarik keluar mobil.
Brakhhh!
Jdugh!
"Ah! Eh! Phiii--aduh!" kata Apo yang langkahnya terseok-seok. Dia sempat tersandung tangga saat baru melewati pintu. Untungnya hanya sampai menabraki punggung sang Alpha.
BRUGH!
Paing sendiri tidak mengatakan apa-apa sepanjang jalan. Dia mengabaikan sapaan pelayan atau babysitter yang pamer ocehan triplets. Bahkan menyudutkan mereka dengan aroma tajam darinya.
Seolah-olah--diam kau dan jangan bicara denganku--lalu membanting Apo ke ranjang begitu saja.
BRUGGGHHHHH!!
CKLEK!
PRAKHH!
"AHH!" jerit Apo yang sampai terjengkang diantara empuknya ranjang. Dia melotot karena kunci kamar dilempar Paing sembarangan. Tahu-tahu Alpha itu sudah menggagahinya sambil membanting jas luaran ke lantai.
BRUGH!
"TUNGGU, TUNGGU, TUNGGU, PHIIIII! A-Aku ini kan belum mandi--mnhh!"
Terlambat.
Apo sudah terdesak dalam ciuman kasar Paing Takhon. Tarikan lidahnya yang khas begitu cepat, tanpa berhenti menarik lepas dasi yang sejak tadi serasa mencekik leher.
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....
SIAL! PLEASE! KENAPA MALAH TIBA-TIBA SEKARANG?! APO SUNGGUH MENYESAL DUA HARI TIDAK KERAMAS!