Chereads / Terry and Pren / Chapter 3 - Terry dan Urban Legend (Halloween special)

Chapter 3 - Terry dan Urban Legend (Halloween special)

Sekitar 20an tahun lalu.

Kampus ANDA

Gedung baru lantai 9

Matahari sudah tenggelam, suasana gelap yang beberapa lampu menyala karena kegiatan kampus sudah berakhir. Ini saatnya pasukan pengaman kampus patroli.

Waktu berlalu, hari semakin larut. Awan gelap menutupi cahaya bulan, disusul angin mulai bertiup menggetarkan pepohonan. Tidak ada yang menyadari masih ada mahasiswa yang belum pulang. Masih menunggu di lantai teratas gedung baru. Seorang wanita muda duduk termenung. Raut wajahnya terlihat kaku, matanya membesar, jemarinya meremas lengannya, bibirnya bergetar, suaranya tertahan ditenggorokan.

Saat itu mendadak hujan besar turun, suara guntur saling menyahut dan tiba-tiba suasana menjadi gelap.

Napas wanita itu memburu, ia berusaha merasakan posisi dirinya, mencari sumber cahaya yang biasa menjadi acuannya. Sekelabat cahaya kilat membuatnya kembali sadar apa yang sedang dia hadapi. Suaranya yang daritadi dia harapkan keluar akhirnya menurutinya namun suara kecil itu tertutup suara guntur yang saat itu tiba seakan mempermainkan nasibnya.

Suasana kembali gelap, rintik hujan yang semakin keras menutup segala keributan yang terjadi.

Saat itu seorang satpam muda yang sedang patroli menggunakan senter tiba di ujung lorong. Matanya terbelalak saat senternya menyinari sesuatu yang berwarna merah, cair, dan saat ia menyentuhnya rasa hangat mengalir ke kulit.

***

Saat ini Terry dan yang lain sedang mengikuti kelas di lantai 9 gedung teknik 1. Dikatakan gedung teknik hanya karena ruangan dosen-dosen teknik terletak di gedung ini, ada 6 penjurusan teknik di universitas ANDA, masing-masing jurusan mengambil 1 lantai sebagai wilayah kekuasaan mereka. Gedung ini sendiri ada 2 bagian lift, yang masing-masing menyediakan 3 lift. Hanya perbedaannya lift bagian dekat parkiran hanya sampai melayani dari lantai 1 sampai lantai 5, sedang Lift yang berada dekat kantin, melayani lantai 1 kemudian 6,7,8 dan 9.

Biasanya ruangan dipakai setiap jurusan ya seperti dimana jurusan itu menjadi markas mereka, misalnya untuk jurusan elektro seperti Terry kebanyakan kelasnya diadakan di lantai 3.

Namun kadang juga mereka ada kelas di gedung lain saat mata kuliah umum, atau ruangan khusus seperti di lantai 9 gedung ini. Ruangan ini biasa digunakan untuk kuliah dengan dosen tamu yang di desain seperti auditorium. Ruangan lain yang terletak disisi berlawanan adalah ruangan khusus untuk jurusan desain. Ruangan itu sepertinya dibuat agar mahasiswa/i semester akhir punya tempat khusus untuk konsentrasi. Menurut gosip, desain ruangan itu layaknya rumah desain profesional, dengan pemandangan indah.

Kembali pada ruang kelas untuk perkuliahan dosen tamu ini, desain ruangannya seperti auditorium. Kuliah dengan dosen tamu ini seperti mata kuliah umum yang mana antar jurusan lain bisa mengikuti, namun untuk kali ini hanya jurusan elektro saja yang mengambil kelas dengan dosen tamu ini. Kelas pengenalan lapangan kerja yang biasa mengundang orang ahli lapangan elektro untuk memberi gambaran lingkup kerja.

Namun itu tidak menarik perhatian Terry, saat ini dia lebih tertarik melihat jendela yang tepat berada di lorong jalan menuju toilet.

Jangan nuduh, Terry tidak sedang mengintip toilet perempuan, paling tidak untuk saat ini dia tidak melakukan itu.

"Lihat para semut itu, begitu kecil, begitu lemah. Inilah yang namanya kekuasan, puncak dari umat manusia, hua ha ha ha," tawa yang dibuat-buat Terry langsung ditinggal oleh teman-temannya.

Mereka baru saja selesai kuliah. Dan kebiasaan mereka abis kuliah, selalu mampir toilet ramai-ramai, mungkin untum memberi tanda kekuasaan di setiap toilet.

"Hei kok dicuekin," rengek Terry.

"Siapa kamu? Ga kenal," kata Jimmy membuang muka. Karena bukan hanya mereka yang ada disana, juga ada mahasiswa/i dari jurusan lain, terlebih lagi suara Terry terdengar sampai ruangan kelas terdekat.

Yosep, Hermes, dan Andre juga ikut berlalu dengan cepat pura-pura ga kenal. Terry jadi malu karena dia dipelototin para mahasiswi yang sedang bergosip di depan kelas, sedang menunggu kelas mulai.

Buru-buru yang lain menuju lift yang disusul Terry sambil tetap berusaha pede dengan batuk yang dibuat-buat melewati kelas itu.

Sampai di lantai 1 mereka segera mampir di kantin, kebetulan masih sepi, masih pukul 11an.

"Wah tega kalian," protes Terry.

"Lagian kamu, norak gitu," balas Jimmy.

"Kalian ini terlalu serius, nikmatilah keadaan," jawab Terry.

"Tapi yang ga kekanakan gitu, Terry," tambah Yosep yang baru saja memesan semangkok mi phangsit.

"Tapi sebenarnya seru juga sih melihat dari atas begitu," kata Andre yang kali ini memesan nasi goreng mawut.

"Nah ini Andre mengerti, kita perlu jiwa muda, menikmatinya," kata Terry sambil memesan mie ayam bakso.

"Tapi ya lihat-lihat sekitarlah, malu-maluin saja tadi," kata Andre lagi.

Hermes cekikikan, kali ini dia memesan soto ayam.

Terry cemberut, kemudian pura-pura menanyakan kok belum jadi pesanananya, padahal belum 1 menit. Si pelayan jadi bingung menanggapi.

"Cuekin saja, mbak. Dia lagi dapet," kata Jimmy, ia pergi ke konter yang agak jauh memesan nasi capcay kesukaannya. Seperti biasa dia selalu memesan jangan pakai msg, garam sedikit, kecap sedikit, tapi sayur dan daging yang banyak.

"Halo kawan, numpang ya," suara itu milik Jay, teman seangkatan Terry juga. Jay dari Sanjaya, tapi dia lebih suka dipanggil Jay, lebih keren katanya. Jay ini tubuhnya tidak besar, agak kecil sepantaran Yosep, lincah, sukanya main futsal. Agak aneh juga melihat dia masuk jurusan Elektro soalnya dia tampak tidak tertarik sama sekali, lebih suka nongkrong di pos satpam. Paman Jay adalah salah satu satpam senior di kampus ANDA yang bertanggung jawab di wilayah gedung lab elektro juga gedung teknik 1.

"Kuliah di lantai atas memang seru, rasanya ada sensasi beda ya, serasa diatas awan gitu," sambung Jay segera duduk di sebelah Terry.

"Ya kan, nih liat Jay saja mengerti, ayo Jay jelaskan pada mereka," kata Terry semangat.

Jay jadi sedikit bingung,

"Jelaskan apa?"

"Sensasi melihat semut."

"Semut?"

"Udah, Jay jangan ditanggapi itu Terry, cuekin saja," kata Jimmy.

Jay menurut, dia kemudian menyantap makanan yang sudah dia beli dari luar, sekantong batagor.

Tidak lama, pesanan Terry, Yosep, Hermes, dan Andre juga datang sisa pesanan Jimmy.

"Tidak sori Jim, saya duluan dulu," kata Terry langsung menyantap mi ayam baksonya.

Slurp slurp.

"Ngomong-ngomong soal lantai 9, kalian tahu ga, ada cerita horor yang sudah melekat disana," tanya Jay sambil mengunyah.

"Apa?" tanya Yosep penasaran.

"Saat makan, ga boleh cerita horor, tabu itu," kata Andre berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Ya bener, lebih baik cerita soal cewek kek," tambah Terry.

"Kebetulan sekali, horor yang ini juga ada ceweknya," tambah Jay.

"Udah cerita aja langsung, ada apaan memangnya?" kata Jimmy mulai penasaran saat mendengar kata cewek.

Jay mengelap mulutnya yang penuh saos kacang dengan sapu tangan. Ia menelan batagor terakhir miliknya sebelum memulai cerita,

"Saat malam hari..."

"Huah... Iya ya ngeri, ayo kita lanjut makan," teriak Andre tiba-tiba.

Yosep langsung memukul siku Andre, disusul Hermes, Terry dan Jimmy memanfaatkan situasi untuk memukul Andre.

"Hei sudah donk!"

"Ayo lanjut, Jay," kata Jimmy.

"Tapi aku belum ikutan mukul nih, kawan," kata Jay sudah mengangkat tangannya.

"Eh... Jangan donk, sakit nih," tolak Andre.

Jay tersenyum geli, lalu melanjutkan ceritanya,

"Sampai mana tadi? Oh ya saat malam hari, di lantai 9. Tiba-tiba lampu mati semua dan suasana menjadi gelap..."

"Ya mungkin memang pln lagi jeglek, atau ada yang iseng matiin lampu," potong Andre dengan alasan cukup masuk akal.

"Pukul lagi nih?" ancam Hermes sudah siap.

Andre tidak diam langsung melindungi tubuhnya.

"Lanjut," kata Hermes mulai penasaran.

"Ya tiba-tiba gelap sekali, kemudian saat orang yang berada di sana kebingungan tiba-tiba... HUAH!" teriak Jay kencang.

Semua jadi kaget, bahkan sekitar mereka ikut menoleh, Jay tertawa geli melihat reaksi mereka.

"Eh gitu doank?" tanya Terry kecewa, dalam hati dia sedikit lega.

"Belum, belum selesai. Itu tadi buat balas Andre," kata Jay santai.

"Ya terdengar teriakan melengking, suara perempuan, tiba-tiba lampu menyala tapi tidak terang, seperti lampu sorot menyoroti sebuah meja. Itu tuh meja yang biasa terletak di depan lift," kata Jay menjelaskan dengan detil.

"Aku tahu, pasti ada hantu kan? Ya hantu doyan melengking memang, ok cerita selesai," tambah Andre.

"Semua ya tahu ini cerita hantu, tapi detilnya itu penting, Andre! Sudah kamu kalau takut pergi sana jauh-jauh. Dari tadi gangguin cerita saja," usir Jimmy.

Tentu saja Andre tidak terima dikatain penakut, walaupun sebenarnya memang takut. Jadi dia tetap diam. Jay melanjutkan ceritanya,

"Saat itu orang yang berada disana, ya anggaplah itu dirimu. Kamu bisa melihat sosok perempuan rambut sebahu,  wajah yang cantik dengan tahi lalat di bawah mata kanan, sebuah tanda kecantikan yang manis..."

"Sebentar memangnya tahi lalat itu malah membuat cantik?" tanya Terry heran.

"Itu namanya beauty mark, ciri khas begitu. Ya ada orang yang malah terlihat tambah cantik ada yang malah ya... Jadi jelek," kata Jimmy menjelaskan.

"Ya orang kalau sudah cantik ya pastilah cantik walaupun ga ada yang namanya tahi lalat," kata Terry berargumen.

"Tapi detil bener ya ceritanya, wajahnya kok terasa dibuat-buat. Ah ini pasti cuma imajinasi Jay saja soal wajahnya yang seperti itu, ngaku Jay," todong Hermes.

"Eit, memang begitu kali ceritanya. Udahlah kalian potong terus, mau lanjut ga?"

Semua mengangguk yakin, kecuali Andre tapi akhirnya iya juga menyetujui daripada diusir lagi.

"Jadi begini, kamu melihat sosok wanita cantik sedang duduk, tiba-tiba terdengar erangan kesakitan yang memekikan telinga. Sosok wanita itu langsung menghilang saat kamu sadar. Kemudian suasana menjadi redup, seperti lampu 5 watt, lampu tidur. Jangan protes lagi kalau sekarang lampu LED 5 watt itu sangat terang. Lampu bohlam maksudnya ngerti?" kata Jay sebelum diprotes, dia mulai agak kesal atau malah mengerti tabiat Terry dan kawan-kawan.

"Udah lanjutkan saja Jay, kita menunggu endingnya nih," seru Yosep yang akhirnya membuka mulut.

"Saat kamu sadar, kakimu merasa menginjak sesuatu yang becek, seperti genangan air tapi terasa kental seperti lumpur. Kamu ingin melangkah mundur tapi tubuhmu seperti ada yang menahan, dan dari arah mejadi sosok wanita itu terlihat lagi, dengan wajahnya seperti menahan sakit. Sebagai manusia, kamu pasti spontan melangkah ingin menolongnya..." Jay melihat Terry ingin protes tapi tidak jadi, dan akhirnya dia melanjutkan ceritanya, "saat kamu mendekat, wanita iti berbisik 'kenapa kamu menusukku?' Saat itu tubuhnya mengeluarkan cairan warna merah terang, terlihat sangat jelas. Dan di tanganmu ada pisau penuh dengan noda merah yang hangat menetes. Spontan dirimu melepas pisau itu namun pisau itu tidak jatuh, malah terbang mengarah padamu, sebuah pisau penuh darah dan menusukmu, HUAHHH  dan pandangan semakin gelap dan..."

Semua menelan ludah.

"Jadi... mati?" tanya Terry.

"Ga, katanya kalau mengalami hal itu, kamu bakal sadar di pinggir lift. Ya sampai saat ini begitu sih ceritanya. Jadi tenang saja kalau kalian mengalaminya, santai aja, dinikmati pengalamannya. Kebetulan besok kan Halloween, mungkin beneran muncul he he he," jawab Jay terkekeh.

"Ah itu cuma urban legend, sekarang juga masih banyak yang nongkrong di lantai 9 pas malam tidak ada kejadian apa-apa," kata Andre menanggapi, dia kuatir kalau teman-temannya tertarik menyelidiki besok.

"Mungkin saja begitu, tapi bisa saja itu benar. Lagian pamanku pernah melarang aku menyelidikinya. Ya aku tidak peduli sih udah pernah aku cek. Tidak ada apa-apa. Ya suasana memang agak gelap karena hanya beberapa lampu saja yang nyala. Tapi selain itu gedung ini juga ada cerita lain yang menarik, mau tahu?" tawa Jay.

"Menarik, coba ceritakan. Panas begini cerita yang seram-seram enak juga jadi sedikit dingin," kata Yosep.

"Cerita apalagi?" tanya Terry.

"Ok ini cerita jauh sebelum gedung ini jadi. Maksudnya saat pembangunan. Ada seorang pekerja yang kerjanya sering malas-malasan. Suatu hari ia sedang santai mengecek lift pekerja. Lift pekerja beda dengan lift yang kita naiki ini. Jadi singkat cerita dia melakukan kecerobohan hasilnya kepalanya tertutup pintu lift dan terpotong," jelas Jay.

"Ah bohong kamu, mana mungkin itu bisa," protes Andre.

"Mungkin iti hanya kebohongan tapi, saat malam hari, orang yang naik lift ini, pernah ada kisahnya saat dia membuka lift, tampak sosok yang tinggi, saat diperhatikan lagi ternyata soskk itu tidak punya kepala, hanya badan saja. Kalau kamu tidak segera bertindak, katanya kepalamu diambil untuk mengganti kepalanya," cerita Jay denhan mata menatap tajam ke Andre.

"Jadi kita tinggal kabur saja kan?" tanya Terry.

"Ya gampangnya sih begitu, tapi saat kejadian apa kamu bisa bertindak atau malah terdiam? Jangan sampai dia masuk ke dalam lift bersamamu, kalau sampai pintu menutup ya... Bye bye, " kata Jay melambaikan tangan.

Semua kembali menelan ludah. Saat itu, mereka tidak sadar kalau Filix berada di belakang mereka.

"Wah ada apa ini, sudah selesai makan kok masih belum pergi, kalian ini menghalangi bisnis ini. Ayo gantian, " seru Filix.

"Eh siapa yang sudah selesai? Liat semuanya masih penuh," protes Terry.

"Wah lama sekali kalian makan, orang dunia usaha itu harus cepat makannya, kalau lambat seperti itu, bakal ketinggalan. Biasanya rakus kalian ini, hahaha, ada apa nih?" celoteh Filix menyindir.

"Mau tahu saja kau, Lix," tolak Terry.

"Ya sudah, dari tadi kalian cerita hantu saja. Anak science kok cerita hantu, hahaha," ujar Filix berlalu pergi.

Terry dan yang lain hanya diam tidak menanggapi Filix. Biasanya Terry langsung membalas, tapi kali ini dia lagi kosong blank, habis mendengar cerita horor.

"Huh, pasti dia nguping tadi," keluh Andre.

Jay yang sudah menghabisi batagornya memesan minuman jus, dan cerita horor sudah usai, Terry dan yang lain juga buru-buru menyelesaikan makan mereka.

"Ngomong-ngomong soal horor, aku juga punya cerita horor. Dan ini kejadian yang kualami sendiri di kampus ini," kata Terry setelah selesai menyantap mie ayam baksonya.

"Ayo cerita, kok baru tahu kita-kita," tanya Andre.

"Ga takut lagi, Ndre?"

"Siapa yang takut, aku ga takut kok dari tadi juga ga, cuma gemetar sedikit," ngaku Andre.

Terry melihat teman-temannya, memasang tampang serius,

"Ini kejadian nyata, tanpa rekayasa. Sebenarnya aku ga mau cerita sih, tapi ya mungkin bisa jadi pengingat untuk kalian. Brrr mengingatnya saja, aku sudah merasa ga enak," kata Terry memulai.

"Sudahlah, jangan diulur-ulur terus, kau seperti penulis yang sedang mencoba memanjangkan cerita saja. Terlalu banyak bertele-tele," protes Hermes.

"Hus, jangan bongkar rahasia donk. Oklah ini kejadian, sebentar aku lupa... Ya pokoknya sudah lama. Saat itu aku sedang sakit perut mendadak. Rasanya sudah ga tahan harus nyetor, jalan saja terseok-seok. Dan sialnya posisiku saat ini masih di lantai 3. Biasanya sih aku memilih lari ke perpustakaan, toilet sana lebih bersih dan terjamin," promosi Terry.

"Ya terus?"

"Karena sudah ga tahan, dan saat itu sudah malam, sudah jam 6 lewat. Jadi walaupun memaksa pergi perpustakaan juga sudah tutup, jadi pilihanku hanya setor di toilet lantai 3. Ya sedikit beruntung juga, hari  sudah malam artinya tidak ada yang bakal mergokin. Tapi aku saat itu ga tahu, kalau itu kesialanku lagi," kata Terry menarik napas.

"Jadi aku langsung saja masuk, dan melakukan operasi mennyetor itu. Dan lega..."

"Terus mana horornya? Kok malah lega," protes Jimmy.

"Leganya hanya sementara. Nah ini horornya. Saat itu sudah malam. Aku baru saja ingin membersihkan diri... Baru sadar air tidak mengalir, dan parahnya lagi tidak ada kertas tissue. Kebayang ga kalian horornya saat itu?"

"Errr ga," jawab Andre.

"Tidak air, tidak ada tissue. Bagaimana sekarang kamu membersihkan sisa-sisa yang mungkin masih menempel? Langsung pakai celana dalam? Kamu bakal sepanjang jalan merasakannya, belum lagi baunya. Ngerti sekarang? Horor banget dah."

"Ya... Iti memang horor sih, tapi jenis yang lain," kata Jay.

"Tunggu dulu, ceritanya belum selesai. Jadi begini aku beranikanlah diri berteriak 'tolong-tolong'. Dan disini horor lagi, kan sudah malam, sudah kosong. Kebayangaku harus duduk lama...tapi aku yakin pasti nanti akan ada petugas kebersihan datang, karena memang waktu mereka melakukan perawatan. Dan aku harus menunggu hampir 1 jam bengong di dalam toilet sampai bantuan itu datang. Jadi selama 1 jam aku hanya bisa duduk di toilet, tidak bisa apa-apa, mau pake ponsel juga ga berani, kuatir jatuh kecebur. Kalau mengingat itu lagi, benar-benar dah aku ga ingin kejadian lagi. Dan sekarang kemana-mana aku selalu membawa tissue nih," kata Terry mengeluarkan tissue bungkus.

"Sialan lo, ya horor sih bukan tapi pengalaman memalukan iya," protes Jimmy.

"Ya tapi bagiku itu hororlah," kata Terry membela diri.

"Ya cukup mengerikan sih, jadi kembali masalah sebelumnya. Bagaimana? Kalian tertarik menyelidikinya besok? Tenang saja kalian tinggal absen saja di lantai basement buat bisa aktifitas malam hari.  Bilang saja ada kerjaan di lab. Banyak kok mahasiswa yang nongkrong di lab sampai malam," kata Jay.

Mereka sudah selesai makan, jadi sambil berjalan mendiskusikan tawaran dari Jay. Ya terlihat seru tapi juga menakutkan. Namanya darah muda, mereka masih hobi berpetualang walaupun dengan rasa sedikit takut. Terry berpikir lagi, mungkin sebaiknya mereka lakukan itu, tapi bukan soal mencari kebenaran cerita hantunya. Ia melihat Filix yang tadi menghina mereka. Saat ini sudah ada pikiran, sebuah rencana membalas Filix, mengingat sifat Filix dan kasus kacang dahulu. Terry cukup yakin bisa menggoda Filix agar ikutan di malam hari besok.

Terry kemudian menceritakan idenya pada yang lain, semua setuju.

"Ok besok kita lakukan, ya sebagai bonus kita juga bisa menyelidiki lantai 9 sekalian, ok!"

"Ya bagaimana kalau kita hanya sampai lantai 8 saja. Biarlah lantai 9 itu," tawar Andre.

Namun tentu saja semua menolak dan hal ini mungkin akan menjadi pengalaman berharga bagi mereka. Sesuatu menunggu mereka esok hari.

***

Kampus ANDA tidak ada rencana khusus untuk perayaan Halloween, jadi kegiatan kampus berjalan seperti layaknya hari biasa. Cuma ada beberapa pernak-pernik Halloween yang di taruh oleh mahasiswa dari jurusan kreatif seperti desain maupun arsitek menunjukan kebolehan mereka, selain itu semua terasa hambar.

Ini sedikit membantu Terry dan yang lain melaksanakan rencana mereka di malam hari. Kalau terlalu ramai pasti tidak akan sukses.

Terry sendiri sudah memancing Filix, dengan pura-pura berdiskusi sama Filix soal lab bisa digunakan saat malam.

"Lix, kamu tahu kalau lab ternyata bisa kita akses saat malam juga, wah ini membantu sekali, kebetulan tugas kuliah numpuk nih," kata Terry berbasa-basi.

"Ya tahulah, tapi cuma mahasiswa semester-semester akhir saja yang boleh menggunakannya," balas Filix.

"Ah itu cuna formalitas saja, aku tanya Jay kemarin katanya semua boleh kok memanfaatkannya kalau mendekati akhir semester. Ya tahu sendirilah tugss kita kan kebanyakan tugas praktek atau pemograman. Wajarlah kita boleh mengakses lab sampai malam. Ini aku sama yang lain rencana malam ini mau ke lab, ya ga langsung. Setelah makan malam dulu, sekitar jam 7 an lah. Mau ikutan Lix?"

"Aku sih tidak perlu, tapi mungkin aku datang juga kalau memang boleh. Ya melihat kerja senior itu memberi tambahan pengetahuan."

Terry mengangguk-angguk. Rencananya cukups sukses ditahap awal. Dia tahu kalau Filix orangnya tidak mau kalah, kalau Terry yang dia cap sebagai mahasiswa malas saja pergi ke lab malam hari, artinya dia juga harus walaupun tidak perlu.

Selanjutnya tinggal memancingnya ke rencana selanjutnya.

***

Malam harinya, Terry, Yosep, Andre, Jimmy dan Hermes nongkrong dulu sebelumnya di kos Yosep menyiapkan semua yang diperlukan. Setelah santap malam di warung dekat kos, mereka ramai-ramai pergi kampus yang hanya berjarak 5 menit jalan kaki.

Semua berjalan sesuai rencana. Informasi Jay cukup valid, mereka diperbolehkan masuk karena alasan harus mengerjakan tugas untuk akhir semester, dan terlihat juga lampu di lab lantai 2 sampai 4 juga menyala. Rupanya ini hal umum yang dilakukan.

Saat mereka tiba di lantai 2, disana Filix sudah menunggu. Dia sibuk memperhatikan pekerjaan mahasiswa senior, menurutnya apa yang bisa dipelajari harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.

"Wah wah Terry, kukira kalian cuma bohongan mau kerjain tugas, udah jam 8 begini baru datang, " sambut Filix mengejek.

"Malam masih pagi Lix, kita punya waktu sampai subuh kalau perlu sampai besok pagi. Santai saja," balas Terry.

Terry dan yang lain mengerjakan tugas mereka dengan santai, sesekali bercanda. Tujuan mereka berbeda dengan Filix.

Saat waktu menunjukan pukul 9, Terry merasa inilah waktunya. Dia kuatir Filix bakal bosan dan pulang sebelum rencananya jalan. Jadi bergantian Terry, Andre, Yosep, Hermes dan Jimmy keluar. Terry urutan paling akhir. Dia bertugas memancing Filix.

Filix yang masih memperhatikan pekerjaan senior, mulai sadar karena suara ribut dan candaan Terry dan yang lain mulai tidak terdengar.

"Loh tinggal kamu sendirian Ter?"

"Ya, kita juga ada rencana lain."

"Rencana apa?"

"Ada deh, yang pasti tidak ada kaitannya dengan orang science seperti kamu," pancing Terry.

Filix bukanlah orang bodoh, dia kelewat pintar namun kadang sedikit bloon untuk urusan keseharian. Namun untuk hal ini dia segera sadar maksud Terry. Filix menyadari kalau tujuan Terry bukan tugas, melainkan uji keberanian di lantai 9. Dia tertawa dalam hati, uji keberanian kok di jam 9, bukan jam 12.

"Atau kamu mau ikutan Lix? Ya mungkin orang science juga perlu refreshing, ya sekalian membuktikan kalau itu tidak ada," ajak Terry.

"Ya kalau kamu memaksa, bolehlah. Orang sih uji keberanian itu di tengah malam bukan jam 9 seperti ini sih. Kalian beneran mau uji keberanian kan?" tanya Filix memastikan.

"Ya.. Seperti itu tapi bukan, lebih ke mengecek kebenaran saja. Ya sebagai orang teknik kan kita harus cek sendiri fakta lapangan, bener ga?"

"Benar sekali, ok lah apa sih yang kalian cek? Hantu perempuan? Hantu tanpa kepala? Atau hantu toilet? Ha ha ha," ledek Filix.

"Udah, ikut saja kalau berani, ayo!" ajak Terry.

"Huh teknik anak kecil itu. Kalau Terry saja bisa apalagi aku," balas Filix.

Mereka berdua berjalan menuju lift gedung teknik 1 yang berada dekat kantin. Disana Yosep dan Andre  menunggu mereka.

"Mana Hermes sama Jimmy?"

"Toilet, biasa. Paling ketakutan itu mereka," ledek Andre.

"Lix kamu duluan atau aku nih?"

"Kau dululah, yang ajak."

"Ok."

"Bentar, biar aku dulu. Ngapain sih ini sebenarnya?"

"Mudah saja, kamu tinggal berhenti di lantai 6,7, 8 dan 9. Setiap lantai tinggal kamu teriak sesuatu sambil merekam pakai hpmu, buat memastikan," jelas Yosep sambil memperlihatkan video saat dirinya melakukannya.

Suasana video itu gelap, sesekali terlihat wajah Yosep dan suara teriakan sapaan saat berhenti di lantai 6,7,8 dan 9.

"Dan kembali deh. Udah itu saja. Mudahkan," jelas Yosep lagi.

"Gampanglah, sebentar aku aktifkan dulu. Ah baterai Hpku hampir habis. Bagaimana nih?"

Terry tahu kalau Filix itu juga pelit, jadi dia sudah siap dengan Hp cadangan.

"Ini pakai ini saja, hp lamaku tapi masih bisa kok buat merekam video," kata Terry menyerahkan ponsel lama miliknya.

Ting!

Lift terbuka, mereka mempersilakan Filix masuk.

"Kalau ga berani boleh kok batal," ledek Andre.

Filix langsung menjadi panas dan masuk memencet tombol 6,7,8 dan 9.

Gedung teknik 1 ini masih menggunakan lift model lama, perawatan rutin jadi masih ok dipakai walaupun tenaga naiknya tidak secepat lift sekarang. Justru kelambatan ini membuat suasana menjadi lebih tegang. Di dalam lift bersiul-siul kecil memberanikan dirinya. Dia sebenarnya yakin bakal tidak ada yang namanya hantu, tapi suasana sepi tanpa ada suara seperti ini membuatnya berpikir ulang.

Ting!

Lift berhenti di lantai 6, suasana cukup redup. Filix melonggokan kepalanya sebentar sambil merekam kemudian, berteriak kecil

"Halo, siapa disana!"

Untung saja tidak ada jawaban. Lift kembali naik.

Ting!

Lantai 7, suasana tidak jauh berbeda. Kembali Filix melonggokan kepalanya keluar dan berteriak sama. Dan untung tidak ada jawaban lagi. Perasaannya mulai tenang.

Ting!

Lantai 8, Filix kini sudah sangat santai, dia berteriak lebih berani,

"Halo, apakah ada hantu?"

Hening...

"Tentu saja tidak ada," gumam Filix lagi merekam dirinya.

Namun sesaat lift hampir tertutup sempurna,

Brak!

Suara barang terjatuh, cukup keras serasa berada di dekatnya. Jantung Filix berdetak jauh lebih kencang, napasnya jadi memburu, namun belum sempat dia mengatur napasnya.

Ting!

Lantai 9, suasana lebih gelap. Filix menelan ludahnya berkali-kali dalam waktu singkat, dengan suara lebih kecil dia berkata 'halo'.

Dalam hatinya berpikir tadi itu hanya kebetulan saja, mungkin angin, atau kucing atau mungkin tikus ya pasti itu tikus. Pikiran Filix terus mencari alasan logis.

Tidak ada respon di lantai 9. Filix menunggu pintu lift menutup. Matanya secara tidak sadar terus menatap meja dihadapannya. Sekelabat kemudian terlihat sosok manusia duduk disana.

Mata Filix terbelalak membesar, ia mengedip sekali dan kembali memastikan, menahan pintu lift yang baru saja akan menutup.

Tidak ada sosok yang duduk disana, kamera hp diarahkan kesana juga tidak menangkap gambar seperti manusia.

"Paling hanya pikiran ya itu hanya pikiran saja. Cukup logis kadang manusia bisa menciptakan bayangan yang seharusnya tidak ada. Itu logis itu science," gumamnya dalam hati.

Ia tidak menunggu waktu lebih lama lagi segera ia menekan berulang-ulang angka 1.

"Bukan takut, tapi sudah ngantuk, mau pulang, " katanya pada diri sendiri.

Pintu lift menutup, turun dengan perlahan. Angka penunjuk berubah dari 9 menuju 8 dan

Ting!

Pintu terbuka di lantai 8. Filix menelan ludah ia segera memencet tombol tutup pintu lift berkali-kali agar segera turun. Setelah beberapa waktu Filix menahan napas, akhirnya pintu tertutup tanpa ada kejadian. Mungkin sedikit eror, atau tadi tidak sadar terpencet. Begitulah dia meyakinkan diri.

Ting!

Lantai 7, pintu lift kembali terbuka. Kali ini dia yakin tidak terpencet. Kenapa pintu masih terbuka? Ah ini pasti karena barang tua. Suka eror, itu hal wajar, sangat logis.

Tapi tangan Filix tetap memencet tombol tutup secepat dia yang dia bisa lakukan. Saat pintu hendak menutup, sebuah tangan menahan

"Tunggu..." suara itu terasa berat.

Gigi Filix mulai gemeletukan saat melihat sosok tinggi yang dia hadapi, dan sosok itu tidak ada kepalanya.

Mulutnya ingin tetiak tapi terus bergetar dengn hebat tidak bisa dia kontrol. Tangan lain muncul di sisi sebelah dan sosok tinggi lain juga lagi-lagi tanpa kepala berdiri di hadapan Filix. Dan sedetik kemudian muncul 3 sosok lain lebih pendek, tentunya tanpa kepala juga.

Kesadaran Filix mulai hilang, ia tidak bisa mencerna dengan baik. Padahal kalau saja Filix tidak ketakutan dia pasti bisa melihat kalau itu hanya kepala tertutup baju di tambah dengan sedikit pad bahu sehingga terlihat tidak ada kepala.

Ya itu adalah Hermes, Terry, Jimmy, Yosep dan Andre memainkan peran hantu. Suara mereka tertawa terdengar keras. Satu persatu membuka penyamaran mereka.

"Ka.. Kalian.." Suara Filix terdengar lemas juga lega.

Tawa yang lain meledak. Semua adalah rencana Terry. Mereka naik dari lift yang dekat parkiran. Saat malam lift yang aktif setiap bagian hanya 1. Jadi untuk menyusul Filix dan tidak capek mereka menggunakan lift yang hanya sampai lantai 5, kemudian dengan tangga naik ke lantai 7 menyiapkan semuanya. Ya untuk mendapat waktu yang diperlukan mereka menggunakan cara kalau Filix harus berhenti di setiap lantai, itu memberi merka waktu cukup banyak.

"Tapi yang lantai 8?"

"Oh itu, Jay, sebentar lagi dia juga turun. Dia yang sengaja memencet tombol lift agar saat kamu turun lift terbuka disana," jelas Terry.

"Oh sialan kalian, kalau aku jantungan gimana?"

"Tapi gak kan? Ha ha ha," balas Andre penuh kemenangan dia begitu puas bisa mengerjai Filix.

"Bagaiaman kawan? Sukses?" Suara Jay datang dari arah tangga.

Semua memberi acungan jempol.

"Videonya masih nyala Lix? Sini biar kulihat," kata Terry merampas ponselnya sebelum dihapus Filix. Semua sesuai rencana termasuk saat Filix dipastikan ogah menggunakan ponsel sendiri. Terry tahu benar pelitnya Filix.

"Hapus hapus," seru Filix.

"Ha ha ha tenanglah, Lix. Aku ga sejahat itu kok, abis kita liat dulu pasti kuhapus. Mungkin," balas Terry santai.

Filix menjadi marah tapi Terry meyakinkan kalau dia pasti menghapusnya, tidak menyebarkan video ketakutan Filix. Tidak ada yang bisa Filix lakukan, ia hanya bisa percaya. Dia berusaha mencari alasan kalau sampai video itu tersebar. Bisa menggunakan uu ite atau hal lain.

Itu yang dia katakan, sebuah ancaman sebelum ja memutuskan untik turun dan pulang.

Namun saat pintu lift terbuka dia baru ingat satu hal lain.

"Jadi sosok manusia di lantai 9 itu ulah kalian juga? Siapa yang disana?"

Semua saling memandang, tidak ada orang lain hanya mereka.

"Lix kamu hanya bercanda kan? Ga ada yang menunggu di lantai 9," kata Terry.

Filix tidak menjawab ia segera menutup lift dan turun. Mungkin itu hantu benaran. Satu hal yang ia pikirkan sekarang adalah pulang dan tidur, melupakan semuanya.

Kini Terry dan yang lain saling memandang,

"Jangan-jangan itu yang asli," kata Hermes membuka suara.

"Ini berarti cerita pamanku beneran ini," kata Jay.

"Tapi mungkin saja itu hanya akal-akalannya Filix," kata Andre menolak percaya.

"Mungkin, tapi kurasa dia tidak secepat itu berpikir soal beginian, maksudku buat mengerjai kita," kata Terry.

'Tampangnya sih terlihat serius," kata Jimmy.

"Mungkin kita pastikan dulu di video ini," kata Yosep menengahi.

Mereka kemudian bersama-sama melihat video ketakutan Filix. Dan saat di lantai 9 terlihat jelas kamera bias tergoncang sejenak, kemudian di arahkan ke meja dengan sedikit gemetaran. Tidak ada gambar mencurigakan yang tertangkap kamera.

"Ya hantu kan tidak mungkin terekam kamera," kata Jay.

"Jadi beneran atau tidak?"tanya Andre ingin kepastian.

" Mungkin saja ada mahasiswa yang sedang di ruang desain. Tidak sengaja Filix melihatnya tapi karena ketakutan mungkin dia jadj kacau pikirannya," kata Terry mulai menganalisa.

"Siapa yang malam-malam begini berani sendirian?" tanya Jimmy ragu.

"Belum tentu kan sendirian, kita kan tidak melihatnya," tambah Terry.

"Sepertinya kita harus pastikan sendiri, ayo Terry, Yosep, Andre, Hermes dan kamu... Ah ya Jimmy. Kapan lagi kita bisa melihat hantu kalau beneran itu hantu," ajak Jay.

"Aku ogah ikut," tolak Andre.

"Justru kalau rame-rame mungkin dia tidak memunculkan diri," kata Yosep, "kamu kalau tinggal sendirian disini, mungkin malah dihampiri,' tambahnya.

Tulilut, ponsel Jay bunyi.

"Sebentar ya kawan," kata Jay mengangkat ponsel.

Ia menjauh sebentar dan kemudian kembali,

"Aduh, sori kawan, aku maunya ikut menyelidiki tapi ada keperluan penting di post satpam. Itu Filix aduin kita. Aku harus segera kembali. Tenang aku jamin tidak ada masalah, ok. Oh ya ah sayangnya padahal aku ingin menyelidikinya."

Jay kemudian memencet lift dan Andre ikut dengannya. Tidak hanya Andre Jimmy juga ikut.

"Udah turun saja, percuma juga kita lama-lama. Anggap saja itu khayalan Filix," kata Jimmy.

Tapi Terry agak penasaran, Yosep dan Hermes juga.

"Takut sih, tapi kepikiran. Kalau ada barengan aku mau mengecek," kata Terry mantap.

Yosep juga ingin memastikan ia juga ingin memastikan dan Hermes ikut setuju.

Jadilah Jay, Andre dan Jimmy turun. Sedang ketiga yang lain menunggu lift kembali naik.

"Lebih baik menggunakan lift, jadi kalau ada apa-apa kita tinggal tutup lift dan turun," kata Terry beralasan.

"Biasanya keadaan darurat disarankan tidak menggunakan lift, Ter," kata Hermes.

"Ya ini bukan darurat biasanys, ini kan hantu, kalau beneran hantu," balas Terry.

"Ya pakai lift saja, capek aku tadi sudah naik tangga buru-buru," tambah Yosep.

Ketiganya setuju menunggu lift. Takut tapi penasaran.

Ting!

Lantai 9.

Terry, Yosep dan Hermes langsung memasang mata melihat sekelilingnya. Suasana sama seperti lantai 7. Tidak ada yang mencurigakan. Mereka saling pandang menunggu sesuatu.

"Tidak ada apa-apa," kata Terry.

Baru saja selesai mengucapkan itu, suara melengking terdengar, suara tinggi seperti suara perempuan.

Hermes paling cepat langsung menuju lift, namun saat tangannya hendak menekan tombol, ia dihentiman tangan lain.

"Huah!"

Sosok tidak dikenal muncul dari samping mereka menahan Hermes.

Terry dan Yosep sendiri juga berteriak dan gemetar.

Sosok yang mereka lihat adalah seorang wanita, dengan rambut sebahu, tangannya seperti memegang sebuah benda tajam.

"Pi.. Pi... Pisau! " seru Terry berteriak.

"Tangga-tangga!" Yosep ingat masih ada tangga. Tapi sial bagi mereka tangga terletak dekat dengan lift dan sosok wanita itu menutup langkah mereka.

"Kenapa kamu membunuhku..., " sahut suara itu lirih.

"Bukan, bukan kami, kami ini mahasiswa baik, beneran bukan aku paling tidak bukan aku," seru Terry beralasan. Ia mengharapkan paling tidak dirinya di dibiarkan.

Sosok wanita itu melihat Yosep,

"Jadi kamu? "

"Bukan, bukan!"

"Atau kamu? "

"Bu.... Bu... Bukan," Jawab Hermes tergagap.

"Hi.. Hi.. Hi... " Sosok itu tertawa.

Terry, Yosep dan Hermes sama sekali tidak bisa bergerak, tubuh mereka gemetaran.

"Hahaha... Sudah sudah aku sakit perut melihat kalian," Suara itu terdengar lebih tenang dan ceria.

Apa mereka sedang dikerjain orang lain?

Wanita itu berjalan menuju stop kontak lampu, menyalakan lebih banyak lampu.

"Ha ha ha kalau kalian melihat wjaah ketakutan kalian itu, hahaha," kata sosok itu, seorang wanita, rambut sebahu. Matanya bulat berwarna hitam besar, ia terlihat manis dengsn baju setelan dan rok panjang.

"Ayo duduk disini," ajaknya.

Terry dan yang lain saling memandang,

"Ini bukan pisau, cuma karton sama kertas metalik. Ha ha ha , kalian ini panik sampai tidak bisa membedakan, ayo duduk sini," ajak perempuan misterius itu lagi.

Akhirnya Terry dan yang lain menurut.

Mereka bis melihat wajahnya lebih jelas , Terry melihat tahi lalat dibawah mata kanan, persis apa yang digambarkan oleh Jay.

"Ta... Tahi lalat! " tunjuk Terry gemetaran lagi. Ketiganya ikut gemetaran.

"Tidak sopan kamu, nunjuk-nunjuk begitu. Masa kalian takut sama tahi lalat, ini kan beauty mark kok malah takut sih kalian. Sadar donk mana ada hantu nyalain lampu," kata perempuan itu lagi.

Terry berpikir rasional, ya mungmin saja ada perempuan juga punya tanda yang sama, posisinya juga sama mungkin beda karena Terry hanya tahu di bawah mata, tidak jelas mata kanan atau mata kiri, dan posisi persisnya juga tidak tahu. Dunia ini kan sangat luas. Tapi ia perlu bukti lain untuk meyakinkan dirinya, ia kemudian menyipitkan matanya memperhatikan bagian kaki, ya kakinya menempel di lantai.

"Baiklah, kurasa aku tahu kenapa kalian berpikir aku ini hantu. Pasti karena cerita pembunuhan itu kan?"

Terry saling memandang sama Yosep dan Hermes, merema sama sekali tidak tahu ada kasus pembunuhan. Mereka hanya tahu ada hantu wanita di lantai 9 membawa pisau dan ada banjir darah. Tapi asal usulnya darimana tidak pernah mereka pikirkan.

Terry menepuk tangannya,

"Ah benar juga, Jay tidak menceritakan asal mulanya. Berbeda dengan cerita hantu tanpa kepala... Kenapa ya... Mungkin hanya lupa," katanya pelan.

"Ha ha ha, kalian ini hanya berbekal itu mencoba mencari tahu? Apa kalian tidak tahu kalau hantu korban pembunuhan itu punya dendam lebih besar dan lebih kuat dari hantu yang mati karena kecelakaan kerja?" cerita wanita misterius ini dengan perlahan, tatapanya mendadak seperti mengeluarkan biang es menusuk mata Terry dan yang lain. Tanpa sadar mereka bertiga melangkah mundur.

Wanita itu kembali tertawa lepas,

"Kalian sungguh menarik, masih takut sama aku? Masih tidak percaya? Hmm ya wajar sih, ada seorang wanita cantik sendirian di malam hari di tempat gelap tertawa seperti ini, ya sangat mencurigskan. Ya ya, akupun kalau harus menghadapi situasi seperti ini mungkin segera kabur. Bener ga?"

Terry memandang Yosep dan Hermes, berusaha mengirim telepati sebaiknya mereka juga melakukan hal itu. Bisa saja wanita ini hantu yang sedang bermain-main. Tapi sia-sia Hermes dan Yosep sama sekali tidak mengerti. Lebih tepatnya masing-masing melakukan hal yang sama sehingga jadinya telepati mereka berbenturan ga ada yang nyambung.

"Cerita pembunuhan itu tidak benar kok. Itu hanya karangan untuk melindungi korban saat itu saja," kata Wanita misterius itu lagi dengan tenang.

"Bagaimana kamu bisa tahu?" tanya Terry.

"Sudah kalian jangan berdiri begitu donk. Capek ini leher diangkat-angkat apalagi kamu itu, tinggi banget sih. Sudah duduk dulu. Akan kuceritakan, ya anggap saja oleh-oleh dari senior kalian," tawar wanita itu.

Terry duduk, disusul Yosep dan Hermes.

"Jadi?" tanya mereka berbarengan.

"Kasus ini sudah lebih dari 20 tahun lalu, bagaimana aku tahu? Ya karena korbannya saat itu adalah ibuku yang namanya Christie oh ya itu juga namaku," kata wanita itu memulai, ia memperkenalkan diri sebagai Christie.

Terry dan yang lain juga memperkenalkan diri secara singkat.

"Tapi kok namamu sama dengan nama ibumu?"

"Sabar, baru juga mau cerita. Begini kasus itu terjadi... Hmm singkatnya ada cekcok antara ibuku dengan mantannya. Biasa cekcok dengan psikopat jadilah begiti, mantannya tidak terima menusuk ibuku di perut, wuih saat itu malam hujan petir sangat seru deh pas ibuku cerita," cerita Christie lagi.

"Jadi... "

"Ya saat itu hampir saja ibuku meninggal, tapi untunglah ada patroli satpam menyelamatkan ibuku. Terus singkat cerita demi melindungi ibuku dari kejaran psikopat yang mungkin kembali. Mereka yang terlibat memutuskan untuk mengarang cerita kalau ibuku tewas saat ditusuk. Ya kalian mengerti kan, walaupun psikopat itu menusuk ibuku, kan itu dalam hukum bisa berlindung di aturan sakit jiwa. Dia tidak bakal dihukum berat kalau menggunakan pengacara pandai, bahkan mungkin bisa lolos dari hukuman," cerita Christie.

"Ya itu betul, apalagi saat itu masih muda ya masih kuliah, ya ya aku mengerti," kata Terry menanggapi. Dia sering nonton serial detektif jadi merasa mengerti.

"Beneran mengerti kamu? Atau hanya sedsng berusaha mencari perhatian Christie?" tanya Hermes.

Christie tertawa kecil, dia cukup menikmati perhatian seperti ini.

"Jadi selanjutnya bagaimana?" tanya Yosep penasaran, ini seperti kisah drama saja tapi kenyataan.

"Ya karangan itu cukup sukses dan secara legal ibuku di matikan, dan kemudian pindah ke lain pulau," kata Christie lagi.

"Jadi ibumu ganti identitas begitu ya? Seperti dalam kisah perlindungan saksi gitu?" tanya Terry.

Christie mengangguk.

"Ya ibuku ganti identitas dan hidup baru dengan identitas barunya, eit siapa dia itu rahasia. Mungkin kalian ini saudara jauh dari mantan ibuku, hayo ngaku? " canda Christie.

"Kok yakin saudara jauh, mungkin saja aku ini adalah anaknya yang ingin balas dendam," kata Terry menanggapi.

"Ha ha ha, itu tidak mungkin, karena tahun berikutnya mantan ibu itu diberitakan mati bunuh diri. Berita itu cukup ramai saat itu. Bisa dibilang dia depresi, merasa bersalah, ya aku tidak tahu. Makanya kami bisa kembali ke kota ini dengan tenang. Tapi yang pasti dia tidak mungkin kan ikut perlindungan saksi dimatikan secara legal seperti ibuku, jadi kalian pasti bukan keturunannya, tapi kalau saudara jauh itu mungkin," kata Christie tersenyum manis sambil memanggul dagunya dengan kedua lengan menatap Terry dan yang lain.

"Tentu saja bukan," kata Yosep langsung membantah.

Terry dan Hermes ikutan membantah.

"Terus bagaimana kisah ibumu selanjutnya?" tanya Yosep.

Christie sedikit cemberut,

"Idih kalian kok malah tertarik sama ibuku sih, jangan-jangan..."

"Ga ga, kami cuma penasaran," elak Yosep.

"Eh jangan bawa-bawa aku Sep," tolak Hermes.

"Apalagi aku, tapi aku bisa menebak kelanjutannya," kata Terry yakin.

"Oh ya? Coba ceritakan," kata Christie.

"Berhubung kamu kembali kuliah di tempat lama ibumu, jadi pastinya ibumu sudah move on, jadi sudah ketemu pasangan baru menikah dan lahirlah kamu yang ceria ini. Berhubung kamu sangat ceria artinya masa kecilmu pasti bahagia, jadi pastinya itu tanda lain kalau ibumu juga hidupnya sudah bahagia melupakan kekelaman masa lalu," kata Terry menganalisa.

Christie bertepuk tangan, bibirnya tersenyum, dan Tery bisa melihat ada air mata menetes namun segera dihapus.

"Tepat sekali, ya ibuku sudah bahagia sekarang, selanjutnya giliranku, ya nama ini ibu wariskan padaku dia mungkin berharap Christie juga menemukan bahagia bukan hanya dirinya yang baru,"  kata Christie lagi.

"Jadi kenapa masih disini malam-malam? " tanya Yosep.

"Ya tugas akhir, dan saat ini aku lagi istirahat saja saat kalian ini bermain disini, menakut-nakuti teman kalian tadi. Teman-temanku sedang turun cari makan sih jadi aku sebenarnya tidak sendirian," kata Christie menjelaskan

Semua ber O ria. Semua hening.

"Oklah kita permisi dulu, ce Christie. Tidak mengganggu lagi. Kami juga masih ada tugas," kaya Terry pamit.

"Ya udahan? Baiklah hati-hati. Oh ya cerita tadi boleh kok kalian ceritakan, bukan rahasia juga sekarang," kata Christie mengantar Terry dan yang lain menuju lift.

Bertiga Terry melambaikan tangan yang dibalas oleh Christie sampai pintu lift menutup.

***

Keesokan harinya, Terry pagi-pagi sudah ke kampus. Dia sudah menjelaskan apa yang terjadi lewat ponsel tapi pagi ini dia dapat telpon dari Jay yang memintanya mampir ke pos satpam dulu. Pamannya ingin ketemu katanya.

Terry menduga-duga, mungkin pamannya Jay adalah satpam yang menolong Christie saat itu. Dan ingin meminta Terry tidak menyebar luaskan cerita karangan soal ibunya Christie.

"Christie mahasiswa yang ditusuk itu beneran meninggal, dan ia meninggal dalam dekapanku saat berusaha menolongnya," kata paman Jay, pak Jamal.

"Eh apa yang bapak katakan, itu anaknya kamu ketemu kemarin," kata Terry tidak percaya.

"Singkatnya dia itu hantu, Ter," kata Jay.

Seperti petir di siang bolong dalam kasus ini di pagi hari menyambar. Bulu kuduk Terry menegang.

"Ga mungkin ah, mana mungkin ada hantu ceria seperti itu, kakinya juga nempel kok, ya mungkin paman masih terikat berita bohongan itu ya. Tenanglah kami tidak akan cerita ke siapa-siapa kok. Seperti iti kan ya kan?"

Pak Jamal menggeleng. Ia sama sekali tidak bercanda. Kemudian ia mengeluarkan kliping koran dan foto lama yang masih dia simpan.

Foto itu adalah foto Christie tersenyum , wajah yang sama persis dengan Christie yang dia lihat semalaman. Dan kliping koran yang menjelaskan kasus penusukan itu. Judulnya sangat jelas 'seorang mahasiswi meninggal ditusuk sebanyak 3 kali oleh mantannya'

Juga terlihat foto kejadian perkara yang disensor.

"Christie anak yang ceria, mantannya adalah pendiam yang dia tolong dengan keceriaannya namun saat sadar dengan sifat posesif mantannya dia memutuskan untuk pisah. Mama Christie bercerita padaku saat menyampaikan pesan terakhirnya. Semua tidak ada yang menyangka pria pendiam itu begitu nekat setelah diputus, " cerita Om Jamal sedih.

"Jadi dia beneran sudah mati? Gadis manis ceria begitu?" tanya Terry tidak percaya.

Jay menepuk punggung Terry, menenangkan.

"Kasus hantu Christie muncul bukan kali ini saja, urban legend itu benar adanya dan kasus sebelumnya jauh lebih mencekam tapi untunglah tidak pernah sampai ada korban jiwa hanya ketakutan saja, jadi pihak kampus masih sanggup menutupnya sebagai gosip urban legend semata. Ya paling parah mereka pindah kampus tidak berani kuliah lagi dan itu terakhir terjadi hampir 5 tahun lalu. Setelah itu hantu Christie tidak pernah muncul lagi. Aku kira penyucian telah berhasil sampai nak Jay cerita ke aku," tambah Om Jamal.

"Ya kurasa itu berhasil, Om. Dia sudah tidak menjadi menjadi hantu pendendam, sekarang jadi hantu ceria, happy ghost. Mungkin saja dia sekarang sudah melepas keterikatannya di dunia. Membuat cerita baru yang mungkin itulah harapannya, kalau sebenarnya dirinya tidak mati, tapi sudah hidup berbahagia dengan nama lain, berkeluarga dan punya anak ceria juga seperti dirinya," kata Terry.

Om jamal mengangguk.

"Aku yakin kamu benar, aku hampir lupa kata-kata terakhirnya padaku. Kini aku ingat lagi dia berkata 'tidak ingin mendendam'".

"Ya aku yakin saat ini dia sudah lepas dari dendamnya," Kata Terry yakin

***