Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Love Sign (Ketika Cinta Tak Harus Bicara)

SakuraWhite05
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.9k
Views
Synopsis
Bagaimana jadinya jika kamu memiliki istri istimewa yang dianugerahkan tak dapat berbicara? Apakah kamu akan menerima atau menceraikannya? Pertanyaan itu akan dijawab oleh Azka Lesmana, seorang pemilik restoran terkenal yang dijodohkan dengan seorang wanita oleh keluarganya. Tanpa ia tahu, istrinya memiliki keistimewaan yang hanya akan dilihat oleh orang-orang tulus. Lalu, apakah Azka salah satu orang yang bisa melihat kelebihan dari kekurangan Isabelle?
VIEW MORE

Chapter 1 - Pernikahan Tragis

Menyatukan dua insan dengan karakter yang berbeda dalam suatu ikatan pernikahan memanglah tidak mudah. Pasalnya masing-masing memiliki perbedaan dari segala aspek. Bukan segi fisik, yaitu laki-laki maupun perempuan, melainkan dari segi cara memperlakukan hidupnya sendiri.

Jodoh yang ditemui dan akhirnya melenggang ke arah lebih serius atau pernikahan, tentunya perlu persiapan yang matang. Tahapan menuju mahligai rumah tangga adalah sebuah proses yang harus benar-benar diperhatikan. Pasalnya hanya terjadi sekali seumur hidup. Jika tidak dipikirkan dengan matang dan menimbang beragam aspek, pernikahan bisa saja kandas di tengah jalan.

Seperti halnya Azka dan Isabelle, keduanya menikah atas sebuah amanat dari seseorang yang dicintai. Mendiang ibu sang mempelai laki-laki lah yang menginginkannya menikahi gadis terbaik versinya. Azka yang memang menyayangi sang mama pun hanya bisa pasrah menerima. Lelaki berusia tiga puluh tahun itu menerima tanpa tahu bagaimana sang calon istri, hingga pernikahan datang.

"Bisa jalan yang benar?" sentak pria bertubuh tinggi dengan pakaian pernikahan itu menatap menyalang pada sang mempelai wanita yang kini terduduk di lantai setelah terjatuh sebab gaunnya terinjak sendiri.

Semua tamu saling berbisik melihat bagaimana mempelai laki-laki memperlakukan wanita yang belum lama ini sah menjadi istrinya.

Gadis dengan gaun pengantin itu buru-buru berdiri dan kembali berjalan menyusul suaminya yang melangkah duluan ke pelaminan.

"Apa yang kamu lakukan, Azka! Jangan buat keluarga kita malu!" bisik Anggara—ayah dari Azka sang mempelai laki-laki.

Lelaki tampan itu menyeringai dengan tatapan mengejeknya. "Sejak kalian memaksaku menikahi wanita bisu itu, kalian sudah mempermalukanku! Papa pikir apa kata orang? Seorang Azka Lesmana, pengusaha restoran sukses menikah dengan wanita yang tidak bisa berbicara. Apa pantas?" sentak Azka menatap papanya yang membuang napas secara kasar.

"Ka, kamu tahu kan ini permintaan mendiang terakhir Mama? Bahkan kamu sendiri setuju saat mamamu memintanya," kata Anggara kembali dengan lirih.

"Iya, aku setuju jika dinikahkan dengan wanita normal. Ini, kalian menikahkanku dengan wanita disabilitas yang aku pun tahu setelah ijab kabul. Are you kidding me, Pa?"

"Sudah, kita bicarakan nanti. Jangan buat malu keluarga kita, Azka," sahut Marini—Oma Azka.

"Kalian nikmati saja pernikahan ini. Aku tidak sudi!" Azka melangkahkan kakinya keluar dari hall meninggalkan semua orang yang menatap penuh tanda tanya.

Isabelle terpaku di tempat. Ia terkejut atas perkataan laki-laki yang baru setengah jam lalu menikahinya. Bahkan kini justru ia pergi meninggalkan pesta. Gadis dengan rambut sanggul modern itu menatap ayah dan oma mertuanya seakan bertanya ke mana sang suami pergi?

Isabelle menatap para tamu yang kini saling berbisik. Hari yang seharusnya indah untuknya, berubah menjadi hari yang sangat memalukan. Bahkan laki-laki itu memperlakukannya dengan sangat buruk di depan para tamu. Ia bingung, tak ada satupun yang menjawab semua pertanyaan yang ada di kepalanya.

Anggara sebagai orang tua pun akhirnya membuka suara untuk meminta maaf pada tamu sebab anaknya yang tiba-tiba pergi di acara pesta tersebut. Akhirnya, mau tak mau pesta berlanjut tanpa mempelai laki-laki dan hanya Isabelle serta Anggara juga Marini yang menyambut tamu.

Dua jam terasa begitu lama untuk sang mempelai wanita. Ia masih terdiam duduk di kursi pelaminannya. Menatap nanar ruangan yang dihias begitu indah dan megah tersebut. Ribuan bunga mawar putih segar terpasang di setiap sudut hall. Lampu kristal empat tongkat tampak memesona menggantung di lantai dansa untuk mempelai menyalurkan cinta mereka.

Belum lagi dekorasi warna rose gold menjadi dominasi dengan desain pesta kerajaan. Semua tampak begitu menawan dan pasti mengeluarkan uang yang tak sedikit. Akan tetapi menorehkan banyak luka untuk sang mempelai wanita. Membayangkan pernikahannya bisa setragis itu. Gadis bermata kecil itu menoleh saat seseorang menyentuh bahunya.

"Kita pulang, ya."

Gadis itu hanya bisa mengangguk mendengar ucapan sang oma. Setelah itu, Marini menggandeng cucu menantunya berjalan keluar hall dan masuk mobil pengantin yang seharusnya menjadi kendaraan pembawa kedua mempelai yang berbahagia.

Sepanjang jalan, dua wanita beda generasi itu diam. Wajar untuk Isabelle diam, karena sejak lahir ia memang sudah tak bisa berbicara. Sedangankan Marini, ia merasa kasihan, sedih dan bersalah pada gadis yatim piatu di sampingnya. Wanita paruh baya itu menggenggam tangan cucu mantunya yang terus menunduk dengan memainkan jari-jari.

Gadis itu menoleh saat Marini menepuk bahunya. "Maafkan Azka."

[Untuk apa?] tanya Isabelle menulis di buku kecil yang selalu ia bawa dan menunjukkan pada wanita di sampingnya.

"Dia sudah meninggalkanmu di pesta pernikahan. Maafkan kami yang gagal mendidiknya," ujar wanita berusia tujuh puluh tahun itu sedih.

[Tidak apa-apa, Oma. Aku mengerti perasaan Mas Azka. Siapa yang tidak terkejut saat tahu istrinya penyadang disabilitas. Aku sudah mempersiapkan diri dengan reaksi Mas Azka,] tulis gadis bermata kecil itu tersenyum menunjukkan tulisannya.

Marini meraih tubuh mungil Isabelle, lalu mendekapnya. Ia sungguh merasa sedih dengan kejadian hari ini. Bisa-bisanya Azka melakukan hal buruk di hari pernikahan, bahkan membentak Sharena tanpa peduli harga diri keluarga serta istrinya.

Satu jam berlalu, mereka sampai di sebuah mansion megah di tengah kota. Marini mengajak cucu mantunya untuk keluar mobil.

"Selamat datang di rumah," ujar wanita tua itu yang dijawab senyuman oleh cucu mantunya. "Ayo, kita masuk." Marini membawa Isabelle dengan hati bahagia. Meski gadis itu bukan wanita yang sempurna secara fisik, tetapi wanita paruh baya itu tahu bahwa Isabelle memiliki kelebihan yang menyempurnakan kekurangannya. Ia percaya bahwa pilihan mendiang menantunya tak akan salah untuk Azka.

Sampai di dalam, kedua wanita itu berhenti terpaku melihat pemandangan yang membuat mereka terkejut.

"Azka!" bentak Marini tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Isabelle sendiri menunduk dengan perasaan sesak saat melihat suaminya tengah berciuman dengan begitu panas bersama wanita lain.

"Apa yang kamu lakukan?!" sentak Marini menatap nyalang cucu laki-lakinya.

Azka hanya menyeringai, lalu menyuruh wanita dalam pangkuannya untuk pindah. Lelaki itu meraih gelas yang berisi wine lalu meneguknya dengan begitu berkelas.

"Well, ini adalah hari pernikahanku dan aku sedang merayakannya," jawab Azka santai dengan melirik wanita bergaun putih yang kini menatapnya dengan berkaca-kaca.

"Azka!"

Dengan penuh emosi, Anggara datang menghampiri anak lelakinya. Ia tarik kerah kemeja Azka dan melayangkan tamparan yang membuat Isabelle terkejut. "Papa tidak pernah mengajarkanmu menyakiti wanita apalagi itu adalah istrimu!"

Bukan marah, Azka justru tertawa mendengarnya. "Istri? Maksud Papa wanita bisu itu?" Ia menunjuk Isabelle dengan tatapan dinginnya. "Aku tidak sudi menganggap wanita cacat itu sebagai istriku!"

"Azka!" Kini tamparan melayang dari Marini.

"Di mana sopan santunmu? Begitukah kamu memperlakukan istrimu?"

"Beib, kita pergi. Di sini sungguh membosankan." Azka menarik tangan wanita seksi yang sejak tadi bersamanya pergi tanpa memedulikan sang istri yang terus mentapnya dengan tatapan sedih.

'Mas, jangan pergi ....,' lirih Isabelle dalam hatinya, tanpa bisa ia ucapkan.

**

"Aaahhhhh! Sial! Sial! Sial!"

Dengan sangat kesal, Azka melempar semua benda yang ia lihat. Kini, ia berada di apartmentnya setelah pergi dari mansion utama. Lelaki itu begitu murka karena ditipu oleh keluarganya sendiri. Bisa-bisanya mereka menikahkannya dengan wanita tak sempurna seperti Isabelle.

"Dasar gila! Bisa-bisanya mereka menikahkanku dengan wanita cacat seperti dia!" teriak Azka penuh amarah. Hingga tiba-tiba, ia menatap sebuah figura kecil yang tersimpan di meja kerjanya. Ia raih, lalu membantingnya penuh emosi. "Wanita begitu yang Mama pilihakan, hah?!"

Azka sungguh tak bisa menerima penghinaan ini. Demi menepati janjinya pada sang mama, ia bahkan harus merelakan kekasih sempurna untuknya. Seorang gadis yang sangat cantik dengan value yang jarang sekali ia temukan dari banyaknya wanita. Gadis dari keluarga pengusaha sukses, berpendidikan tinggi juga wanita karier yang berkelas, tiba-tiba ditukar dengan wanita biasa bahkan penyandang disabilitas. Come on, ini sangat tidak adil untuknya!

"Sayang ...."

Azka melirik sekilas pada wanita yang kini memeluknya dari belakang. "Katanya mau bersenang-senang, kenapa justru mengamuk di sini?" tanyanya dengan tangan menggerayang ke mana-mana. Ketika tangannya hendak melepas ikat pinggang, tiba-tiba dihentikan oleh Azka. Lelaki itu menarik tangan si wanita seksi tersebut hingga kini keduanya berhadapan. Dengan penuh amarah, Azka mendorong tubuh tinggi semapai itu terjatuh di atas sofa.

"Enyahlah, sialan!" umpat lelaki tampan itu emosi.

Ia sama sekali tak berniat untuk bersenang-senang dengan wanita sembarangan. Ia menggunakan wanita bayaran itu hanya untuk memanasi keluarganya yang begitu menyukai Sharena. Bagaimanapun, tubuhnya hanya milik dia. Ya, dia yang masih menjadi wanita nomer satu yang diinginkannya.

"Aku harus menghubunginya lagi. Aku tidak mau melepaskan wanita terbaik seperti dia. Persetan dengan gadis disabilitas itu!" ujar Azka mengumpat kesal.