Chereads / Laraku Pilumu / Chapter 8 - Zayn Malik Versi Turki

Chapter 8 - Zayn Malik Versi Turki

Bethany diam-diam memperhatikan kedua kakak beradik itu. Wajah mereka sama cantiknya dengan rambut panjang yang terurai. Walaupun usia Asma lebih tua dari Aisyah, namun ia juga tak kalah cantiknya. Jika semua laki-laki melihat mereka tanpa hijab, maka semuanya akan memperebutkan kedua kakak beradik itu. Namun hijab itu yang melindungi mereka dari mata liar dan hawa nafsu laki-laki diluar sana. "Apakah kau sudah tahu kalau adikmu ini disukai oleh pemuda Turki? Dia sangat tampan dan gagah. Terlebih lagi dia adalah calon dokter spesialis tulang." Kata Beth pada Asma. Asma yang saat itu tengah meminum jus jeruknya, ia tiba-tiba tersedak mendengarnya. "Turki? Benarkah? Aku belum mengetahuinya." Asma tampak terkejut memandang kearah Aisyah. "Jauh sekali, Aisyah. Tak bisakah kau mencari pemuda disini saja? Aku akan meminta bantuan Yasir jika kau mau. Aku sangat tidak siap untuk kau tinggalkan." Aisyah tersenyum lalu berkata, "Itu bukanlah alasan yang tepat untuk melarangku, Asma. Lagipula, ayah dan mama sudah menyetujuinya. Pemuda itu sudah berbicara pada ayah atas niat baiknya padaku." Asma menunduk dengan ekspresi sedihnya. "Ini sangat cepat sekali. Aku bahkan belum melaksanakan tugasku untuk menjadi kakak yang baik untukmu." Ia terdiam sejenak lalu berkata, "Lalu bagaimana bisa ayah menyelenggarakan pernikahanmu itu, Aisyah? Ayah bahkan tidak punya uang untuk membelikanmu tiket pesawat ke Turki." Senyuman Aisyah terhenti. Ia terdiam sangat lama setelah Asma mengatakan itu. Ia sama sekali tidak memikirkan hal lainnya. Yang ia ketahui hanyalah perasaan cinta yang tumbuh didalam hatinya. Ia kemudian mengangkat kepalanya memandang kakaknya. "Benar, ayah tidak bisa. Ayah tidak punya apa-apa. Tetapi bukankah Allah maha kaya? Allahnya Aisyah sangat kaya sang pemilik jagad semesta beserta kandungan emas didalam tanah. Aisyah akan meminta pada Allah. Entah bagaimana cara Allah akan menolong Aisyah, tetapi Aisyah yakin bahwa Allah akan memberikan apa saja yang yakin akan pertolongannya."

Tak lama setelah itu handphone Asma berdering. Temannya sudah sampai di basement. Kemudian ia turun untuk menjemput temannya di lantai bawah. Sedangkan diruangan itu Lucy berpindah tempat mendekat duduk disamping Aisyah. "Aisyah, ayo telfon dia sekarang. Aku sangat ingin mendengar suaranya." Aisyah dengan setengah hati meraih handphone nya. Sebenarnya ia sangat malu untuk menelpon pemuda itu. Namun karena rayuan teman-temannya, ia mengiyakan permintaan mereka. Dering pertama sudah berbunyi. Jantung Aisyah berdetak lebih kencang lagi seperti saat itu. Dering kedua sampai dering keenam masih belum ada jawaban. Kemudian aisyah menutup telponnya lalu berkata, "Mungkin dia sedang sibuk. Aku tidak tahu pukul berapa sekarang di Turki. Lagipula aku khawatir kalau mengganggunya." Bethany menyenggol sikunya pelan sambil berkata, "Tidak ada kata sibuk untuk gadis secantik Aisyah. Ayo telpon lagi. Kami sangat penasaran tentang dirinya." Aisyah menghembuskan nafasnya pelan lalu menelpon pemuda Turki itu lagi. Saat dering kedua, terdengar jawaban dari seberang sana. Seketika Lucy mengaktifkan pengeras suara di handphone Aisyah. Pemuda itu mengucapkan salam dan Aisyah menjawabnya.

Mereka terdiam sejenak hingga Shoaib berkata, "Ada apa, Aisyah? Apakah kau merindukanku?" Itu membuat Aisyah tersenyum. "Tidak, hanya saja teman-temanku ingin sekali mendengar suaramu." Ia melirik kearah Beth dan Lucy yang kedua mata mereka sudah berbinar-binar demi mendengar suara pemuda itu. Kedua gadis itu mengacungkan ibu jarinya mengisyaratkan bahwa bahasa inggris pemuda itu sangat bagus. Mereka juga dibuatnya sangat gemas menyaksikan pasangan itu saling berbicara. "Teman-temanmu? Apakah sekarang mereka sedang mendengarkan suaraku?" "Iya, kami mendengarmu. Hai, apa kabarmu?" ucap Beth dan Lucy bersamaan. Suara mereka terdengar samar-samar dari sana. "Oh, hi. Apa kabar kalian?" tanya pemuda itu ramah. "Mereka berkata kalau bahasa inggrismu sangat bagus, tuan", ucap Aisyah. Terdengar gelak tawa dari ujung sana. Sekali lagi, bahkan suara tawa pemuda itu sangat manis untuk didengar. Kedua temannya terpesona akan sosoknya. "Terimakasih atas pujiannya. Tetapi masih lebih bagus bahasa inggris kalian." Ketiga gadis itu tertawa mendengarnya. "Tentu. Kami orang Amerika. Setiap hari berbahasa inggris", jawab Bethany. "Aku sangat senang berkenalan dengan kalian. Baiklah Aisyah, nanti aku telpon lagi ya. Sekarang aku sedang dirumah sakit." Kata pemuda itu ramah. "Aku minta maaf karena telah mengganggumu." "Tidak masalah. Tidak ada kata sibuk untuk gadis secantik Aisyah." Tak lama kemudian ia mengucapkan salam dan menutup panggilan itu. Kehebohan Bethany dan Lucy seketika membludak. "Benar apa kataku kan? Tidak ada kata sibuk untuk gadis secantik dirimu", kata Beth. Lucy memegang pipinya sendiri menunjukkan kegemasannya sambil berkata, "Dia sangat manis dan romantis. Kalian adalah pasangan yang serasi." "Sudahlah. Biarkan aku fokus untuk tes seleksi dulu", kata Aisyah menepis itu semua. "Bibirmu bisa berbohong, tetapi ekspresi wajahmu tidak bisa, Aisyah." Kedua temannya tersenyum nakal padanya.

Tak lama setelah itu, Asma masuk bersama temannya. Gadis itu berambut pendek dan memakai celana jeans biru tua. "Kenalkan ini teman-teman adikku, Bethany dan Lucy." Asma memperkenalkan mereka. Ketika ia melihat kearah Bethany, alis gadis itu mengingatkannya akan seseorang. Ia mencoba menduga-duga, "Bethany Tailor?" Bethany mengangkat kedua alisnya kaget ketika teman Asma itu mengenalinya. "Apakah kau putri sulung dari keluarga Tailor?" Bethany mengangguk mengiyakan. Kemudian ia berkata lagi, "Astaga. Aku tidak percaya kalau aku bertemu denganmu disini. Ayahku adalah salah satu pegawai di perusahaan Mr Tailor." Gadis itu takjub dan menangkupkan kedua telapak tangannya. Terlihat senyumannya yang tertahan. "Oh benarkah? Kebetulan sekali kita bisa bertemu." Bethany mempersilahkan teman Asma itu duduk disebelahnya. Asma beranjak ke dapur mengambilkan segelas jus jeruk. "Ternyata benar apa yang dikatakan oleh teman-teman ayah. Putri Mr Tailor sangat cantik dan anggun." Bethany tersenyum simpul mendengarnya. "Aku tidak secantik itu. Mereka hanya berlebihan saja."

Asma datang lalu berkata pada kawannya itu, "Baiklah, ayo kita mulai mengerjakan tugasnya." Mereka berdua kemudian mengeluarkan buku paket yang tebal dan membukanya. Sementara itu Aisyah, Bethany, dan Lucy melanjutkan perbincangan mereka akan sesuatu. Setengah jam telah berlalu, ruangan hangat itu hening untuk sesaat. Bethany meraih handphone dan tersibukkan olehnya. Sedangkan Aisyah dan Lucy menonton tayangan live di televisi.

Siaran live televisi itu menayangkan berita terkini yang sedang terjadi di Amerika. Siaran itu berlangsung selama lima belas menit lalu lanjut kepada berita internasional. Yang menjadi berita utama saat itu adalah berita yang datang dari negara Turki. Seketika Beth dan Asma yang tersibukkan oleh urusan masing-masing langsung mengangkat kepalanya memandang Aisyah sejenak lalu menatap ke arah televisi itu. Pembawa berita itu mengatakan bahwa kelompok-kelompok hak asasi manusia dan oposisi khawatir atas apa yang mereka sebut erosi kebebasan berekspresi di Turki, di mana proses pidana untuk 'menghina' Presiden Recep Tayyip Erdogan di media sosial adalah hal biasa. Mereka berpendapat bahwa peningkatan kontrol media sosial juga akan membatasi akses ke informasi independen atau kritis di negara di mana media berita berada di tangan pengusaha yang ramah pemerintah atau dikendalikan oleh negara.

Setelah pembawa berita itu mengakhiri kalimatnya, seketika ketiga gadis itu memandang kearah Aisyah dengan tatapan menggoda. "Laki-laki Turkimu, Aisyah." Aisyah hanya tersenyum malu. Ia sekilas melirik kearah handphone nya yang tidak menunjukkan adanya notifikasi masuk ataupun panggilan masuk. Dokter muda itu pasti sangat sibuk, batinnya. Kemudian Aisyah meraih remot dan mengganti saluran televisi. Ketika gadis itu secara berurutan mengganti saluran itu, tiba-tiba tangan Lucy menghentikan gerakan tangan Aisyah ketika dilihatnya sesuatu yang menarik perhatiannya, "Bukankah Zayn Malik mirip sekali dengan pemuda Turki itu?" Lucy mengisyaratkan Bethany dan Asma untuk melihat ke layar televisi. "Asma, seperti itulah pemuda Turki yang mengejar-ngejar Aisyah." Lucy mengoper handphone Aisyah dan memperlihatkan foto pemuda itu di akun facebooknya. Bethany melihat layar televisi itu dengan mata melotot tersadar akan sesuatu. "Kau benar. Mereka mirip sekali." Kehebohan Beth mulai terlihat. Aisyah mencoba menepis perkataan teman-temannya walaupun kata hatinya juga mengatakan hal yang sama. Mereka sangatlah mirip. Sorot matanya, bentuk alisnya, bentuk bibirnya, bentuk wajahnya, bulu-bulu halus yang menghiasi dagu sampai rahangnya, dan lain sebagainya. "Mereka berbeda. Yang sama hanyalah karena Zayn juga memiliki darah timur tengah. Cuma itu saja." Sedetik kemudian, Asma terperanjat kaget setelah melihat foto pemuda itu lalu berkata, "Apakah tidak salah dengan apa yang kulihat ini? Aisyah, dia mirip sekali dengan Zayn Malik. Hanya bentuk pundak dan tinggi badannya saja yang berbeda." Asma berhenti sejenak lalu berkata, "Tetapi tetap saja aku tidak rela kalau kau ikut dengannya ke Turki."