setalah itu kami saling berbagi cerita bersama sambil menikmati makan siang bersama dan ayahku mulai bertanya. "kapan kamu ingin menikah" aku langsung menunjukan expresi serius pada ayah ku. "ayah, ibu, kita akan pindah ke kerajaan elf dan setelah itu menikah di sana. jika kita terus disini, itu akan membahayakan paman vincent. aku sudah berbicara dengan raja elf dan dia juga sudah menyiapkan rumah untuk kita. aku juga sudah memiliki tempat untuk membuka toko di kerajaan elf. ayah bisa mengurus bagian distribusi barang antara toko kita ke paman Vincent"
lalu ayahku berkata dengan bingung. "kenapa harus di kerajaan elf dan toko apa lagi yg kamu buka sampai bisa mendistribusi kan barang ke rumah helstea." aku langsung tersenyum, lalu mulai menjelaskan pada nya. "ayah, aku ahli dalam membuat artefak. jam yg ada di tangan kalian adalah buatan ku" ibu ku dan ayah ku langsung melebarkan matanya. "kenapa kamu merahasiakan nya dari kami." aku langsung menunjukan wajah serius ku. "Bu, bukan hanya hal ini saja yg sudah aku buat. dengan bantuan salah satu menantu mu bernama Emily, kami berhasil menciptakan alat komunikasi yg lebih baik dan lebih murah dari pada jam ini. tapi dengan keserakahan para bangsawan, menurut ibu apa yg akan mereka lakukan. dengan berbagai alasan mereka pasti ingin mengetahui cara pembuatannya."
tapi ibu ku berkata. "bukan kah itu bagus, kamu bisa mendapatkan jasa dari semua ini." lalu aku berkata dengan kesal. "apa gunanya jasa Bu. jika teknologi ini jatuh ke tangan mereka, mereka pasti akan memonopoli semuanya. para rakyat biasa tidak akan bisa menikmatinya. bahkan ada kemungkinan besar teknologi ini akan jatuh ke tangan musuh"
"ini lah salah satu alasanku pindah ke kerajaan elf. dengan perlindungan dari raja elf dan status kita yg merupakan warga kerajaan elf. tidak ada yg akan berani memaksa ku untuk membocorkan cara pembuatan artefak ini."
"Bu banyak cara untuk memberikan kontribusi pada benua ini. tapi jika ibu berpikir untuk menyumbangkan darah mu pada raja atau para bangsawan, itu sangat sia sia."
"Bu aku bertanya, untuk apa kita mengangkat senjata melawan penjajah. melindungi diri, melindungi orang yg kita cintai, melindungi benua ini atau melindungi para bangsawan yg serakah dan menganggap dirinya paling mulia"
lalu nada ku mulai melemah. "keluarga kita bukan keluarga pahlawan atau dewa. bangsawan dan kesatria juga bukan. keluarga raja juga bukan. kita hanya rakyat biasa yg ingin hidup dengan damai. tidak perlu hal hal sepeti jasa, pangkat atau pengakuan. cukup nikmati hidup kita dalam damai, sisanya serahkan pada mereka yg ingin melindungi kepentingan mereka. siapa pun rajanya nanti, bagi ku sama saja."
ibuku dan ayah ku langsung berkata dengan ragu ragu. "nak.." tapi aku segera menyela. "Bu, aku tidak seperti art yg menjunjung tinggi moral dan kebaikan, kuat dan padai bertarung. aku hanya anak nakal yg ingin hidup bahagia bersama keluarga dan orang yg dia cintai. bisakah ibu mengabulkan keinginan ku. mari kita hidup damai di kerajaan elf."
ibuku langsung berkata dengan tergesa gesa. "ya nak, mari kita tinggal di kerjaan elf, kamu tidak perlu sedih lagi. ibu akan mengabulkan keinginan mu" saat itu ayah ku juga berkata. "tapi kita juga harus mendengarkan pendapat art. mari kita tunggu sampai art pulang." aku mengangguk penuh semangat. "terima kasih Bu, ayah. akhirnya mimpi Harem ku akan segera terwujud. ooohhh indahnya hidup ini"
dengan alis berkedut ibu ku berkata. "kenapa ibu merasa bahwa ibu telah ditipu oleh mu" aku dengan panik melambaikan tangan ku. "Bu itu hanya perasaanmu saja. bagaimana mungkin aku menipumu Bu." tapi ibu ku memicingkan matanya. "apa kamu yakin bisa menghadapi tekanan dari memiliki banyak istri. bagaimana kamu bisa membagi waktu dengan mereka" tapi Jasmin langsung menjawab. "tenang saja Bu, Victor sangat pintar dalam hal. aku sendiri kewalahan menghadapinya." lalu ibuku menunjukan expresi bingung. "pintar dalam hal apa, kenapa kamu kewalahan menghadapinya. apa yg dia lakukan pada mu" tapi Jasmin langsung diam dan saat ibu ku menatap ku, aku segera memalingkan wajah ku. seketika suasana di ruang makan menjadi hening.
"Bu aku akan ke kamar untuk merapikan pakaian" aku berlari dengan cepat ke kamar ku untuk menghindari pertanyaan lebih lanjut. "Bu, aku akan membantu Victor." dan Jasmin juga mengikuti ku dari belakang. semua orang masih terdiam tanpa ada yg bereaksi, sampai ibu ku berkata. "apa kalian memikirkan hal yg sama dengan ku" dan semua orang langsung mengangguk. wajah ibuku langsung memerah dan tubuhnya sedikit bergetar sambil mencengkram gelas yg ada di depannya. "kenapa aku merasa kehilangan sesuatu yg penting" saat itu Angela langsung menjawab. "Alice, kamu sudah kehilangan anak mu dan yg mencurinya adalah Jasmin."
ibu ku kembali bersandar pada ayahku. "kenapa dia begitu cepat dewasa. aku bisa merasakan saat dia memelukku dengan manja. tapi sekarang dia pasti akan memeluk istrinya saja." ayahku membelai rambut ibuku. "ini adalah yg terbaik, jika tidak dia pasti akan merebut mu dari ku. ini lebih mengkhawatirkan." ibu ku kembali tersenyum sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya. "kamu benar, jantung ku berdebar kencang saat dia memelukku. tidak seperti saat dia masih kecil. jika terus seperti ini mungkin aku akan meninggalkan mu" ayahku langsung menunjukan expresi terkejut dan ibu ku langsung tertawa di ikuti dengan yg lainnya.