Sesampainya di gedung itu, mereka kemudian di bagi dalam kelompok-kelompok oleh para senior yang bertugas sebagai panitia orientasi. Mereka membimbing adik-adik mereka dan mengarahkan kedalam kelompok masing-masing. Setiap kelompok terdiri sepuluh mahasiswa dan dua orang pemandu. Kebetulan sekali pemandu kelompok Aisyah adalah seseorang yang membagikan kunci kamar kepadanya kemarin. Namanya adalah Kate. Gadis itu mahasiswa semester empat. "Hai, kamu lagi? Aku tidak menyangka kalau kamu juga masuk kedalam kelompok ini", katanya ramah. "Iya, kak. Akhirnya kita bertemu lagi." "Ayahmu sudah pulang?" tanyanya lagi. "Iya, kemarin setelah membantuku menata barang-barang, ayah langsung pulang."
"Baiklah kalau begitu. Tetapi teman-teman sekamarmu sudah datang kan? Setidaknya kau tidak sendirian semalam karena aku dulu sewaktu jadi mahasiswa baru, teman sekamarku masih belum ada yang datang", kata Kate. "Mereka datang tak lama kemudian setelah sesampainya aku di asrama. Hanya tinggal satu orang saja yang belum", jawab Aisyah. "Baguslah. Ya sudah, sana kembali ke barisan." Ia menyentuh lengah Aisyah lembut dan mengarahkannya ke kelompoknya. Aisyah menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia sama sekali tidak mengenali teman-teman di kelompoknya. Kemudian ia melihat kearah kelompok lain lalu dilihatnya Helena berada disana. Tak lama kemudian datang seorang pemuda dengan perawakan tinggi dan besar. Bahunya bidang dan pinggangnya kecil. Kemeja ungu yang dikenakan terlihat kecil dan menunjukkan bentuk badannya yang atletis. Sepertinya ia sangat rajin berolah-raga dan menjaga bentuk tubuhnya.
Rambut pendeknya yang pirang itu ditatanya berdiri keatas. Masih terlihat sisa-sisa jel pomade pada sela-sela rambutnya. Ia berdiri di depan mereka menggantikan tempat Kate. Sementara Kate memeriksa nama-nama di daftar kelompok itu, pemuda itu berkata, "Perkenalkan, namaku Sean Connery. Aku mahasiswa semester enam. Selama orientasi ini aku dan Kate Olivier akan membimbing kalian mengenal lebih jauh tentang Universitas Harvard dan apa saja yang ada didalamnya. Jika ada pertanyaan, jangan sungkan-sungkan untuk menanyakannya kepada kami." Mata coklatnya menyusuri setiap wajah-wajah baru itu. Kemudian matanya berhenti saat melihat Aisyah dengan jilbab yang berwarna abu-abu. Mata birunya yang cerah itu terlihat bulat dan bersinar. Melihatnya, seketika membuat rasa kantuknya menghilang. Sean tersesat ketika masuk kedalam mata biru Aisyah.
Kemudian, suara Kate menyadarkannya. "Baiklah, aku akan memanggil nama kalian satu persatu. Jennifer Hathaway, Meryl Aniston, Al Pacino, Denzel Niro, Leonardo Hanks, Aisyah….. Aisyah Kimberly?" Giliran namanya dipanggil, ia mengangkat tangan menjawab panggilan itu lalu membenarkan pengucapan namanya. Dalam percobaan kedua kalinya, Kate mulai bisa mengucapkannya. "Aisyah, oke", kata Kate. Kemudian gadis itu melanjutkan mengabsen nama adik-adik tingkatnya. Sean yang melipat kedua lengannya didepan dadanya, ia diam-diam memandang kearah Aisyah. Gadis itu tidak menyadarinya sama sekali.
Setelah Kate menjalankan tugasnya, kemudian sekarang Sean mengambil peran. Ia berjalan dan berdiri didepan kelompoknya dan berkata, "Sekarang pilih salah satu diantara kalian untuk menjadi ketua kelompok." Mereka saling menyebutkan nama. Ada yang menyebut nama Al Pacino, Leonardo Hanks, dan Robert De Nicholson. "Aku sudah bosan dengan ketua kelompok laki-laki. Pilihlah seorang perempuan. Siapa? Aisyah?" Sean berpura-pura menajamkan indra pendengarannya. Padahal tidak ada yang menyebut nama itu. Mahasiswa baru yang tidak tahu apa-apa itu berhasil ditipu dan mereka menoleh ke kanan dan ke kiri. Aisyah yang bercakap-cakap dengan Jennifer seketika terhenyak mendengar namanya disebut. Ia mendongak memandang Sean. Kedua alisnya terangkat bertanya-tanya. "Baiklah kalau begitu, Aisyah, kau jadi ketua kelompok." Sean memutuskan.
"Maaf kak, tetapi aku tidak bisa….." Kalimatnya diputus oleh Sean, "Aku tidak peduli. Tadi temanmu yang mengusulkan namamu." Kemudian pemuda itu berbalik arah dan berjalan menjauh. Aisyah memandang kepergian Sean dengan tatapan kesal. Tanpa diketahui oleh siapapun, terlihat senyuman di sudut bibir pemuda itu. Kemudian orientasi kampus dimulai. Acara itu dibuka oleh pidato dari Dekan Harvard. Ia menyampaikan pidatonya tiga paragraf sebagai pengantar tentang pengalaman apa saja yang akan didapatkan oleh mahasiswa-mahasiswa baru di Harvard.
Beliau juga mengenalkan pada administrator di Dekan Kantor Mahasiswa. Bersamaan dengan ini, mereka juga akan diperkenalkan dengan Proctor dan Peer Advising Fellows yang akan menawarkan nasihat tentang masalah pribadi, sosial, dan akademis. Mereka juga akan membantu dalam mengambil keputusan dan mata pelajaran yang akan diambil. Ditengah-tengah pidato itu, Aisyah melirik kearah Sean yang duduk tak jauh disamping mereka. Pemuda itu tampak berbincang-bincang dengan kawan seangkatannya. Namun sepertinya ia menyadari bahwa Aisyah sedang memandang kearahnya. Raganya seperti menyambung ke frekuensi gadis itu. Kemudian ia menoleh kearahnya. Mata mereka bertemu lalu Aisyah mengalihkan padangannya kembali kearah depan.
Seusai Dekan turun dari panggung, para senior kembali ke kelompok adik-adik didiknya masing-masing dan memberikan mereka brosur. Brosur itu berisi peraturan dan pengarahan kepada mahasiswa baru yang akan mengikuti pembelajaran di universitas itu. Sementara senior lainnya membagikan brosur, Sean dan Kate diam saja ditempat. Mereka masih duduk di kursi masing-masing. Kate terlihat sibuk mengobrol dengan kawannya. Tak lama kemudian, Sean berdiri dari duduknya dan mengisyaratkan Aisyah untuk menghampirinya. "Aku lupa tidak mengambil brosur, jadi kau sekarang ikut denganku ya." Tentu saja itu adalah strateginya yang baru. Ia sengaja meninggalkan brosur itu.
"Bilang saja kalau sengaja", gadis itu mencibirnya pelan, mirip seperti bisikan. Ia masih sebal karena ditunjuk sebagai ketua kelompok. Padahal tidak ada siapapun yang mengusulkan namanya. "Apa?" tanya Sean yang tak mendengar ucapannya. "Tidak apa-apa", jawab ketus Aisyah. Sean tersenyum lalu berjalan sambil diikuti Aisyah dibelakangnya. Disepanjang jalan menuju ruang komite, Sean tak henti-hentinya mengajak Aisyah berbicara. Itu adalah kesempatan emas baginya untuk berduaan dengannya tanpa seorangpun yang mengganggu.
"Di awal-awal tahun masuk, mahasiswa baru diwajibkan mengikuti salah satu ekstrakulikuler. Kau berbakat dibidang apa?" tanya Sean sambil memandang Aisyah yang berjalan berjarak disampingnya. Aisyah menjawabnya dengan nada datar dan pandangan tetap lurus kedepan. "Nanti saja aku memikirkannya." Sean tersenyum melihat sikap dingin gadis itu. "Dan biasanya juga, mahasiswa baru itu akan dikerjai di awal perkenalan. Aku tidak mau kau terkena kejahilan mereka. Sebaiknya kau mengikuti club tenis lapangan sepertiku. Nanti akan kujamin kau aman dari kejahilan senior-seniormu."
Mendengarnya, Aisyah menanggapinya tanpa ekspresi. "Memangnya kejahilan seperti apa?" "Nanti kau akan tahu sendiri. Makanya, bergabunglah ke club ku", kata Sean. Aisyah kemudian mempercepat langkahnya meninggalkan Sean. "Entahlah." Melihat sikap Aisyah itu membuatnya semakin gemas padanya. Lagi-lagi Sean tersenyum. "Belok kiri", kata Sean kepada Aisyah didepan. Sesampainya di ruang komite, Sean berkata, "Brosurnya yang berwarna merah." Ia menunjuk salah satu meja diruangan luas itu. Sementara menunggu Aisyah mengambil brosur, pemuda itu menyandarkan punggungnya ke bingkai pintu seraya terus memandang kearah Aisyah. Ia melihat lambaian ujung baju Aisyah yang panjang itu.
"Dimana ruang komitenya?" tanya Robert pada Aisyah. Gadis itu telah kembali ke kelompoknya. "Dari perpustakaan lalu kearah barat, diujung situ ada dua ruangan. Ruangan komite yang sebelah kiri." Setelah membagikan brosur ke setiap anggota kelompok, Sean dan Kate memberangkatkan kelompok itu dan mengarahkan mereka keluar menyusuri bangunan-bangunan kampus yang didominasi oleh warna merah bata. Dua jam pengarahan itu berlangsung dan mereka sekarang berhenti dan duduk beberapa meter dari monumen Patung John Harvard.
Kate dan Sean duduk sambil dilingkari oleh adik-adik tingkatnya. Kate menjelaskan, "John Harvard adalah seorang pendeta Inggris di Amerika Kolonial dahulu. Kemudian dibangun sebuah universitas di sebuah lebah olehnya dan menamainya sebagai Universitas Harvard. Universitas Harvard menganggapnya sebagai seseorang yang paling dihormati diantara para pendirinya dan patung itu adalah fitur utama dari Harvard."
Kemudian Sean mengambil alih dan berkata, "Disamping itu semua, Universitas Harvard memiliki beberapa perpustakaan. Beberapa diantaranya adalah Perpustakaan Harvard dan Perpustakaan Grossman. Perpustakaan disini sangat lengkap dan kalian bisa membaca sejarah Universitas Harvard disana." Ia menunjuk kearah dua bangunan yang bersebrangan di belakangnya. "Nanti kalian akan dibuatkan kartu ID untuk menggunakan perpustakaan. Mahasiswa dengan kartu ID yang valid dapat mengakses sebagian besar perpustakaan di sistem Perpustakaan Harvard. Namun, setiap perpustakaan menetapkan kebijakan akses terpisah." Ia mengeluarkan sebuah kartu dari dompetnya.
"Mahasiswa yang melanggar peraturan dan regulasi perpustakaan akan dikenakan pencabutan hak perpustakaan, tindakan disipliner, bahkan sampai tuntutan hukum. Secara khusus, Universitas menganggap hal-hal berikut ini sebagai masalah yang sangat memprihatinkan, yaitu menghapus buku, manuskrip, bentuk mikro, atau materi atau properti lain tanpa izin. Menghancurkan, merusak, atau menyalahgunakan bahan pustaka atau sumber lainnya. Semua pengguna perpustakaan tunduk pada denda dan hukuman dari fakultas penyelenggara dan Universitas serta undang-undang Persemakmuran Massachusetts yang mengatur kejahatan terhadap properti."
Sean telah menyelesaikan kalimatnya. Tak lama kemudian, Denzel Niro berkata padanya, "Kak, kapan waktu makan siangnya?" Sean melirik ke jam tangannya lalu ia berdiri dan mengajak adik-adiknya ke kantin atau sering disebut dengan Dining Hall. Bangunan itu sangat besar dan luas. Terdapat banyak kursi dan meja panjang memenuhi lantai yang berwarna coklat. Terdapat pula lampu-lampu gantung di setiap sepuluh meter. Lampu gantung yang berbentuk ring itu berdiameter dua meter. Gantungan lampu itu memiliki satu ring luar yang besar dan satu ring dalam yang lebih kecil. Disetiap ring itu dipasang dua belas lampu mengelilinginya seperti angka-angka pada jam dinding. Begitu pula pada ring dalam.
Ornamen kaca patri pada jendela-jendela besar yang selalu tertutup diatas sana itu bernuansa yunani. Warna-warna kaca membentuk wajah para tokoh ataupun dewa-dewa yunani. Disepanjang dinding ruangan juga terdapat patung berwarna putih bersih dari kepala sampai dada tokoh-tokoh penting dan foto-foto bersejarah juga dipajang memenuhi dinding. Entah siapa mereka. Diruangan terpisah yang terletak disamping Dining Hall itu terdapat kantin yang menyajikan beragam makanan. Para mahasiswa secara mandiri menyendokkan makanan-makanan itu ke piringnya. Setelah menyendokkan makanan, mereka kembali ke Dining Hall dan duduk ditempatnya masing-masing.