Pak Ustaz dan Tono berlari menuju rumah Tono. Sesampai rumah Tono, terlihat Leha sedang berdiri di atas kursi. Di atas kepalanya sudah ada tali yang melingkar lehernya.
Saat Tono menghampiri Leha, kaki Leha mendorong tumpuan kursi yang ada di bawah kakinya. Sambil tersenyum cekikikan, dan akhirnya Leha mencoba bunuh diri.
"Astagfirullah Leha!" dengan sigap Tono memegangi kaki Leha, dan Pak Ustaz memutuskan tali yang melingkar lehernya Leha.
"Leha istigfar, Ha!" Tono memeluk Leha yang pingsan setelah kejadian percobaan bunuh diri itu.
"Baringkeun di dieu Ton!" (Baringkan di dieu Ton!) Pak Ustaz menunjukkan sofa agar Tono membaringkan tubuh Leha di atas sofa itu.
Leha masih tidak sadarkan diri, wajahnya pucat, tubuhnya dingin.
Pak Ustaz mulai membaca doa, berharap Leha bisa sadarkan diri.
"Menta cai bodas, buru!" (Minta air putih, cepetan.) Ucap Pak Ustaz.
Tono mengambil air putih, dan di berikan langsung kepada Pak Ustaz Hasan.
"Punteun Pak, ieu cai na Pak." (Permisi Pak, ini airnya Pak.) Tono menyerahkan air putih kepada Pak Ustaz Hasan.
Air yang di berikan oleh Tono, langsung di bacakan doa oleh Pak Ustaz Hasan.
Lalu beliau langsung menuangkan sedikit air yang ada di gelasnya ke tangannya, dan di usapkan ke mukanya Leha.
Tubuh Leha bergetar, seperti orang yang kedinginan. Mengigil dan tubuhnya sangat dingin, sedingin es batu.
Pak Ustaz menyuruh Tono memencet jempol kakinya Leha.
"Ton, buru pencet eta jempol suku na si Leha. Si Asih embung ngaleupaskeun si Leha, maneh na hayang mawa si Leha ka alamna."(Ton, cepat pencet jempol kakinya si Leha. Si Asih gak mau ngelepasin si Leha, dia pengen bawa si Leha ke alamnya.) Ucap Pak Ustaz Hasan.
"Astagfirullah, tulungan Pak Ustaz. Tulung si Leha, abdi najan sok sentak sengor ge ka si Leha teh nya'ah." (Astagfirullah, tolongin Pak Ustaz. Tolong si Leha. Meskipun saya suka sering nyentak si Leha juga saya tetap sayang ke si Leha.) Tono panik mendengar penuturan Pak Ustaz Hasan.
Pak Ustaz terus membacakan doa untuk Leha, dengan sekuat tenaga batiniah, Pak Ustaz membawa kembali rohnya Leha yang di tahan oleh Asih.
Entah ada dendam apa Asih kepada Leha, sehingga dia mau membawa arwah Leha bersamanya ke dunianya.
"Asih, urang mohon. Lepaskeun si Leha." Ucap Tono dengan lirih.
Kini, lelaki yang terkenal keras. Dia menangis di depan tubuh istrinya yang sedang tak berdaya itu.
Setelah beberapa jam Pak Ustaz bergelut dengan arwah Asih, akhirnya Asih mau membebaskan Leha dari genggamannya.
Leha pun tersadar, Tono mengucap syukur atas kesadaran sang istri.
"Alahmdulillah Gusti, nuhun Pak Ustaz. Hampura Akang nya Leha, gara-gara akang menta kopi jadi kos kieu." (Alhamdulillah Ya Tuhan, nuhun Pak Ustaz. Maafkan Akang ya Leha, gara-gara akang minta kopi jadi malah kayak gini.) Tono memeluk istrinya dengan erat.
Leha yang kebingungan pun merasakan sakit badan yang teramat sakit.
"Duh Gusti, kunaon ieu awak meuni nyareuri kabeh." (Duh Ya Allah, kenapa ini badan sakit semua?) Leha merasakan sakit sembari memegang semua tubuhnya.
"Tong bengong Neng Leha, kade. Kunaon sih bisa sampe kos tadi?" (Jangan bengong Neng Leha, hati-hati. Kenapa sih kok bisa sampe kaya tadi?) Tanya Pak Ustaz Hasan.
"Tadi mah asaan teh terakhir kali keur nempo si Asih di hareupeun halaman, jeung si akang oge da nempona. Terus aya nu siga nindihan abdi, Pak Ustaz. Terus abdi teu sadar deui kumaha-kumahana mah." (Tadi tuh perasaan terakhir kali lagi lihat si Asih ada di depan halaman, sama si akang juga kok lihatnya. Terus ada yang kayak nindihin badan saya, Pak Ustaz. Terus saya gak sadar lagi gimana-gimananya mah.) Ucap Leha kebingungan.
"Nya ntos, nu penting mah Neng Leha ulah bengong, kudu sering ngaji, ulah bolong salat na. Ieu imah geus di pageran ku abdi, Tos Insya Allah ayeuna mah aman. Abdi pamit heula nya, bade uwih. Assalamualaikum." (Ya sudah, yang penting sekarang Neng Leha jangan bengong, harus sering ngaji, salatnya jangan bolong. Rumahnya sudah saya pagari, Insya Allah sudah aman untuk sekarang. Saya pamit dulu ya, mau pulang. Assalamualaikum.) Pamit Pak Ustaz Hasan.
"Sakedap Pak, ieu aya acis sakeudik sakeur Pak Ustaz." Tono memberikan amplop yang berisikan sejumlah uang.
"Yeh atos ulah, Bapak mah ikhlas. Sing penting Neng Leha tong poho salat sareng ngaji." Ucap Pak Ustaz sambil berpamitan.
Tono pun mengucapkan terima kasih kepada Pak Ustaz Hasan, karena telah membantunya.
Entah apa yang sudah Leha lakukan kepada Asih, sehingga Asih tega mau membawa roh Leha ke alamnya. Yang di pikiran Leha dan Tono adalah Asih sudah tidak bisa mengganggu mereka lagi, tetapi mereka salah. Asih masih menunggu mereka berdua di halaman rumahnya, meskipun Asih tidak bisa masuk ke dalam rumah Tono dan Leha, tetapi Asih menunggu mereka di luar. Jika mereka lengah, di situlah Asih akan datang.
Lalu bagaimana nasib dari Dina sang pemilik warung?
Suaminya yang sedari tadi menyadari bahwa Dina tidak bersuara di warung, akhirnya menghampiri Dina. Rumah dan warungnya memang berdempetan, bahkan warungnya menempel pada halaman depan rumah Dina.
"Astagfirullah Ibu! Ibu kenapa tiduran di sini?" ucap Bowo—suaminya Dina.
"Bu bangun, Bu!" Bowo menggoyangkan tubuh Dina perlahan dengan kedua tangannya, membangunkan istrinya dalam keadaan pingsan.
Akhirnya Bowo membawa Dina dan membaringkannya ke sofa yang ada di ruang tamu rumahnya.
"Bu bangun Bu, Ibu kenapa jadi seperti ini?" Bowo lagi-lagi berusaha membangunkan istrinya, kali ini dia membawa minyak kayu putih. Dan mengoleskannya ke dekat hidungnya.
Dan akhirnya Dina pun bangun, dengan tubuh bergetar. Dina masih terlihat syok setelah kejadian melihat Asih yang bergentayangan.
"A-asih! Asih Pak, gentayangan Pak." Dina berbicara terbata-bata.
"Ih si Ibu mah ada-ada aja, mana ada orang mati gentayangan." Bowo tidak percaya perkataan Dina.
"Sumpah Pak, Ibu gak bohong. Tadi Teh Leha juga ngeliat kok. Ayo Pak Bantu Ibu tutup warung." Pinta Dina kepada suaminya.
Setelah Dina menutup warung, keesokan harinya Dina pun sudah tidak berani buka warung di atas jam tujuh malam. Karena dia takut bertemu dengan sosok Asih lagi, jadi dia kapok untuk membuka warung terlalu malam seperti biasanya.
Di malam Jumat Kliwon ini adalah malam pertama di mana Asih meninggal, Asih sudah menakut-nakuti dua orang. Bahkan Asih pun mampu menahan roh Leha di alamnya. Untuk ukuran makhluk gaib, kekuatan Asih cukup kuat di bandingkan yang lainnya, entah karena kekuatan dari masalah yang belum pernah dia selesaikan di masa hidupnya, atau apa pun itu warga kampung belum mengetahuinya.