Hari telah berganti, hari ini adalah hari pertama Asih meninggalkan dunia yang fana ini. Pagi-pagi buta sekali, tepatnya jam lima subuh. Warga kampung telah geger dengan hilangnya patok kuburan Asih, siapa yang mengambilnya? Apakah hilang sendiri? Entah, warga kampung pun masih bertanya-tanya tentang hal itu.
"Pak RT, Pak RT. Patok Asih leungit." (Patok Asih Hilang.) Ucap Pak Udin – tukang penggali kuburan, sembari mengetuk rumah Pak RT.
"Aduh alah, aya naon sih ieu? Pagi-pagi buta keneh meuni raribut!" (Ada apa ini? Masih pagi buta saja sudah pada ribut!) Ucap Pak RT, yang keluar dari pintu dengan memegang segelas kopi hitam dengan tangan yang satunya sedang memegang goreng pisang.
"Aduh Pak RT mah malahan nyaneut jeung gorengan. Ieu warga teh keur raribut masalah patok na si Asih ngaleungit!" (Aduh Pak RT, malah ngopi sama makan gorengan. Ini warga tuh lagi pada ribut masalah patoknya si Asih menghilang.) Ucap Pak Udin.
"Hah piraku? Nya ntos atuh, abdi sakedap deui kadinya. Rek ganti baju heula." (Hah? Masa iya? Ya sudah, tunggu saya sebentar ke sana. Mau ganti baju dulu.) Pak RT langsung bergegas masuk ke dalam rumah, dan mengganti bajunya, lalu bergegas menuju pos ronda.
Sesampainya di pos ronda, beberapa warga sudah hadir menanti kedatangan Pak RT. Termasuk Dina dan Leha.
"Jadi gimana nih Pak RT? Usaha saya bisa bangkrut kalau masih sore harus sudah tutup!" keluh Dina.
"Tenang, tenang. Kita cari solusinya sama Pak Ustaz Hasan. Din, pang panggilkeun Pak Ustaz." Titah Pak RT.
"Ok siap Pak." Ucap Udin.
Udin pun pergi menuju rumah Pak Ustaz Hasan.
Setelah sampai, Udin menceritakan tentang patoknya Asih yang menghilang.
Lalu Pak Ustaz segera ke pos ronda bersama Udin. Setiba di pos ronda, Pak Ustaz di sambut dengan warga yang ketakutan serta khawatir tentang patoknya Asih yang menghilang.
Bahkan ada segelintir orang yang menceritakan tentang kejadian semalam saat malam Jumat Kliwon.
Ternyata bukan hanya Leha dan Dina yang di ganggu oleh Asih, masih banyak warga kampung yang mengakui di kerjai si Asih.
Ada Bu Yayah yang di ganggu saat dia sedang menutup gerbang rumahnya, dia melihat Asih sedang menari goyang Karawang di depan halaman rumahnya Leha. Bu Yayah adalah tetangganya Leha, rumah mereka berhadap-hadapan.
Dan ada lagi pemuda yang sedang naik motor sendirian, melewati kuburan Asih. Karena dia tidak berani memandang kuburan Asih, maka dia langsung saja lurus melewati kuburan Asih. Saat sudah melewati kuburan Asih, motornya terasa berat. Ketika dia melihat spion ke arah belakang, terlihat jelas wajah Asih yang sedang memiringkan kepalanya, rambutnya di ikat rapih seperti penari ronggeng pada umumnya. Asih tersenyum menyeringai sembari tertawa melengking seperti kuntilanak.
Pengendara motor itu pun hilang keseimbangan, motornya jatuh menabrak pohon beringin yang ada di dekat kuburan. Untung saja tidak terluka parah, pengendara motor tersebut hanya baret-baret di bagian lutut dan belakang tangannya.
Lalu ada lagi pejalan kaki yang melihat Asih sedang mengayunkan kakinya di atas pohon beringin.
Dan ternyata masih banyak cerita warga sekampung tentang arwah Asih yang gentayangan di malam Jumat Kliwon, malam pertama di mana Asih meninggal.
Untuk permasalahan patok Asih yang hilang, menurut Pak Ustaz harus di selidiki dahulu sebabnya apa. Menurut pemikiran Pak Ustaz sepertinya ada yang iseng mencuri, tetapi kita tidak boleh menuduh sembarangan untuk hal yang sepelik ini.
Jadi Pak Ustaz menghimbau kepada seluruh warga kampung untuk tidak perlu takut atau khawatir. Penyebab patok Asih menghilang belum tentu karna hal mistis yang bersangkutan dengan gentayangannya arwah Asih semalam.
Kini cerita tentang Asih pun geger ke seluruh pelosok kampung itu, bahkan ke kampung-kampung tetangga yang lainnya pun telah sampai berita desas-desusnya.
Tak butuh waktu lama, cerita Asih telah sampai ke telinga Subroto. Subroto adalah seorang kepala desa, yang wewenangnya sangat di pentingkan di desa itu. Subroto terkenal dengan kekayaannya yang melimpah. Selain menjadi kepala desa, beliau juga adalah juragan padi di desa tersebut.
Tak akan ada yang berani kepada Subroto, karena kekayaannya beliau memiliki pengaruh penting di desa tersebut. Delapan puluh lima persen warga desa tersebut bekerja di ladang sawah milik Subroto.
Selaku kepala desa, Subroto berkontribusi dengan Pak RT dan Pak Ustaz tentang Asih yang meresahkan para warga kampung.
Subroto, Pak RT, dan Pak Ustaz berkumpul di keesokan harinya di balai desa. Membicarakan langkah selanjutnya agar arwah Asih tidak mengganggu warga sekitar.
"Ok, kita mulai rapatnya ya Pak Ustaz, Pak Subroto." Ucap Pak RT.
"Mangga Pak RT." Jawab Pak Ustaz.
Subroto hanya mengangguk pelan, menandakan rapat untuk segera di mulai secepatnya.
"Punteun, jadinya gimana ya Pak Ustaz untuk perihal ini?" Tanya Pak RT.
"Lamun ceuk abdi mah, ini teh bukannya jurig. Tapi jin anu menyerupai neng Asih." Ucap Pak Ustaz.
"Tapi nyatanya banyak warga yang melihatnya Asih gentayangan Pak." Seru Subroto.
"Nya muhun, tapi eta emang fungsina jin. Anu hayang manusia ka jalan nu sesat." (Ya benar, tetapi memang itu fungsinya jin yang pengen menyesatkan manusia.) Jelas Pak Ustaz.
"Terus gimana caranya agar teror Asih tidak ada lagi?" Tanya Subroto.
"Kita harus menghimbau warga agar memperketat ibadah." Ucap Pak Ustaz.
"Hese atuh Pak, kalau kayak gitu! Tau sendiri banyak yang amburadul warga di sini mah. Mana mau di suruh salat? Da lalobana nu marabok!" (Susah atuh Pak, kalau kayak gitu! Tau sendiri di sini banyak warga yang gak bener. Mana mau di suruh salat? Yang ada banyaknya pada suka mabok.) Tutur Subroto.
Jika saran Subroto, beliau menginginkan menyewa dukun untuk mengusir arwah Asih.
Tetapi Pak Ustaz berkata jika itu bukanlah Asih, hanya jin Qorin. Jin yang menyerupai Asih, sehingga mengecohkan orang-orang untuk mempercayai akan hal arwah gentayangan.
Jadi Pak Ustaz tidak setuju akan hal itu, beliau lebih memilih untuk menghimbau kepada warga, agar memperketat beribadah, dan terus istiqomah menjalankan salatnya.
Sebetulnya Pak Ustaz pun mengerti akan hal tersebut, tetapi Pak Ustaz masih berpegang teguh dengan imannya. Jika itu bukanlah setan dari Asih, melainkan jin yang menyerupai Asih.
Di balai desa pun terjadi perdebatan hebat, kekuasaan Subroto mengalahkan Pak Ustaz yang kekuasaannya lebih rendah dari Subroto.
Akhirnya Pak Ustaz pun mengalah, dan membiarkan Subroto mencoba memakai jasa dukun untuk mengusir arwah Asih.
Dengan persetujuan Pak RT, Subroto pun akan memanggil dukun kenalannya yang berada di daerah Garut, Jawa Barat.
Dukun yang berasal dari Garut itu, bukan sembarangan dukun. Beliau sudah terkenal ke pelosok penjuru, dengan sebutan psikopat terhadap arwah.
Beliau akan datang ke desa tersebut minggu depan, seminggu setelah kematian Asih.
Mendengarkan kabar bahwa Subroto akan memanggil dukun profesional, semua warga kampung turut bahagia. Bahkan sedikit tenang, karena sebentar lagi yang di pikiran warga kampung adalah, arwah Asih tidak bergentayangan lagi untuk meresahkan para warga sekitar.
Akhirnya rapat pun selesai, keputusan telah di ambil. Kini tinggal menunggu waktunya saja untuk dukun itu beraksi.
Semua warga berharap penuh kepada dukun itu, meskipun tidak semua warga percaya akan ilmu seperti itu, tetapi tak ada salahnya untuk mencoba demi ketenteraman warga sekitar.