Chereads / Saple / Chapter 2 - Terbayang

Chapter 2 - Terbayang

Baik Bella maupun Yasna sejak pertemuan mereka yang tidak tepat membuat mereka terbayang dengan kejadian itu. Entahlah terasa seperti telepati.

Wajah yang tidak jauh berbeda. Kelakuan yang hampir sama seakan hanya beda-beda tipis. Bila dijajarkan akan sangat terlihat mirip. Siapa sangka mereka anak kembar.

Di rumah Bella setelah berbincang dengan Bi Ratih Ia pergi ke kamarnya. Kamar yang sangat bersih dengan desain yang sangat elegan.

Bella pun langsung membanting tubuhnya di tempat tidur yang cukup besar. Ia melihat langit-langit kamarnya.

"Ah..." Teriaknya merasa bayangan gadis yang bermasalah dengannya tadi selalu membayanginya.

Di tempat lain Yasna yang sedang menemui merasa terkejut. Pasalnya Ia mendapatkan kabar bahwa beliau sedang sakit.

Anak yang selama ini sangat mandiri. Ia sekolah sambil bekerja tidak ingin menambah beban sang Bunda.

Mulai dari Yasna sekolah taman kanak-kanak hingga sekarang ini ketika melihat anak yang setiap kali diantar dan dijemput oleh kedua orang tuanya Ia merasa iri. Ya iri lah yang ia rasakan. Iri karena mereka memperoleh keluarga yang lengkap.

Ting tong Ting tong

Suara bel rumah berbunyi. Seorang Laki-laki yang sudah lanjut usia itu membukakan pintu perlahan.

"Kakek." Teriak Yasna sangat senang dan memeluk erat sang kakek saat melihat kakek baru mengintip dari balik pintu utama.

"Anak nakal, kenapa lama gak pulang ke rumah. Lupa apa dengan kampung halaman." Kata-kata kakek seperti kereta api yang terus saja melaju tanpa tanda baca.

"Maaf Kakekku tersayang." Balas Yasna dengan memegang daun telinganya dan raut wajah yang sungguh memelas meminta dikasihani dengan pemberian maaf sang Kakek.

Yasna dan Kakek melangkahkan kakinya ke dalam rumah yang sangat-sangat lah sederhana dan sangatlah bersih. Akan tetapi bagi mereka adalah rasa kekeluargaan yang tercipta di dalamnya.

Rumah yang selama ini Gadis cantik ini rindukan. Rumah yang sangatlah rapi karena setiap hari sang penghuni selalu membersihkan tiada asisten rumah tangga.

"Bunda?" Ia menyisir di setiap sudut ruangan mencari seseorang yang telah melahirkannya dan membenarkannya dengan penuh kasih sayang yang tiada tara.

Ditemukan sosok yang masih terlihat begitu cantik berada di taman belakang. Ia sedang menikmati indahnya bunga bermekaran yang tertipu angin kencang sambil menikmati jus jeruk dingin.

Cantiknya sang bunda bukan karena melakukan perawatan, akan tetapi kecantikan yang natural. Sejak muda ia tidak pernah pergi ke salon atau pun sejenisnya seperti wanita kebanyakan.

Hal itulah yang membuat ayah dari sang anak jatuh cinta. Kepolosan dari gadis kampung itu berhasil membuatnya terpesona.

Kecantikan sang bunda menurun pada anak gadisnya. Cantik wajah dengan hati yang begitu baik.

Yasna melangkahkan kakinya dengan begitu cepat menuju taman belakang. Kakek sudah tertinggal di belakang.

"Apa-apa an ini Bunda?" Tanya Yasna dengan nada tinggi alias marah.

"Tahu gak enak badan kenapa duduk-duduk di sini. Ini juga minum-minuman dingin." Lanjutnya dengan berkacak pinggang.

"Gak ada gunanya marah-marah sayang." Kata Bunda menasehati.

"Banyak marah ntar cepat tua banyak keriput. Hilang deh cantiknya." Lanjut sang Bunda.

"Habisnya Bunda katanya sakit, e... malah duduk-duduk di sini sambil minum dingin." Kata Yasna dengan manja.

"Jadi kamu doa in Bunda sakit gitu?" Tanya Bunda.

"Kalau Bunda gak sakit kamu gak pulang gitu?" Tanyanya Lanjut.

"Ish, apa'an sih Bun, anak mu ini akan pulang tanpa Bunda minta. Hati ku akan selalu merindu kan mu Bunda." Cerocos Yasna sangat manja.

"Trus kenapa kali ini kamu pulang harus nunggu kabar Bunda sakit?" Selidiknya sang Bunda.

"Mungkin bahkan lebih dari itu. Menunggu Bunda mu ini pergi ke alam akhirat?" Trus kamunya dapat warisan gitu?" Lanjutnya sang Bunda dengan nada sedih.

"Bunda!" Bentak Yasna yang akhirnya ia sendiri tumbang. Badan yang biasanya tegar dan kuat menahan segala cobaan hidup, kini tubuh itu merosot bersamaan dengan keluar air matanya.

Lutut yang selalu menopang tubuhnya hingga terlihat kuat kini menyentuh lantai. Badan sungguh lemas tak berdaya dengan kepala yang tertunduk dan air mata yang mengalir.

Sakit sungguh sakit dalam hatinya yang sebenarnya rapuh. Ia selalu saja menyimpan semua masalahnya sendiri.

"Maaf." Kata Yasna sambil bersumpah tak berdaya dengan tangan yang memegang kedua telinganya dan kepala tertunduk.

Sang Bunda menyadari semua perkataannya kali ini sungguh sangat menyayat hati tatkala melihat sang buah hati terisak. Ia pun turun dari kursinya ikut duduk berjongkok untuk mensejajarkan posisi mereka.

"Maaf kan Bunda sayang." Kata Sang Bunda dengan menangkupkan kedua tangan pada wajah cantik sang anak. Hingga wajah itu terlihat sangat menyedihkan.

"Bunda merasa sangat khawatir sudah cukup lama kamu tidak pulang ke rumah." Kata Bunda.

Keduanya kini saling berpelukan ala teletabies. Yasna yang masih saja terisak dalam pelukan itu sang Bunda berusaha menenangkan sang anak dengan menepuk-nepuk punggung gadisnya.

Dirasa Sang Anak sudah cukup tenang Bunda memegang kedua sisi lengan Yasna agar sang anak berdiri. Kini keduanya berjalan menuju ke dalam rumah.

Yasna dan Bunda menuju ruang tengah. Tempat dimana mereka bercengkrama setelah seharian melakukan aktivitas.

Kakek sejak tadi memantau keduanya. Ada rasa haru dalam hati sang kakek. Walaupun Kakaknya itu hanyalah seorang Kakek angkat. ( Maaf yang benar anak angkat atau kakek angkat ya?)

Sang Kakek memang dulunya adalah pemilik dari rumah yang sekarang di huni oleh seorang wanita dan seorang gadis remaja. Saat itu sang Kakek menjual rumah ini untuk keperluan pengobatan istrinya.

Pada akhirnya Nenek meninggal dunia saat pengobatan. Pengobatan itu pun dibantu oleh Bunda Azka.

Bunda yang tahu setelah rumah yang sekarang menjadi miliknya itu dijual padanya maka sang kakek tidak memiliki rumah. Tercetus lah ide dari pada tinggal sendiri ia menganggap bahwa kakek itu adalah orang tuanya.

Ide itu muncul daripada keduanya juga tinggal sendiri-sendiri. Untuk mengisi kekosongan tempat di rumah Bunda Azka. Lagi pula Bunda Azka sudah tidak memiliki orang tua lagi.

Kakek memberi kesempatan kepada keduanya untuk berkeluh kesah dan melepaskan kerinduan yang melanda. Ia pergi ke kebun memetik semua aneka buah-buahan yang sudah masak.

Di ruang tengah atau ruang keluarga seorang ibu dan anak gadisnya bercengkrama. Yasna merebahkan kepalanya di pangkuan Sang Ibunda. Diusapnya pucuk kepala Sang Anak dengan lembut penuh kasih sayang.

"Bun, apa.... ." Kata Yasna ingin bertanya tapi terputus karena ragu.

"Ada apa?" Tanya Bunda.

"Lupakan." Kata Yasna.

"Kamu itu selalu saja bikin Bunda penasaran." Kata Bunda penuh selidik.

"Bun, apa di dunia ini selalu ada kemiripan?" Tanya Yasna memandang Sang Bunda dalam.

"Maksudnya?" Tanya Bunda.

"Tadi aku dijalan bertabrakan dengan seseorang." Jelas Yasna.

"Apa?" Tanya Bunda memegang bahu sang anak mendudukkan dari pangkuannya hingga sedikit terguncang.

"Kamu tidak apa-apa kan? Apa ada luka?" Tanya sang Bunda.

"Bun, aku tidak apa-apa. Lihatlah anak mu ini masih mulus." Jelas Yasna sambil berdiri dan berputar untuk meyakinkan Sang Bunda.

"Cuma aku merasa selalu terbayang dengan wajahnya itu. Wajahnya sangat mirip dengan mu." Jelas Yasna sambil merebahkan tubuhnya kembali di pangkuan Sang Bunda

Mendengar penuturan putri sematawayangnya itu tampak Bunda berpikir. Pikirannya sudah melayang dengan kejadian bertahun tahun yang lalu.