Chereads / Laraku Pilumu / Chapter 15 - It's Hard to Say Goodbye

Chapter 15 - It's Hard to Say Goodbye

Ia mengoper kunci mobil itu ke salah seorang pembantu yang melintas didepannya untuk dikembalikan ke gantungan kunci. Garasi itu langsung tertuju ke ruang keluarga yang berada diatas dan memiliki luas sama seperti aula olahraga di sekolahnya. Lalu di ruang keluarga itu terdapat satu tangga besar yang bercabang dua di ujung atasnya. Bethany mengajak kedua sahabatnya ke ruangan bar pribadi yang dilengkapi oleh arena bowling. Ia kemudian menekan tombol telpon yang bertengger di tembok kokoh itu lalu berkata pada pembantu yang sedang di dapur, "Tolong bawakan beberapa makanan ringan dan segelas teh hangat ke arena bowling."

Ia berhenti sejenak lalu berkata lagi, "Oh iya, tolong bawakan juga mousse cake yang semalam disimpan di kulkas." Setelah ia mendengar respon dari sebelah sana, ia memutus saluran telpon itu. Bethany menyalakan lampu dan musik lalu meraih bola bowling yang tersedia di tepi arena. Ia bersiap-siap untuk melempar bola berat itu dan pandangannya fokus kearah depan sana. Dalam hitungan tiga langkah ia meluncurkan bola itu dan ia mendapatkan nilai sempurna, strike. Aisyah dan Lucy bertepuk tangan takjub.

Kemudian, Bethany mencoba kesempatan keduanya dan ia mendapatkan strike lagi. Ia memiliki kesempatan yang ketiga dan pada kesempatan itu ia hanya menjatuhkan delapan pin, hanya dua pin saja yang tertinggal. Ia berdecak lidah kesal, "Biasanya aku bisa." Kemudian, giliran Aisyah datang. Ketika ia meraih bola bowling, salah satu pembantu memasuki ruangan luas itu dan meletakkan segelas teh hangat beserta makanan-makanan ringan diatas meja bar. "Nona Aisyah, ini teh hangatnya", ucapnya dengan sopan seraya meninggalkan ruangan.

Semua orang di rumah besar itu sudah tau tentang Aisyah dan agamanya. Kebiasaannya sungguhlah berbeda dari kebiasaan orang Amerika pada umumnya. Ia tak pernah menyentuh gelas-gelas bir itu ataupun semacamnya. Walaupun begitu, keluarga Bethany dan pembantu-pembantunya sangat menghormati kepercayaan yang Aisyah anut. Ayah Bethany mengerti untuk tidak memeluk dan mencium kening Aisyah seperti yang dilakukannya terhadap Lucy. Mereka juga menyiapkan tempat khusus untuk Aisyah sholat menyembah tuhannya ketika ia sedang berada di rumah Beth.

Gadis itu meluncurkan bola bowling itu tepat ditengah-tengah lintasan dan strike untuk percobaan pertamanya. Lucy dan Bethany ikut takjub melihatnya dan tos dengannya. Aisyah meraih bola selanjutnya dan bersiap-siap untuk melemparnya. "Keahlianmu lama kelamaan semakin meningkat, Aisyah, dibandingkan dengan latihan kita terakhir kali", puji Bethany. Namun untuk percobaan kedua itu ia gagal dan menyisakan dua pin. Lucy maju untuk mengambil gilirannya. Namun ia gagal untuk kesempatan pertamanya itu dan hanya menyisakan satu pin didepan sana. "Nyaris saja." Ia menghela nafasnya panjang.

Mereka bermain hampir setengah jam dan Bethany memimpin didepan dengan score yang lebih tinggi. Sesekali Lucy menyalip score perolehan Aisyah dan sesekali Aisyah dapat meraih posisinya kembali. Musik yang diputar secara acak itu terkadang memutar lagu jazz, pop, pop-rock, dan lain sebagainya. Ketiga sahabat itu sesekali berhenti dan menikmati lagu yang sedang diputar. Mereka menari dengan tarian sederhana diiringi dengan alunan musik itu.

Ketiga sahabat itu menghabiskan waktu bersama di ruangan luas itu. Itulah waktu privasi mereka tanpa seorangpun yang mengganggu. Siang itu, ruangan seluas itu hanyalah diisi oleh tiga gadis remaja yang sedang terbuai oleh perasaan bahagia. Sejenak mereka melupakan perpisahan mereka yang dalam hitungan hari itu. Aisyah meraih bola bowling dan hendak melemparnya. Seketika itu musik berganti dan memutarkan lagu melankolis milik Celine Dion yang berjudul It's Hard to Say Goodbye. Saat itu juga ayunan tangannya terhenti.

I'll never try to hold you back

I wouldn't try controlling you

If it's what you want

It's what I want

I want what's best for you

And if there's something else that you're looking for

I'll be the first to help you try

Believe me when I say it's hard to say goodbye.

Aku tidak akan mencoba untuk menahanmu

Aku tidak akan mengendalikanmu

Jika itu yang kau harapkan

Harapanmu adalah harapanku juga

Aku hanya menginginkan yang terbaik untukmu

Dan jika kau membutuhkan bantuan

Aku akan menjadi orang yang pertama membantumu

Percayalah saat aku mengatakan bahwa sulit untuk mengucapkan selamat tinggal

Di waktu yang sama, di dalam pesawat, Chris baru saja menutup kedua matanya. Ia telah menghabiskan makanannya yang disiapkan oleh pramugari dan meminum segelas air putih yang segar. Pesawat besar itu melintas diatas samudra biru yang membentang luas. Ia menutup tirai jendelanya sedari awal ketika pesawat itu mulai melintasi lautan. Warna biru pada lautan selalu mengingatkan warna biru kedua mata Aisyah. Ia terus berusaha mengusir bayang-bayang gadis itu dari benaknya. Ia masih mengingat jelas suara Aisyah ketika menyuruhnya untuk pergi. Sekali lagi itu berhasil meremukkan hatinya.

Ia berusaha memunguti satu per satu serpihan hatinya yang hancur dan menatanya kembali dari awal. Susah payah sudah terbentuk setengahnya, kemudian ia runtuh lagi dikarenakan bayang-bayang Aisyah yang kerap kali muncul tanpa permisi. Semenit kemudian, lagu yang diputar di headsetnya berhenti dan berganti pada lagu berikutnya. Ia segera mematikannya ketika yang didengarnya itu adalah lagu It's Hard to Say Goodbye milik Celine Dion. Kedua matanya menjadi berkaca-kaca dan teringat akan Aisyah lagi. Dirasakannya dadanya sangat sakit dan perih.

Pemuda berparas Perancis itu menangis dalam diam. Bibirnya tidak bergetar namun setetes air mata keluar dari kedua matanya. Nafasnya teratur namun begitu sesak dirasakannya didalam dada. Suaranya terdengar sangat normal namun dirasakannya seperti ada bola yang tercekat di ujung tenggorokannya. Ia teringat kembali akan percakapannya dengan Aisyah untuk yang pertama kali di tahun pertama Sekolah Menengah Atas kala itu.

Hari itu adalah hari Rabu yang sangat cerah. Langit membiru dan kicauan burung terdengar di sekitar gedung sekolah. Chris dipanggil kedepan kelas untuk menukar tumpukan buku tugas yang salah dibawa oleh Mr Philip. Ia kemudian disuruh untuk membagikan juga buku-buku itu ke kelas sebelah. Chris memasuki ruang kelas itu dan mulai membacakan nama satu per satu hingga ia meraih satu buku yang tidak bernama. Ia mengangkat buku itu dan berkata, "Ini punya siapa?" Sebuah suara merespon pertanyaannya dan ia maju kedepan untuk mengambil buku itu.

"Maaf, aku lupa menulis namaku", ucapnya. Sepersekian detik Chris tidak mengedipkan matanya melihat sosok indah itu. Udara didadanya menghangat dan jantungnya berdegup agak kencang. Ternyata gadis yang selama ini dicarinya berada di kelas 10-D. "Tidak apa-apa. Jadi siapa namamu, biar kubantu menuliskannya." Chris mengeluarkan bolpoin pada saku kemejanya dan bersiap-siap untuk menulis. "Aisyah."

"Aisyah? Bagaimana menuliskannya?" tanyanya sambil mengernyitkan kedua alis mendengar bahasa asing itu. Sudah menjadi hal biasa bagi gadis itu untuk mendapatkan pertanyaan yang serupa sedari dulu. Kemudian gadis itu mengeja namanya satu per satu hurufnya. Chris menuliskannya pada sampul buku tugas milik Aisyah. Tanpa disadari, pemuda itu tersenyum lalu mengenalkan dirinya. "Jadi, Aisyah, namaku Chris. Kalau kau perlu apa-apa, aku akan selalu sedia untuk membantu."

"Aisyah, ada apa?" tanya Bethany ketika melihat ayunan tangan gadis itu terhenti. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya kehilangan konsentrasiku." Aisyah meletakkan bola bowling itu dan duduk di kursi dekat meja bar yang tinggi. Ia menyeduh teh hangatnya dan memandang kosong kearah kedua sahabatnya yang melanjutkan permainan itu. Pandangannya terlempar teramat jauh sekali seakan-akan menembus tembok dan menyusul pesawat Chris yang mengudara. Pikirannya melayang kemana-mana. Pikirannya perlahan menuntunnya ke kenangan-kenangan masa lalu bersama Chris.

"Jadi, Aisyah, namaku Chris. Kalau kau perlu apa-apa, aku akan selalu sedia untuk membantu", ucap pemuda itu. Aisyah tersenyum mendengarnya. Melihat senyuman itu, jantung Chris hampir saja loncat keluar dari dadanya. Wajahnya perlahan memerah. "Terimakasih banyak. Kau dari kelas mana?" Chris menggaruk belakang kepalanya yang tidak terasa gatal. Ia merasa tersanjung. Itulah pertanyaan pertama yang dilontarkan oleh gadis itu kepadanya. Sedari awal melihatnya di hari pertama masuk sekolah sebagai siswa baru, ia sudah diam-diam menaruh perasaan suka padanya. Namun inilah pertama kalinya mereka bercakap-cakap.

Aisyah sama sekali tidak menyadari itu semua. Ia tidak mengenali Chris. Ia tidak menyadari bahwa mereka pernah berpapasan sebelumnya dan kedua mata mereka pernah bertemu. Ia bahkan melupakan aroma parfum Chris yang sempat membuatnya terpana. "Aku dari kelas...." Kalimatnya terputus ketika Mr Philip menyusulnya. "Kenapa lama sekali? Ayo Chris kembali ke kelas. Kau tidak mau kan kelewatan ulangan harianmu?" Pemuda itu mengangguk patuh kepada gurunya. Kemudian ia berkata kepada Aisyah, "Tolong bagikan buku-buku ini ya." Gadis itu menerimanya dan mulai membagikan buku tugas itu ke masing-masing nama yang tertera di sampul buku. Ketika ia keluar melewati pintu itu, sekilas ia menoleh dan memandang kearah Aisyah yang membelakanginya. Hanya terlihat paras cantiknya dari arah samping. Kemudian senyuman tersirat disudut bibir Chris.

Sepanjang jam pelajaran, Chris selalu terbayang-bayang oleh Aisyah. Ia tidak bisa fokus menjawab soal-soal ujian harian itu. Wajah Aisyah seringkali muncul diatas kertas ujiannya. Kemudian tidak disadarinya senyuman tersirat disudut bibirnya. Sedangkan dikelas sebelah, gadis itu sama sekali tidak memikirkan tentang Chris. Baginya ia sama saja seperti teman-teman yang lainnya.

Ketika bel istirahat berbunyi, Chris sudah berdiri didepan pintu menunggu Aisyah selesai memasukkan buku-bukunya ke dalam tasnya. Tanpa sadar seulas senyuman terlukis jelas dibibirnya untuk yang kesekian kalinya. Ia melangkahkan kaki memasuki ruangan kelas yang luas itu ketika dilihatnya Aisyah selesai memasukkan buku-buku itu. "Hai Aisyah." Gadis itu mengangkat pandangannya ketika mendengar namanya disebut. Kemudian terlihat senyuman ramahnya yang tertuju pada pemuda itu. "Hai, Chris. Ada apa?" Sepersekian detik kemudian, Lucy menghampiri Aisyah dan pandangannya sekilas melihat kearah pemuda asing itu. Kedua alisnya sedikit mengkerut. "Kau dari kelas mana?"