Chereads / Petaka Pernikahan Sekandung / Chapter 3 - Anakku Terlahir tak Sempurna

Chapter 3 - Anakku Terlahir tak Sempurna

#Part1

"Aaaa...!"

Tepat diakhir lenguhan panjangku, menggema suara tangisan bayi yang sangat nyaring. Ya, bayiku terlahir kedunia dengan selamat.

"Alhamdulillah, ya Allah."

Aku memanjatkan rasa syukur pada Tuhan. Namun, aku melihat raut wajah orang disekitarku agak aneh. Termasuk Mas Anton, suamiku. Entah apa sebabnya.

"Ada apa, Mas?"

Mas Anton yang kutanya hanya diam, sambil menggeleng. Raut gembira yang tadi terpancar diwajahnya, seolah sirna seiring terlahirnya buah hati kami.

"Selamat ya, Bu Yasmin. Anak ibu berjenis kelamin perempuan, dan sehat."

Ucap Bidan yang membantu persalinanku.

"Fisiknya lengkap kan, Bu?"

Tanyaku tak sabar, saat dia tak menyebutkan kondisi fisik anakku. Perasaanku makin tak enak, saat dia terdiam mendengar pertanyaanku.

"Bu?"

Panggilku, sekali lagi.

"Mmm..

Nanti setelah dibersihkan, bayinya saya bawa kesini ya, Bu."

Dia tetap tak menjawabku. Ada apa gerangan?

🍂 🍂 🍂 🍂

Bu Bidan masuk dengan menggendong bayiku, yang sudah dibedong rapi. Ah, lagi-lagi raut wajahnya cenderung murung.

Dan, akhirnya aku tau kenapa mereka berekspresi seperti itu. Aku terhenyak, memandang anakku dengan kondisi kepala membesar, yang tak seimbang dengan tubuhnya yang mungil. Refleks, tanganku menutup mulutku. Air mataku mengalir tanpa bisa kutahan. Bahagiaku seketika berganti, dengan kesedihan yang mendalam.

"Ke... kenapa dengan kepala anakku, Bu Bidan?"

Aku menoleh ke arah Bidan, disebelahku.

"Maaf harus mengatakan ini, Bu Yasmin. Anak ibu terlahir dengan cacat bawaan dikepalanya, Bu."

Ucapannya terasa bagai palu besar, yang menghantam kepalaku. Mas Anton yang juga terlihat gamang, berusaha tegar, dari tempatnya berdiri.

"Meski begitu, anak ini tetap rezeki yang dikirim oleh Tuhan, Bu!

Masih banyak orang-orang diluar sana, yang tak seberuntung ibu."

Bu Bidan memberi support, dan sepertinya dia menyadari kalau dari tadi aku belum menyentuh bayiku sama sekali. Aku masih syok, dengan kejadian yang tak kusangka ini.

"Astaghfirullah!"

Aku menyadari kekhilafanku. Kuraih anak itu dan kupenuhi wajahnya yang terlihat agak gepeng, dengan kecupan hangat dan air mataku.

"Bukan maumu terlahir seperti ini, Nak. Mama janji, Mama akan menyayangi dan menjagamu, seumur hidup Mama."

Bisikku, ditelinganya. Seperti mengerti ucapanku, dia menggeliatkan kepalanya, seolah ungkapan bahagia. Kutatap Mas Anton yang masih membisu. Seketika dia mendekatiku dan memeluk kami berdua. Kami larut dalam keharuan, yang hanya kami sendiri yang bisa mengartikannya.

🍂 🍂 🍂 🍂

Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Namun, aku terkejut saat Mas Anton mengemasi barang kami dan mengajakku pulang. Meski Bu Bidan memperbolehkan, tapi aku tetap merasa janggal. Mengapa mesti selarut ini?

"Kenapa mesti selarut ini, Mas?"

Bukan apa, nanti anak kita masuk angin. Besok ajalah, Mas!"

Tanyaku, sembari memberi saran.

"Besok Mas sibuk, Yas. Takutnya nggak sempat menjemput kamu."

Jawabnya.

"Kalo gitu, kenapa nggak dari tadi aja?"

Tanyaku, merasa aneh. Karena dari tadi juga, kami nggak ngapa-ngapain. Kalau memang berniat mau pulang, kenapa baru sekarang?

"Ah, kamu kok bawel, sih?

Yang beres-beres juga kan, aku!

Kamu cuma duduk didalam mobil aja, repot banget!"

Ucapan Mas Anton sedikit meninggi, yang menandakan dia sedang emosi.

"Ya, terserah kamu deh, Mas!"

Aku hanya bisa pasrah.

Bu Bidan juga tak bisa berbuat banyak, saat Mas Anton permisi untuk pulang. Namun, dari raut wajahnya menyiratkan tanya, sama sepertiku.

🍂 🍂 🍂 🍂

Sampai dirumah, jam telah menunjukkan pukul 23.07 WIB. Suasana sudah sangat lengang. Para penghuni komplek sepertinya sudah tertidur lelap. Sempat terbersit tanya dipikiranku, apakah suasana begini yang diinginkan Mas Anton, agar tak banyak tetangga yang menyambut kepulangan kami?

Astaghfirullahal'adzim!

Kutepis jauh-jauh pikiran itu. Bukankah tadi Mas Anton bilang, kalau besok dia sibuk?

Tak mungkinlah pikirannya sampai kesitu.

"Lho, kok pulangnya larut malam sih, Non Yasmin?"

Mbok Darni, Asisten Rumah Tanggaku terkejut, saat membukakan pintu.

Iya, Mbok. Besok Mas Anton banyak kerjaan."

Jawabku, singkat.

"Syukur Alhamdulillah deh. Non Yasmin dan bayinya sehat-sehat."

Ucap Mbok Darni, sembari mengulurkan tangannya, ingin menggendong bayiku. Refleks, aku mengelak.

"Ehm.. Dia sedang terlelap pulas. Besok aja ya, Mbok."

Ucapku kemudian, saat menyadari ada ekspresi kecewa dari wajah wanita paruh baya, yang sudah menemaniku sejak masih dirumah Mama. Dan memilih ikut aku, saat aku menikah dengan Mas Anton. Dia hanya mengangguk, sembari memberesi barang bawaan kami dari klinik.

"Besok, aku mau cerita sama Mbok."

Bisikku pada wanita yang selalu kujadikan teman curhat setelah Mama. Dia hanya mengangguk, sembari menatapku penuh tanya. Kuarahkan pandanganku pada Mas Anton, yang sudah duluan menaiki anak tangga. Dia sepertinya masih susah menerima kenyataan, hingga lupa menuntunku, yang baru saja melahirkan anaknya. Mbok Darni menawarkan bantuan dengan memegangi tanganku.

"Nggak usah, Mbok!

Aku bisa, kok."

Ucapku, sambil menepis halus, tangannya. Terpaksa diurungkannya niatnya, sembari memandangiku yang tertatih menaiki anak tangga.

Benar dugaanku. Saat tiba dikamar, Mas Anton telah merebahkan tubuhnya dikasur. Dia betul-betul menunjukkan ketidaksukaannya, pada bayi kami yang cacat.

"Tolong bukain gendongannya dong, Mas!

Aku baru saja melahirkan anak kamu, lho ini!"

Aku merasa kesal juga, dengan kelakuannya. Toh, punya anak seperti ini juga bukan mauku. Masa dia meluapkan kekesalannya, padaku juga?

Benar-benar nggak fair.

"Anak berwajah syetan!"

Ucapnya, sambil menangkupkan selimut ke wajahnya.

Astaghfirulah!

🍂 BERSAMBUNG 🍂